friends

67 13 5
                                    


Can we still be friends?
Doesn't have to end

Pluk

Headsetku terlepas begitu saja di kedua telingaku. Aku mendongak, menatap tiga perempuan sebayaku. Ternyata mereka yang menggangguku. Mereka menatapku penuh kebencian. Oh aku benci ini!. Salah satu gadis itu menarik tanganku dengan paksa ke kamar mandi sekolah. Dia.. Lexa, ketua geng itu memojokkanku di dinding kamar mandi. Punggungku refleks merasakan dinginnya lantai marmer itu. Aku menatapnya sedih.

"Sampai mati sekalipun gak akan merubah takdir Lex-"

Plakk

Aku mulai mati rasa. Pipiku terasa kebal dengan tamparannya.

"Tutup mulutmu jalang!" Ucapnya sinis.

Deg!

Lexa memberi kode pada dua sahabatnya untuk menghukumku. Aku tahu ini dan aku tahu selanjutnya.

Byurr

Bak isi air kotor yang entah dari mana mereka mendapatkannya tiba-tiba mengucur begitu saja di tubuhku.
Bau sampah dan pesing seperti makanan sehari-hariku. Ini sudah terbiasa!. Mereka melakukan ini terlalu sering. Aku yakin setelah ini mereka mengunci ku sampai mata pelajaran selesai. Mereka melakukan ini hanya karna mereka menganggapku buronan pembunuhan yang menimpa pacarnya koma. Tapi, ini mutlak bukan kesalahanku. Lelaki itulah penyebabnya!.

Mereka salah paham!.

Cklek...

Bunyi pintu kamar mandi terasa terbuka. Aku tahu siapa yang akan datang. Kau ingat? Ini terlalu sering aku alami.

"Aku tahu itu kau, Justin." Ucapku kencang menimbulkan suara menggema di kamar mandi ini.

Aku mendengar derap langkah itu dengan pasti menuju kedalam dan akhirnya melihat seorang lelaki tampan berdiri dihadapanku, Justin Bieber.

Justin tersenyum lebar hingga menampilkan gigi putihnya yang rapih. Alih alih ia mendekatiku.

"Ewh! kau bau sekali, Ley."

Aku menatapnya sebal, "bisakah kau diam dan membantu ku melepas ikatan tali ini?".

Justin memutar bola matanya, "Boleh saja asal besok kau mau ikut bersamaku, bagaimana?" Ucapnya dengan menaik-turunkan alis tebalnya.

Aku tak punya pilihan lain. Dari pada harus terkurung dikamar mandi ini dengan bau busuk kemudian.. kemudian-oh tidak aku tak bisa membayangkan selanjutnya!. "Apapun itu terserahmu, mata Hazel!"

Justin tersenyum penuh kemenangan dan membantu melepas ikatan di tanganku.

*

Setelah selesai membersihkan diri aku melangkah bersama Justin di koridor sekolah. Aku mendongak menatap Langit yang mulai gelap, mereka benar-benar mengunciku sampai jam pulang sekolah. Tak ada yang berani menolongku. Siapa yang akan berani melawan seorang Lexa, anak semata wayang Kepala Sekolah itu?.
Oh aku tahu, Hanya Justin. Teman baruku.

Lexa pasti akan iri setelah ini. Aku yakin itu.

Kita lihat nanti, Lexa!.

"Aleyna sebentar lagi malam, kau bisa pakai jaketku." Ucap Justin seraya membuka jaket kesayangannya yang selalu ia pakai setiap hari. Memakaikanku begitu saja. Ini tak pernah bau. Selalu wangi khas Justin. Aku merasa Justin seperti memelukku. Aku memerah. Oh tidak, aku Blushing?.

Dijalanan yang ramai aku melangkah bersamanya. Menatap kedua sepatu yang berbeda dan beriringan satu sama lain. Bukankah ini yang aku inginkan?. Melihat dia tersenyum manis dan sesekali menggodaku?. Ini hampir terhitung dua bulan ia bersamaku. Semenjak kejadian tragis bersama Lexa, aku kehilangan teman-temanku. Aku takpunya teman. Tentu Lexa-lah yang menyuruh semua murid disana membenciku. Ah mengingat itu aku semakin membencinya. Hingga lelaki manis ini datang dan menemaniku. Semua hariku yang berat menjadi ringan.

F.R.I.E.N.D.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang