Seminggu setelah pertama kali masuk, dengan arti bahwa seluruh rangkaian acara MOS selesai dilaksanakan.
Tak ada hal berarti lain yang terjadi setelah keributan antara Aji dengan Radit. Setelah insiden itu, Aji dan geng-nya absen esoknya, dan muncul di hari berikutnya dengan perban di beberapa bagian anggota gerak mereka. Sesuai janji, mereka tak membocorkan atau membeberkan apapun mengenai kejadian sore itu.
Mungkin lebih tepatnya, mereka malu akan hal itu. Hehe.
Kelas sudah dibagikan, dan Radit masuk ke kelas X MIPA 2, yang tentunya juga sekelas dengan Lina.
Pagi itu, upacara Senin pagi dilaksanakan seperti biasa. Lalu kembali ke kelas, menunggu kelas pagi pertama hari itu.
Dengan duduk di kursi baris terbelakang, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Radit. "Pagi, bro. Kita sekelas lagi."
Dia menaruh tasnya di kursi sebelah Radit yang kosong, lalu menempatinya.
Dia adalah Jean Trisna. Murid baru yang bahkan sebelum dia melakukan apapun, sudah terkenal. Dengan perawakan tinggi (sekitar 180 cm), kulit putih dan rambut kecoklatan alami yang seperti bule, tak perlu waktu lama baginya untuk populer. Ditambah, dia adalah ace basket di SMP-nya dulu dan pernah menjuarai kejuaraan nasional.
Wajar kalau dia bikin heboh sebelum dia melakukan apapun, kan?
Radit hanya membalas sapaan Jean dengan anggukan, lalu kembali fokus ke buku kecil miliknya. Notebook kecil berisi catatan-catatan miliknya. Catatan tugas, deadline, misi, seputar misi, dan lainnya.
"Woi, serius amat." Jean kembali berkata pada Radit. "Baca apaan sih lu?"
"Catetan aja. Kenapa emang?"
"Wih, gile, anak rajin emang. Belom apa-apa udah bikin catetan segala. Berarti seterusnya kalo ada pr gue ngeliat dari lu aja, ya?"
"Terserah, itu sih urusan lu. Lu juga belom apa-apa udah bikin seisi sekolah berisik tiap lu lewat. Lu apain mereka, sih?"
"Yah, itu mah bukan salah gue. Yang berisik kan mereka, gue nggak ada hubunganya."
Nggak nyadar diri ini orang, pikir Radit. "Gimana kalo lu pacarin aja satu cewek biar cewek-cewek lain nggak berisik."
"Buset, nge-gas juga lo!" Jean tertawa kecil. "Kalo itu mah selow aja men. Ntar kalo ada yang nyantol juga gue kejar."
"Susah emang ya jadi orang populer." Balas Radit.
"Emang susah. Hahaha!" Jean kembali tertawa.
Sifatnya Jean memang terlalu carefree. Dia bicara itu dengan enteng. Memang bukan maksudnya buat sombong, tapi hanya sebagai candaan.
Bel berdering, dan guru wali kelas mereka masuk tak lama kemudian. Hari itu akan menjadi hari yang cepat untuk mereka sepertinya, karena para guru akan mengadakan rapat awal tahun ajaran, jadi mereka dipulangkan dengan cepat. Wali kelas mereka hanya menyampaikan beberapa aturan dan pesan, serta memimpin pemilihan ketua kelas yang, pada akhirnya, terpilih dengan 'sepihak'.
Kelas kemudian bubar. Selanjutnya adalah expo pendaftaran eskul yang akan berlangsung hingga jam 12, lalu siswa dibebaskan untuk pulang.
Jean, tak perlu ditanya lagi, akan ikut eskul basket. Radit tak menemukan eskul apapun yang menarik baginya, jadi dia memutuskan untuk tidak ikut eskul. Radit bertanya-tanya eskul apa yang akan dipilih Lina, sejak tidak ada batasan maksimum eskul yang bisa dipilih seorang murid. Tapi, Lina sudah mengancam untuk tidak mengusiknya di sekolah, karena itu Radit memilih diam dan mengamati saja.
YOU ARE READING
Catatan sang Penjaga Pisau Hati
RomansaBerada di umur yang 'tanggung', membuat Radit harus berhenti melakukan pekerjaan mencolok sebagai Intelejen, dan beralih kepada misi pengawalan sekaligus menjalani kehidupan normal layaknya ABG biasa. Target pengawalan, siswi SMA seumurannya, Lina...