" Hai, sedang apa ?? " Sepenggal Kalimat Tua

138 3 0
                                    



Hujan deras mengguyur malam, dan semenjak aku bertemu denganmu aku bisa sedikit mencium wanginya hujan yang jatuh ke Bumi, dan juga merasakan sejuknya malam yang datang. Aku kembali terlelap dalam ruang imaji, dimana sudah ada kamu di dalamnya. Kutitipkan logika ku jauh ke ufuk sana, agar tidak akan mengganggu angan- angan.

Di ruang imaji, aku mulai menyusun skenario- skenario yang sederhana, maklum saja aku bukanlah sutradara korea yang mahir membuat skenario yang kau sukai itu. Di situ hanya ada aku, kamu, dan hujan. Kita berdua duduk berdua di serambi malam, lalu menghabiskan hujan dengan kata.

Hish, aku mulai gila rupanya. Tak perlu lagi aku berlama- lama, sebuah " hai.. " aku harap muncul di layar ponselmu, lalu segera kau baca karna aku lah pengirimnya. Kau seharusnya ada di sini, dan kau akan mendengar detak jantung yang berdetak kencang saat diri ini diselimuti tanya akan reaksi mu setelah membacanya, akankah sepucuk kata tua itu terbalas ?

Menunggu dalam cemas sangat tidak mudah, sebenarnya aku tidak terlalu berharap kau akan menanggapinya apalagi membalasnya. Aku hanya penasaran dengan skenario yang Tuhan siap kan untuk kita berdua. Tapi jujur saja, aku tidak siap menerima jika dalam skenario itu aku tidak bisa bersamamu.

Lalu ada namamu yang tiba- tiba muncul di layar ponselku. Entah harus segera kubuka atau kudiamkan begitu saja. Kubuka saja lah...

Sebuah " hi juga " mampu membuatku terbang jauh dalam pekatnya malam. Tak ingin berakhir begitu saja, kuperas otak ku untuk mencari bahan bakar percakapan kita. Akhirnya yang dapat kutuliskan hanyalah " sedang apa ? ", kalimat tua yang sangat jelas bahwa sang pemakai sedang kebingungan. " hai " " sedang apa ", aku tak akan menyalahkanmu apabila kau sedang tertawa terbahak- bahak di kamarmu saat ini, menertawakan tingkah gagap ku itu.

Larutnya malam melarutkan kecanggungan kita, setelah " sedang apa? ", ada " jangan lupa belajar", dan kuakhiri dengan kalimat pada umumnya " selamat tidur ". Dan saat aku membaca tiap kata- katamu, imajiku bekerja secara otomatis dan teroganisir memutarkan gambaran parasmu.

Sekarang sudahlah jelas, hatiku telah kau genggam sepenuhnya. Bukan karna aku titipkan, tapi aku sendiri yang tanpa sadar telah menyerahkannya. Aku harap kau paham bagaimana merawatnya, bukan malah menghancurkannnya.

Apa sih yang aku bicarakan...

Sekarang yang terpenting adalah menyamakan kedudukan kita. Aku pun tak sudi jika dalam cerita ini, hanya aku yang bertekuk lutut pada cinta. Yang harus kulakukan hanyalah membuatmu sejajar denganku dan menggenggam hatimu sepenuhnya. Walaupun kau jauh sejauh langit, namun bagiku kau tetap bintang yang kupuja

Sebuah SajakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang