Chapter 6: Warm Milk

749 34 2
                                    

Author's POV

Dua minggu setelah kesepakatan tersebut, ada sedikit kemajuan dalam hubungan mereka. Mereka masih kaku tetapi tidak sekaku saat awal-awal pernikahan lagi. Mereka bisa bicara dengan lebih santai kepada satu sama lain dan terkadang mereka tertawa bersama karena lelucon yang mereka dengar.

"Sudah jam tujuh, mandilah. Aku sudah menyiapkan pakaianmu," ucap Hyemi sambil menyisir rambutnya begitu Luhan terbangun dari tidurnya.
Pagi ini Hyemi berencana untuk mengurus cuti hamilnya di kampus sebelum ke kantor karena Ibu Luhan terus mendesaknya untuk segera mengambil cuti kerja ataupun cuti kuliah. Jelas Hyemi memilih pekerjaan. Pekerjaannya memberi ia pendapatan sehingga ia memiliki pegangannya sendiri. Sebagai wanita ia ingin mandiri, meskipun punya suami, ia harus tetap bekerja.

"Aku berangkat," pamitnya pada Luhan yang masih terduduk di ranjang mengumpulkan nyawa.
"Hm," respon Luhan.

Setelah Hyemi keluar dari kamar, Luhan melihat pakaian kerjanya yang sudah disiapkan Hyemi di atas ranjang.

Satu hal lagi yang Luhan suka tentang 'memiliki istri', ia tidak perlu menyiapkan apapun saat ia terbangun dari tidurnya karena semua sudah disiapkan oleh istrinya.

***

Hari-hari pertama memang mudah. Luhan bisa menyingkirkan sedikit demi sedikit rasa tidak sukanya terhadap Hyemi. Bisa dikatakan dia tak memiliki rasa kesal maupun benci lagi terhadap Hyemi. Tetapi sesungguhnya ia memang tak pernah menyimpan benci yang mendalam pada Hyemi. Rasa kesal tiap kali melihat Hyemi sebelumnya memang ada, tetapi benci, tidak terlalu. Mungkin benci tersebut ada di saat ia sedang berada di titik paling bawah kesedihannya, di saat Minha mengetahui semuanya dan pernikahan mereka dibatalkan. Namun beberapa hari kemudian rasa benci tersebut berkurang setelah ia berpikir dan ia sadar bahwa memang semua ini bukanlah salah Hyemi sepenuhnya.

Meskipun ia sudah berhasil membuat kondisi hubungannya dengan Hyemi menjadi lebih baik dari sebelumnya, tak bisa dipungkiri jika Minha masih ada dalam hati dan pikirannya. Dirinya bisa saja mengatakan bahwa ia sudah bisa melupakan Minha, namun hatinya tak bisa berbohong.

"Ah, lagi-lagi aku memikirkan dia!" rutuknya.
Luhan menggelengkan kepalanya lalu dalam hati mengingat-ingat proyeknya di kantor untuk mengusir Minha dari pikirannya.

Dua minggu sudah ia seperti ini. Kalau dikatakan tersiksa secara fisik, mungkin tidak. Tetapi secara batin, ya. Ia bisa mengatakan dirinya baik-baik saja, namun kenyataannya adalah dadanya selalu sesak tiap kali ia teringat Minha. Terutama raut wajah dan sorotan mata Minha yang menunjukkan kesedihan yang begitu mendalam saat itu.

Sudah beberapa hari belakangan ini ia berusaha mengontrol diri untuk tidak menemui Minha, namun hasrat untuk bertemu Minha begitu besar hingga ia merasa ia tak akan mampu membendungnya lebih lama lagi.

Ini Minha yang sedang kita bicarakan. Kekasih Luhan selama tiga tahun. Wanita yang benar-benar ia cintai. Minha bukan gadis yang Luhan pacari hanya untuk bermain-main. Luhan serius dengan hubungan mereka. Itulah mengapa Minha tidak akan semudah itu ia hilangkan dari pikirannya.

Orang yang menjalin hubungan hanya beberapa minggu saja bisa memerlukan waktu berbulan-bulan untuk melupakan mantannya, apalagi Luhan yang menjalin hubungan dengan Minha selama tiga tahun. Luhan sendiri tak yakin, sebulan atau dua bulan cukup untuknya melupakan Minha dan seluruh perasaannya terhadap Minha.

Luhan menghela nafasnya. 'Mengapa sulit sekali rasanya melupakan cinta lama...' batinnya.

Setelah selesai mengenakan setelan yang telah disiapkan Hyemi, Luhan beranjak ke meja kerjanya untuk mengambil tas kerjanya. Tak sengaja ia melihat rangkuman yang dibuat Baekhyun dan Jongdae. Ingatannya melayang ke saat Hyemi menyerahkan rangkuman tersebut padanya.

Beautiful Sin v 1.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang