Third Bud

487 50 20
                                    


THIRD BUD

Moon Child

~~~

No one to turn to

Nowhere to run to even if we could

~~~

"Kau pasti sedang bercanda? Kau pikir aku punya banyak waktu luang? Kenapa aku harus pergi dengan kalian semua untuk mencari tahu hal itu? Aku tidak kenal kalian. Dan ini adalah mimpi."

"Apa kau yakin ini hanya mimpi? Apa kau yakin kaulah yang sedang bermimpi?" sela Taehyung.

"Ini hanya mimpi. Aku tahu itu. Biarkan aku tidur tenang. Jangan muncul lagi dalam mimpiku. Jangan panggil aku lagi." Jungkook tidak ingin berurusan lagi dengan situasi ini lagi.

"Bagaimana kau bisa yakin ini hanya mimpi?" sekali lagi Taehyung bertanya.

"Kau mendengar panggilanku?" Mata pemuda berambut pink itu bersinar ketika mendengar Jungkook mengatakan itu.

"Kau harus pergi bersama kami. Kau bersama kami dalam hal ini."

"Kenapa?"

"Karena kita adalah anak-anak Bulan."

Jungkook menjadi semakin bingung dengan suara-suara yang terdengar. Semua menjadi bercampur menjadi satu. Suara Taehyung, Jimin, suara Namjoon. Semua orang berbicara bersamaan. Jungkook tidak tahu lagi siapa yang sedang berbicara apa. Semua yang ada di depan mereka berputar seakan kolam pusaran air kemudian gambaran itu muncrat ke arah wajahnya dan dia pun terbangun.

Begitu dia membuka mata, dalam pikiran berkabut, sambil menatap ke langit-langit, tak bergerak, Jungkook hanya dapat berpikir bahwa dia baru saja memimpikan mimpi yang janggal. Kini bukan lagi mimpi berlari, genre mimpinya berganti dari aksi menjadi sains fiksi fantasi.

Apa itu barusan?

Jungkook duduk dalam diam untuk sementara. Mengumpulkan isi benaknya. Setelah sesaat memandang kosong, dia memutuskan untuk meraih kertas dan pensil. Dia menggambar. Menggambar sesuatu. Selagi dia mencoba mengingat kembali wajah yang dia lihat dalam mimpi. Dia mencoba untuk mewujudkan gambaran tersebut ke atas kertas. Namun selagi dia menggambarkan garis, gambaran dalam benaknya tersebut menjadi semakin kabur perlahan seakan dia perlahan menghilang dari benaknya. Persis selayaknya bagaimana mimpi bekerja dalam pikiran seseorang. Kita hanya mengingat detilnya untuk beberapa detik setelah terbangun, dan kemudian ingatan itu akan perlahan menghilang dari benakmu hingga titik kau bahkan lupa pernah memimpikannya. Namun mimpi itu masih ada di sana. Hanya saja kau tidak lagi memiliki akses pada ingatan tersebut lagi, secara sadar.

Jungkook mencoret sketsanya gemas setelah beberapa kali mencoba. Dia tidak dapat menggambarkan rasanya dengan tepat. Dia mencoret hingga gambar tersebut menjadi gelap hingga akhirnya Jungkook melempar pensil di tangannya dengan kesal. Menghela napas keras dan menggosok wajahnya dengan frustrasi. Bagaimana bisa dia tidak dapat menggambar orang-orang itu namun kehadiran mereka seakan merupakan suatu hal yang penting hingga dia tidak boleh melupakan atau pun mengabaikannya? Seakan ini bukanlah sekadar mimpi biasa. Mengapa?

"Karena kita adalah anak-anak Bulan."

Anak-anak Bulan?

Mendadak perkataan tersebut terngiang dalam benaknya sekali lagi.

Tentang apa itu? Apakah ini semacam cerita rakyat Korea? Tapi Jungkook tidak dapat mengingat cerita rakyat apa pun yang berkaitan dengan bulan selain yang paling terkenal. Cerita itu mengenai dua orang bersaudara yang nyaris dimakan oleh harimau dan mereka kabur ke langit untuk meminta pertolongan dari Tuhan. Namun dalam cerita disebutkan bahwa akhirnya saudara yang lebih tua berubah menjadi Bulan sementara yang lebih muda menjadi Matahari. Itu adalah cerita rakyat mengenai terbentuknya Matahari dan Bulan. Tapi anak-anak bulan, tentang apa ini?

Teleponnya bergetar. Itu menarik perhatiannya dalam sekejap. Jungkook meraih ponselnya untuk melihat ada pesan baru untuknya.

Ibunya.

Jungkook, apa kau bisa pulang malam ini?

***

"Jungkook a~, Omma dengar kau datang ke psikiater. Apa kau baik-baik saja?"

Sebuah pertanyaan dadakan dari ibunya membuatnya seakan dihantam palu di belakang kepalanya. Jungkook kehilangan selera makan hingga meletakkan sumpit makannya. Keheningan panjang terjadi.

"Omma juga dengar dari Soobong kalau kau terus bekerja tanpa tidur dengan benar. Apa kau ingin berbicara denganku mengenai masalahmu?"

Lagi-lagi dia melakukan ini.

Jungkook terus saja menunduk, menatap ke arah mangkuknya.

"Mungkin rekomendasi Soobong tidak cukup baik untukmu. Atau nggak Omma akan aturkan dokter yang lebih baik untukmu. Bagaimana?"

Ini menyesakkan.

Apakah dia sedang bernapas sekarang? Apa yang sedang dia lakukan? Tenggelam. Dia sedang tenggelam. Dia semakin terjatuh tidak peduli sekeras apa pun dia mencoba untuk meraih permukaan; dia harus mengeluarkan dirinya dari tempat ini.

"Mau ke mana?"

"Pulang." Jungkook mengatakannya tanpa membalik tubuhnya menghadap ibunya. Dia ingin keluar dari tempat ini secepat mungkin.

"Tapi..."

"Aku baik-baik saja, Omma."

Dia lanjut berjalan tanpa memandang ke belakang sekali lagi. Bahkan ketika ibunya masih memanggilnya kembali.

Dia muak dengan semua hal ini. 


Author's Note: For first, I did change some part of my story here. Selain mengenai judul, cover, dan beberapa hal minor di 2 bab sebelumnya, tidak ada perubahan besar sih. Plot tetap sama. Kegalauanku pun tetap sama.... OTL nulis ff ini begitu sulit. Semoga kalian tetap sabar dengan aku yang lama banget kalau update ff ini ya. Kalian masih tetap mau berteman denganku kan meskipun aku slow update? :'( *lebay. LOL*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 03, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

At the SnowfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang