Langkah cepat seorang gadis kecil memecah genangan air yang mulai membasahi jalanan berbatu diujung jalan menuju arah bukit. Hujan yang begitu deras di awal bulan Desember memaksanya untuk berteduh di sebuah rumah tua yang sudah tak berpenghuni. Awan gelap seakan menyelimuti seluruh langit jingga yang mulai menyembunyikan sang mentari. Dingin terasa menusuk tubuhnya yang masih terbalut seragam merah putih yang basah terguyur hujan. Giginya yang rapi dengan satu gingsul bergemeletuk karena menggigil sambil memeluk tas sekolahnya yang basah.
Karenina, gadis berusia 12 tahun itu sudah mulai gelisah karena sudah dua setengah jam dia berada di tempat yang sama. Bibir mungilnya mendengus pelan setelah melihat payung kecil yang dibawanya rusak karena tak mampu melawan terpaan badai angin dan hujan yang begitu derasnya. Dia mulai berfikir sang nenek akan mengkhawatirkannya karena hari hampir gelap dan dia belum sampai rumah.
Lamunannya terhenti ketika matanya yang bulat mulai tertuju pada seorang anak lelaki yang terburu-buru mengayuh sepedanya dari atas bukit di dekat tempat ia berteduh.
BRAKKK......
Sepeda yang dikayuh lelaki muda itu jatuh terperosok ke selokan kecil yang tertutup aliran air dari atas bukit. Karenina yang berada tak jauh dari tempat si lelaki jatuh sontak berlari melawan hujan mendekat dan memapah lelaki itu ke tempat ia berteduh.
"Duduklah disini, hati-hati, kakimu terluka..."
Anak lelaki berusia sekitar 15 tahun itu hanya menatap Karenina yang hati-hati membersihkan kakinya dari pasir dengan tangan tanpa bicara sepatah katapun, terdiam sambil memperhatikan Karenina yang kemudian sibuk mencari sesuatu dari dalam tas sekolahnya.
"Wajahmu kok lebam? Kamu habis berantem ya?"
Lelaki muda itu tetap tidak menjawab pertanyaan yang sebenarnya tak perlu dijawab pun orang juga akan tahu lebam di bibirnya adalah bekas pukulan.
"Kamu nggak paham Bahasa Indonesia ya?"
Wajah heran Karenina tak mampu disembunyikan. Tangannya melambai di depan wajah lelaki yang sedang melamun memperhatikannya. Ia mulai menyadari lelaki muda didepannya sedikit terlihat bukan orang Indonesia asli. Hidungnya mancung dengan mata cokelat dan kulit putih kemerahan. Badannya terlihat sedikit lebih tinggi dibanding teman seumurannya.
Sadar merasa diperhatikan, Nina mengalihkan pandangannya dan mengeluarkan saputangan yang dicarinya di dalam tas.
"Kakimu berdarah, ini akan membantu menghentikan darahnya. Tahan saja sebentar sakitnya ya..."
Karenina mengikat luka di lutut kaki kanan si lelaki muda itu dengan sapu tangan dan kemudian duduk di sampingnya.
"Sepertinya kamu bukan orang daerah sini, tunggu hujan reda,nanti kita pulang bersama ya... "
Karenina memamerkan senyumnya. Lelaki itu hanya membalas senyum kecil lalu memalingkan wajahnya ke arah air yang berjatuhan dari atap.
Kembali Karenina menopang dagunya dengan kedua tangannya sambil ikut menatap hujan ketika sebuah mobil hitam berhenti didepan rumah tua itu.Seorang lelaki paruh baya keluar membawa payung besar dan menghampiri mereka. Ia berlari kecil melawan hujan mendekati si lelaki muda dalam keadaan panik.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blue Handkerchief
RomanceKarenina, gadis piatu berusia 25 tahun adalah perawat di sebuah rumah sakit di Jakarta. Ibunya meninggal karena sakit sejak usianya 7 tahun. Diasuh oleh neneknya, Karenina menjadi gadis yang ceria,penuh semangat dan mandiri. Kisah cintanya dimulai k...