2. TK

51 2 3
                                    

Pengarang: P.  Charlotte Mailazidy
Tema: School live

Cerita selalu diawali dengan narasi. Tapi, karena sesuatu yang aku-tidak-tahu-sebabnya, narasi selalu membuat mataku menderita. Kali ini, kita ikuti aturan saja. Menderita dikit-dikit gak papalah.

Ehm.

Jadi, namaku adalah Charlotte Mailazidy. Bukan berniat plagiat novel Trust karya Kak Railey atau bagaimana, tapi nyatanya namaku memang begitu. Kita lupakan saja Kak Railey dan novelnya. Topik itu bukan bagian dari kisah memalukan Charlotte yang berada di dunia nyata.

Aku tidak salah bicara, kisah itu memang memalukan.

Dan... inilah kisahnya.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Kisah ini digariskan takdir ketika anak perempuan itu baru berumur lima tahun. Rambutnya masih pendek dengan poni rata yang menyapu alisnya. Hari itu, ia belajar banyak hal baru dari sekolahnya, termasuk ejekan 'culun' yang sering kali dialamatkan pada dirinya. Tapi, anak perempuan itu tidak gusar. Ia tetap bermain kesana-kemari tanpa terlihat risih.

Tak apa, culun itu bukan berarti jelek kan?

Dalam hati, ia terus menyerukan kalimat penenang itu pada dirinya sendiri, berharap mood-nya akan baik-baik saja hari ini.

Betapa beruntungnya ia, Tuhan mengabulkan harapannya. Mood-nya masih bagus meski matahari telah merangkak sejauh itu dari tempat terbitnya. Tepatnya, ini adalah saat istirahat bagi anak TK, pukul 9.

Tubuh-tubuh mungil itu berhambur menuju halaman bermain.

Tak bisa dipungkiri, berebut ayunan adalah hal paling seru bagi mereka.

Namun, anak perempuan dengan poni tebal itu kalah dalam perjuangan memperebutkan ayunan. Mood-nya mungkin sudah berkurang separuh jika teman-temannya yang lain tidak menyeretnya main kejar-kejaran.

Kini, di sinilah mereka, di sisi lain dari halaman depan Taman Kanak-kanak yang cukup luas.

Mereka main 'hiu makan gurita'.

Satu orang akan jadi hiu yang akan menangkap orang lain yang berperan menjadi gurita. Yaa, begitulah pokoknya. Sistemnya seperti kejar-kejaran yang biasa. Gurita yang tertangkap akan berganti peran menjadi hiu, dan seterusnya.

Kalian sudah mengerti?

Jika tidak, hubungi kembali guru TK-mu dan tanyakan aturan mainnya.

Lalu, jika iya, mari kita lanjutkan.

Anak perempuan dengan poni tebal itu menatap jenuh pada teman-temannya. Ia dapat giliran menjadi hiu.

Lagi.

Astaga, aku sudah berapa kali begini melulu!?

Begitulah kata hatinya. Hmm, tak perlu khawatir, ini hanya permainan. Jadi predator itu bagus. Ya kan? Kan?

Huh, lupakan saja yang barusan terjadi. Tidak penting.

Sampai di mana kita tadi?

Oh iya, masalah hiu.

Yah, meski bosan dengan perannya, anak poni itu tetap berusaha lari sekuat tenaga untuk memangsa para kaum gurita.

Beberapa menit berikutnya, suara tawalah yang mendominasi halaman itu.

Apanya yang lucu?

Gadis kecil berponi itu memperhatikan pundaknya yang basah. Baunya...

HUEEEKK

...sangat tidak sedap. Siapa yang berani melempar telur busuk ke arahnya, hah?

Ia berotasi tiga ratus enam puluh derajat hanya untuk mendapati semua orang tengah menertawakan dirinya dengan tatapan aneh. Tak terkecuali barisan ibu-ibu yang sedang menunggu anaknya pulang.

Apa salahnya di mata ibu-ibu itu, ya Tuhan?

Itulah pertanyaannya.

Anak perempuan berponi itu akhirnya merasa jengkel. Tanpa pikir panjang, ia menerjang gurita-gurita yang ada di hadapannya. Ia mengolesi rompi gurita-gurita itu dengan cairan telur busuk yang baunya seperti kotoran ayam.

"Apaan sih!?" komentar salah satu gurita.

"Kamu yang lempar kan?" kata gadis poni itu.

"Lempar apaan?" saut gurita yang lain.

"Ini," ia menunjuk pundaknya yang berbau bacem.

"HAH!? tuh, lihat atas! Dia yang lempar."

Saat berusaha memandang 'sesuatu' di atasnya, dan ia tidak menemukan apapun kecuali langit yang bersih tanpa awan.

Tunggu!

Ada sesuatu yang lain di sana:

Burung.

HEH!? JADI BOCAH PONI ITU BARU KEJATUHAN EEK-NYA BURUNG!?

Oh, pantas saja baunya serupa kotoran ayam. Ayam sama burung kan...

Mirip. Ya, mirip.

Ditelusuri dari tingkat kebasahan yang ada, burung itu pasti menembaki gadis poni itu dengan kotorannya secara brutal. Benar-benar brutal.

Kini, gadis berambut poni itu merasakan rasa malu yang membuncah hingga ke ubun-ubun.

"M-ma-maafkan aku, kawan-kawan. Aku tidak tahu kalau itu adalah... itu."

Tapi, ia terlambat. Teman-temannya sudah terlanjur geram karena seragam mereka diolesi kotoran burung.

Para gurita itu... melumuri gadis poni dengan kotoran burung yang ada di rompi mereka masing-masing.

Ow, jangan lupakan eksistensi ibu-ibu yang menonton kisah ini dari awal.

Ya ampun, ini memang kisah yang memalukan.

--TAMAT--

Notes:

70% dari cerita ini adalah KISAH NYATA.

30% sisanya adalah cara seorang Charlotte Mailazidy untuk menyelamatkan dirinya dari amukan teman-temannya di TK (aku lupa siapa aja, hehe).

Jadi, jangan sampai ada yang tanya,
"Gadis berponi itu sebenarnya siapa?"

No way, gak akan aku jawab.

Terakhir,
Kak Railey, jangan sedih lagi. Jangan marah-marah lagi. Aku tetap sayang kaka kok.
Untuk Kak Skymaletta yang sekarang gak lagi PMS, aku mau bilang, kalau diajak foto biasa aja kali. Jangan apa-apakan kepala aku. Yah, gitu aja.

Bye bye...

:*

Jangan Menyerah! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang