V

433 29 2
                                    

Nyoto melihat bayangan putih di depan. Semua putih, tanpa noktah setitik. Tiba-tiba di hadapannya perlahan sebuah cahaya yang menyilaukan muncul. Nyoto mengerjapkan matanya. Pelan-pelan matanya kembali membuka, Nyoto melenguh kaget. Di hadapannya sudah ada pria tinggi besar, masih muda. Wajahnya tampan.

"Aku sudah cukup sabar. Tidak ada lagi yang bisa kamu lakukan di Blok 21. Biarkan kami istirahat tenang. Atau carikan kami rumah baru yang jauh dari hingar manusia. Dunia kita sudah berbeda." Suara itu tegas berwibawa, seperti suara orator di televisi, menghipnotis dan memesona. Nyoto kembali tidak sadarkan diri.

Setelah sekian lama, Nyoto kemudian kembali membuka mata. Yang pertama dia lihat langit-langit berwarna putih. Dilihatnya ke samping kanan sebuah dinding berwarna hijau. "Dimana aku?" lirihnya.

"Nyoto kamu sudah sadar?" suara ramah membuatnya berpaling ke kiri. Di lihatnya Mandor Musa duduk di sana, tenang dan tersenyum. "Sudah sudah jangan banyak gerak dulu, istirahat saja. Kamu di rumah sakit sekarang, aman," tambah Musa.

"Sudah lama saya di sini Bos?" lirih Nyoto.

"Baru dua hari. Tidak apa-apa, semua biaya aku yang tanggung," Musa cepat menenangkan.

"Kenapa bisa lama. Apa sakit parah?" tanya Nyoto. Dia ingat hanya dipukul teman sesama buruh yang kerasukan. Babak belur memang, tapi pikir Nyoto luka fisik mestinya tidak sampai dua hari tidak sadarkan diri.

"Tidak, semua aman saja. Memang aku minta dokter kasih kamu obat penenang, supaya bisa istirahat lama. Kamu sudah bekerja begitu keras untuk perusahaan kita," jawab Musa.

Musa lantas bercerita, perusahaan sekarang sedang bingung. Tidak ada yang berani menanam di blok dua satu. Sementara itu masalah baru muncul lagi. Jamaluddin salah satu keturunan berencana membawa ke pengadilan, menuntut perusahaan mengosongkan Blok 21 karena di sana ada makam. "Apakah kamu ada saran Nyoto? Siapa tahu ada pesan dari penunggu makam? Perusahaan sudah saya yakinkan hanya kamu di sini yang ahli soal gaib".

Lama Nyoto terdiam. Pelan-pelan dia kemudian menceritakan pertemuannya dengan penguasa makam. Dia ucapkan pesan-pesannya, soal tempat tinggal baru dan lain-lainnya. "Tapi tidak jelas, mimpi atau beliau yang beneran datang," lirih Nyoto.

"Hebat kamu Nyoto, aku yakin itu dia raja itu. Jadi sepertinya dia mau dipindahkan makamnya, ya? Aku menyimpulkan begitu."

"Bisa iya. Cuma pindah makam raja bukan mudah. Harus ada ritualnya Bos. Kita harus selamatan dengan lima ekor kerbau"

"Tidak masalah. Itu di luar kuasa kita orang awam. Kamu yang lebih mengerti. Nanti kusampaikan ke perusahaan. Hari ini kamu sudah boleh pulang, ingat ceritakan lah sama orang-orang pertemuanmu dengan raja itu," ucap Musa seraya bangkit dari kursinya dan menepuk pelan pundak Nyoto.

KESURUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang