Sepenggal Baris Kata dalam sajak

324 13 2
                                    

Sudahkah kau sampai pada satu tempat, di mana tidak ada satu pun cahaya yang dapat kau raih ?, tidak ada jalan yang dapat kau lewati ? Dan semua yang ada di sekitarmu ialah sama. Apapun itu, bagaimanapun rupanya, bagaimanapun rasanya, semua tetap sama bagimu, hitam, gelap, kosong. Seolah kau sedang sendiri di semesta ini, berusaha mencari arti dari kekosongan itu.

Sebelum adanya kau, jagad rayaku hanyalah sebuah klise film yang kuputar berulang- ulang kali. Lalu kujadikan itu sebuah " rutinitas" yang aku sendiri sudah bosan dengannya.

Aku tak pernah tahu bagaimana harumnya hujan yang turun ke Bumi, aku tak pernah tahu akan hangatnya mentari tatkala kemarau tiba, aku tak pernah bisa menghargai indahnya senja yang menghiasi langit kemerahan, dan aku tak pernah mengerti akan indahnya barisan- barisan sajak dalam larik- larik puisi. Aku tak bisa mengerti itu semua.

Hari- hariku hanya berisi tentang segala sesuatu yang kosong. Walau terlihat seperti "manusia" biasanya, tapi kau tak akan tahu ada siapa di baliknya. Orang lain tak akan tahu, bagaimana aku berusaha untuk terus menyamai mereka, berharap diterima dalam sebuah koloni, berharap tak akan dikecilkan di antara mereka. Dan mereka tak akan tahu, apa yang telah aku korbankan hanya untuk menjadi "seragam", hingga aku lupa akan indahnya sebuah perbedaan. Intinya, aku lupa caranya menjadi manusia yang sebenarnya.

Lalu kau turun dari Surga.

Aku yakin sekali, kau pastinya tak sadar bahwa semestaku telah berhasil kau porak porandakan. Dengan senyuman mu manis, yang merekah dari sepasang bibir tipis, sinar matahari membuat pipi putihmu itu memerah manis. Kau memaksaku untuk merasakan sekali lagi hidup ini, mendikte dari awal, segala yang telah kulewati, untuk mensyukuri segala yang telah kuterima.

Karna itu, izinkan aku sekali lagi, menulis untukmu, tentangmu, meski aku tak tahu apakah barisan- barisan sajak ini dapat sampai kepadamu, atau hanya akan berakhir di rak buku ku saja. Aku memang tak pandai merangkai kata, namun aku tahu kau pandai membaca rasa. Jadi, izinkanlah aku menulis, agar aku tak lupa bahwa diriku saat ini pernah menjadi seorang manusia yang lupa bagaimana cara menjadi manusia.

Sebenarnya, agar aku tak melupakanmu. Itu saja.

Sebuah SajakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang