Dulu Sekali

75 13 6
                                    

Dulu sekali, 1 abad yang lalu aku sudah ada didunia ini. Tapi, kenapa sampai sekarang aku masih kecil?

_______

Mungkin kalau kalian mendengar kisah masa kecilku akan merasa aneh dan berpikir bahwa hal itu sangat tidak masuk akal.

Bukannya aneh kalau aku ini anak kecil yang lahir sejak 1 abad yang lalu?

Aku tidak memaksa kalian percaya, tapi ini kenyataannya. Aku juga tidak mengerti. Aku saja tidak tahu kalau dilahirkan oleh siapa. Seorang ibu? Mungkin bukan. Apa aku dibuat oleh makhluk semacam alien? Aneh. Emang alien sudah dipastikan ada?

"Eh, Jo. Alien ada nggak sih?" tanyaku ngawur. "Ha? Tumben nanya yang begituan. Hmm, kayaknya nggak ada. Toh, kalau ada pasti sekarang banyak yang lalu lalang di langit." jawab Jo. "Iya, juga sih...masuk akal." jawabku singkat.

Jo melihatku dengan tatapan aneh tapi serius, "Kamu lagi nggak sehat ya?" "...sehat kok. Pertanyaanku aneh ya?" ujarku. "Nggak juga sih..., ya sudahlah, toh kita juga lagi di cafe tujuannya nongkrong berdua." jelas Jo.

"Yaah..btw, donat kamu udah abis lagi?" tanyaku dengan wajah datar macam saytama. "Teehee~ iya nie. Itung-itung buat naikin berat badan. Abis, setelah diet bulan lalu, badan aku abis 12kg! Kekurusan!" kesalnya.

"Yee, salah sendiri. Ngapain pake diet segala? Toh, badan kamu juga udah pas." jelasku.

"Hm~ya, sejak saat itu I HATE DIET." protesnya. "Yea...nggak bagus buat kesehatan badan." tambahku.

Saat melihat Jo makan, entah kenapa aku teringat saudara-saudara (tiri)-ku dulu. Jika waktu makan sudah datang--mau makan siang, mau malam, atau pada saat ngemil--pasti tertib makannya, hanya saja aku tidak diberi jatah yang layak. Terkadang aku hanya diberi sepucuk roti. Itupun terkadang sudah basi. Mereka seolah-olah nggak peduli.

Tapi, semua itu nggak berlangsung lama. Saat kota yang pernah aku tinggali itu meledak tak tersisa, aku pergi meninggalkan kota tanpa petunjuk jalan apapun, sampai akhirnya aku mendapatkan beberapa pengasuh. Tapi, entah kenapa, nasib mereka malah berakhir tragis.

Tapi sekarang, aku tidak perlu cemas sih. Soalnya, orang tuaku yang sekarang...

"Oy!" kejut Jo. Hampir saja meja yang ada di depanku terjatuh, untung sempatku tahan. "A-apa?" tanyaku. "Gina, kamu hari ini kenapa sih? Lagi demenan* bukan?" tanya Jo ngawur. "Idih. Demenan sama siapa? Cowok-cowok disekolah kita itu sifatnya pada kekanak-kanakan tau!" ejekku. "Iya sih...terus, kamu kenapa?" tanya Jo.

"...lagi banyak pikiran aja sih, soalnya 'Mama' lagi kurang sehat tapi nggak mau dibantu.." ucapku. "Hoo...berarti Mama kamu sayang sama kamu karena nggak mau ngerepotin kamu, Gin. Sebagai tanda terima kasih, kamu harus rajin belajar!" nasehat Jo. "Iyah...eleh, kamu aja belajar juga males-malesan!" ejekku dengan perasaan senang. "E-mm-iya, iya. Aku juga akan berusaha, kok. Ah, tapi Gina mah walaupun nggak belajar juga nilainya tetep sempurna, sih," ini muji apa cemburu.

"Ahaha...nggak juga, kok." jawabku.

Aku ini pintar karena melihat kejadian yang ada dibuku pelajaran dengan kedua mata kepalaku sendiri secara langsung...

"Oya, Gin. Hari minggu mau belajar bareng?" tanya Jo tiba-tiba. "Tumben? Karena ada ulangan remed, ya?" ejekku. "Hish, nggaklah! Kemaren juga nilai ulanganku pas kkm kok! Jadi nggak remed~" dengan bahagia, Jo menyatakan hal yang biasanya di tutup-tutupi : Nilai ulangan.

"Masalahnya, 'kan 2 minggu lagi kita harus ngumpulin tugas akhir sekolah. Yang bikin kliping sejarah kota itu lho, Gin!" seru Jo. "Ooh! Yang kota DEAD END? kita kedapetan bagian kota itu kan?" ujarku semangat. "Tumben jadi semangat? Iya, yang itu. Minggu yuk?" ajak Jo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DREEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang