PROLOG

45.2K 1.4K 40
                                    

Update 20 Agustus 2018

WritingProjectAE

--------------

Dalam rangka ikutan lomba nulis novel bergenre Romance Religi

Dukung aku ya mailaf

Bismillahirrahmanirrahiiim!

----------------

Sungguh setiap kita sebagai makhlukNya sudah divonis mati bahkan sebelum kelahiran kita, "Setiap yang berjiwa pasti mati." (QS Al Anbiya: 35)

------------------

"Innalillahi wa innailaihi rajiuun"

Kalimat tersebut serempak terdengar dari beberapa kerabat yang menemani Aamina di rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa nenek Aamina tidak berhasil diselamatkan dari penyakit jantung yang menyerangnya. Beliau dinyatakan meninggal dunia oleh Dokter yang menanganinya.

Aamina masih saja menangis terisak di salah satu sudut rumah sakit di mana neneknya dirawat. Nuriah yang merupakan asisten setia dari neneknya bersamanya saling berpelukan. Satu-satunya keluarga yang ia punya pergi meninggalkan Aamina sendirian di dunia ini. Ia tidak mengira kalau neneknya akan pergi secepat ini. Neneknya masih memberi nasihat tadi pagi sebelum Aamina berangkat ke sekolah. Sampai kemudian ia dijemput Pak Sapto, supir Nenek ketika masih di tengah jam belajar sekolah.

Nenek Zainy memang punya penyakit jantung. Namun ia tidak kelihatan sedang sakit di mata Aamina. Neneknya merupakan wanita yang kuat dan tegar di matanya. Ia memang sedikit cerewet dalam menasehati Aamina. Tapi Aamina yakin itu adalah bentuk perhatian Nenek Zainy terhadapnya yang notabene adalah cucu satu-satunya.

Aamina makin sesegukan ketika menyadari bahwa tidak akan ada lagi yang menasehatinya dengan berbagai petuah dan ceramahnya. Neneknya selalu menginginkan Aamina menjadi anak mandiri dan tidak manja, tapi Neneknya selalu menjelali Aamina dengan fasilitas, karenanya Aamina tidak kunjung mandiri melakukan apapun.

Aamina menghampiri jasad neneknya dan menatap matanya yang terpejam rapat. Tidak ada lagi kehangatan pada telapak tangannya yang biasa menyentuh pipi Aamina dengan lembut dan penuh sayang. Air mata Aamina mengalir deras ketika mencium pipi neneknya yang dingin. Nuriah, sang asisten Nenek Zainy memegangi bahu Aamina dan berusaha membuat Aamina agar tidak histeris.

****

Cairan bening yang menumpuk di pelupuk mata Aamina itu tumpah lagi membasahi pipi Aamina ketika melihat jenazah neneknya, Zainy Kavanagh yang berbalut kain putih kafan mulai dimasukkan ke liang lahat. Ia menatapnya untuk yang terakhir kalinya dengan hati teriris dan isakan memilukan. Siapa lagi yang akan menjaganya di hari-hari ke depannya? Siapa yang akan mengurus rumah dan memerintahkan ini itu kepada pegawai yang ada di rumahnya? Aamina tidak bisa membayangkan kehidupan di rumahnya tanpa ada neneknya.

***

Tiga hari setelahnya, walau dengan berat hati, Aamina tetap melangkahkan kakinya menuju kantor pengacara dengan diantar Pak Sapto dan asisten neneknya Nuriah dan Rusi. Aamina memasuki ruangan di mana pengacara dan notaris yang dipercaya neneknya sudah menunggu untuk menyampaikan wasiatnya dan juga hak warisnya.

Ia segera mengempaskan bokongnya di sofa berwarna peach yang ada di ruangan tersebut. Ia juga mengangkat kedua kakinya dan melipatnya di atas sofa. Sehingga pahanya yang mulus tampak terlihat jelas, karena Aamina hanya menggunakan celana pendek setengah paha.

Asisten neneknya, Nuriah,  berinisiatif untuk memberikan bantal kursi pada Aamina agar pahanya sedikit tertutup. Nuriah berhijab dan terlihat risih dengan gaya berpakaian Aamina yang asal ini, sedangkan Rusi hanya menggelengkan kepalanya seraya menghela napas.

Pengacara sang nenek juga ikut menelan ludah melihat tingkah gadis ABG itu Aamina. Namun ia berusaha fokus pada pekerjaannya, yaitu menyampaikan wasiat dari kliennya. Karenanya ia mengundang nama-nama yang tertera pada wasiat tersebut.

"Assalamualaikum, Nona Aamina," Radith memberi salam kepada Aamina

Aamina menjawab, "Heeem" membuat Nuriah dan Rusi mengernyitkan alisnya bersamaan dengan mereka menjawab salam Radith. "Waalaikumsalam"

"Perkenalkan, saya Radith dan ini rekan Notaris Pak Adin. Kami diberikan kepercayaan untuk membuatkan surat wasiat dari nenek Anda, Nyonya Zainy Kavanagh. Dan sekarang adalah saatnya kami menyampaikan isi wasiat tersebut pada Anda" terang Sang Pengacara.

"Jadi begini Nona Aamina, saya akan membacakan isi wasiat dari nenek Anda. Tapi kita masih harus menunggu satu orang lagi yang akan hadir, karena ia juga berhubungan dengan wasiat Nyonya Zainy ini."

Aamina mengangguk dengan ekspresi bertanya sambil memicingkan matanya. Siapa lagi sih yang ditunggu?

Kemudian terdengar suara ketukan di pintu ruangan. Pak Radith menghampiri pintu dan membukanya.

"Assalamualaikum" sapa tamunya dan Radith menjawab salamnya. Disusul yang lain juga ikut menjawab salam.

Mata Aamina tersita ke arah tamu yang baru datang tersebut, ia masih bertanya dalam hati siapa gerangan pria tampan ini. Dan apa hubungannya dengan wasiat yang akan dibacakan Sang Pengacara? Tapi pria ini ganteng juga, batinnya.

"Baiklah, Pak Fatih, kenalkan, ini adalah Aamina, cucu Nyonya Zainy" Pak Radith menunjuk Aamina dan Fatih hanya menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya, mengabaikan uluran tangan Aamina yang menggantung dan membuat Aamina cemberut kesal. Enggak sopan! Rutuknya dalam hati.

"Kemudian ini adalah Nuriah dan Rusi, mereka asisten Nyonya Zainy" Pak Radith menunjuk kepada Nuriah dan Rusi yang sama-sama menangkupkan kedua tangannya di dadanya.

Pak Radith mempersilakan tamunya untuk duduk. "Jadi, hari ini, tepat setelah tiga hari meninggalnya Nyonya Zainy, kami akan membacakan surat wasiat yang beliau pesankan kepada kami dan dibuat jauh sebelum beliau divonis punya penyakit jantung" terangnya lagi.

Ni orang bertele-tele banget sih? Gumam Aamina dalam hati.

"Bisa langsung aja bacain isi surat wasiatnya enggak?! Saya masih lelah dan masih dalam keadaan berduka!" Tukas Aamina menatap si Pengacara dengan ekspresi kesal.

Radith, si Pengacara tertegun mendengar komentar Aamina. Namun ia mengangguk memaklumi. "Baik, Nona Aamina." Radith menghela napasnya sekali, "jadi isi suratnya adalah" Radith membuka lembaran itu dan membacanya dengan suara cukup keras.

"Bismillahirrahmanirrahiiim!

Assalamualaikum,

Dengan dibacakannya surat wasiat ini, berarti saya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aamina, cucu saya yang tersayang dan menjadi satu-satunya ahli waris saya. Semua harta saya akan jatuh padanya, tidak terkecuali apa pun. Kedua Asisten saya, Nuriah dan Rusi juga saya wasiatkan untuk menjaga Aamina dan tetap mendapatkan tunjangan seperti biasa dan akan mendapatkan tunjangan lain yang diperlukan dan dibicarakan lebih lanjut.

Untuk pelimpahan harta warisan itu, ada syarat yang harus dipenuhi oleh cucu saya, Aamina Noel Kavanagh. Dia harus sudah menikah dengan suami yang sudah saya pilihkan! Maka sebelum pernikahan itu terjadi, saya mewasiatkan seluruh harta saya kepada Fabian Al Fatih Ahmad, nama pria yang nantinya akan menjadi suami Aamina.

Selama Aamina belum menikah, maka ia hanya berhak menerima uang tunjangan bulanan seperti biasanya. Setelah menikah barulah seluruh harta saya akan menjadi miliknya. Tapi tidak demikian jika Aamina menikah dengan orang lain. Harta saya seluruhnya akan jatuh ke yayasan yang sudah saya tunjuk untuk menerima harta warisan saya tersebut.

Demikian surat wasiat ini dibuat. Tanpa desakan atau paksaan dari siapa pun!"

Mata milik Aamina dan Fatih sama-sama membesar dengan ekspresi sama. Shock!

-----------------------

Nah Loh!

Lanjut yuk.

AAMINA (COMPLETED @Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang