1. Awal Pertemuan

260 39 109
                                    

Hujan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan. Ramalan cuaca hari ini benar, akan ada hujan lebat mengguyuri kota padat ini.

Seharusnya ia tidak kemari, seharusnya pula ia percaya dengan ramalan cuaca hari ini. Haaahhh, itulah komentar singkat dari dalam hati seorang gadis yang kini sedang gundah gulana. Tanpa ia sadari, kakinya menapak mendekati dua jendela besar di ruangan tersebut. Dentang-denting air hujan berlomba-lomba untuk membasahi jalanan aspal yang biasanya penuh debu. Di bawahnya, tiga pasang anak remaja dengan seragam sekolah yang basah dan sepatu yang dijinjing berlarian menembus tumpahan langit yang tak pernah mengenal kata izin.

Diam-diam bibirnya tertarik ke atas, tersenyum kecil melihat tiga remaja itu saling memercikkan air hujan dengan tawa mereka yang lebar, lalu berlarian hingga hilang di persimpangan jalan.

Gadis itu tidak menyadari jika ada seseorang yang juga memperhatikan dirinya dari arah belakang. Dia masih terpaku di depan jendela besar tersebut dengan alunan musik yang tersambung melalui kabel yang menjalar ke telinganya. Ah.., bahkan, jika orang itu memperhatikan gadis tersebut dari jarak dekat pun, ia tetap tidak akan peduli.

Kemarahan, kekesalan, kekecewaan merundung pada gadis tersebut. Ia kesal dengan dunianya, ia pun juga kesal dengan kehadiran seorang Ibu yang bahkan tidak mengerti dirinya. Ia iri pada tiga anak yang berlarian menembus hujan tanpa ada batasan dan larangan.

Seharusnya, ia bisa menikmati masa akhir di mana memakai baju yang seragam menjadi berkesan. Namun, pada kenyataannya gadis tersebut berbeda. Masa SMA tidak seindah yang ia pikirkan. Tidak ada kata pendekatan hingga tidak ada kata pacaran. Siapa sih yang mau pacaran dengan seorang gadis yang setiap hari berteman dengan tumpukkan buku?

Orang yang sedari tadi memperhatikan gadis itu dari arah belakang, lambat laun terketuk hatinya untuk berada tepat di samping gadis itu. Gadis itu sebenarnya sadar bahwa seseorang sekarang datang untuk menjadi pahlawan untuknya, akan tetapi, ia sekarang sedang tidak butuh siapa pun untuk berada di sampingnya. Meskipun dia akan menjadi pahlawan untuknya. Percuma saja menjadi sosok pahlawan kalau dirinya sendiri tidak memahami maksud dari keinginan gadis tersebut.

"Apa yang menarik dari menatap dunia luar dari jendela?"

Benar saja, pernyataan ini yang pertama kali keluar dari mulut orang itu. Bahkan gadis itu sudah menduga sebelumnya.

Dan kata selanjutnya yang keluar adalah...,

"Apa tidak bosan melihat jendela terus? Itu semacam hobi ya?" tanyanya dengan kekehan kecil yang masih bisa terdengar.

Gadis itu enggan bersuara. Untuk apa mengeluarkan suaranya, toh, tidak akan pernah didengar oleh orang lain termasuk kakaknya sendiri.

"Apa susahnya sih ikut-in kemauan Ibu? Coba pikir aja deh, hidup sebagai dokter itu lebih menjanjikan dari pada menjadi seorang sastrawan. Hidup seperti itu lebih meyakinkan daripada selalu menjadi pengkhayal yang tidak jelas maksudnya." ucap orang tersebut sembari menenteng sebuah tas di bahu kanannya.

Kamu, Bagian dari RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang