Ketika seseorang dilahirkan di dunia, apakah dia bisa memilih siapa keluarganya? Bagaimana asal usul keluarganya? Dan apakah dia bisa memilih untuk tinggal dan memilki keluarga yang kaya akan harta atau keluarga yang sederhana? Tidak bukan? Itu semua sudah diatur oleh Sang Pencipta.
Apakah salahnya jika dia dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarga yang tidak bergelimang harta sepertiku? Bahkan itu mungkin bukan keinginannya.
Dan sekarang, aku. Rizkie Bramasta Afrendo. Anak dari CEO perusahaan property terbesar di Indonesia—Andy Afrendo. Dan dilahirkan dari rahim seorang Ibu, Meryana Safira—pemilik butik terkenal di Indonesia. Aku tidak pernah meminta agar terlahir dan hidup dari keluarga yang kaya. Tapi Yang Kuasa telah menentukan jalan hidupku. Jadi? Apa salahku jika aku terlahir dari keluarga yang kaya?
*
"Sayang, bangun"
Aku mengerjapkan mataku yang silau karena cahaya matahari yang masuk ke kamarku. "Aduh Ma, masih pagi" ujarku pada wanita yang menyibakkan gorden kamarku
"Udah jam setengah 6 sayang. Hari ini kan hari pertama kamu kerja di kantor Papa" ucapnya sambil menarik selimutku.
Aku membuka mataku, "Cih.." cibirku.
Aku berjalan gontai dengan nyawa setengah sadar(?) dan menyambar handuk yang menggantung di sebelah kamar mandi dan langsung masuk ke kamar mandi...
Brakkk. . . .
Wanita itu hanya menggeleng-gelengkan kepala dan pergi menuju meja makan.
Di meja makan sudah ada Andy yang sedang menyantap roti panggang dan kopinya.
"Udah bangun dia, Ma?" ujar Andy sambil membaca Koran yang di hadapannya.
"Udah. Lagi mandi" jawab Meryana—atau yang lebih akrab disebut Mery.
Mery menyiapakan sepotong roti panggang dengan selai coklat di atasnya dan segelas chocolate panas.
Aku berjalan menuruni tangga sambil membenarkan letak dasiku yang berantakan.
"Pagi Pa, Ma" sapaku sambil duduk dan mulai menyantap roti panggangku.
"Kamu nanti kalau mulai kerja jangan pernah telat. Kamu anak Papa, kamu itu cerminan Papa. Jangan buat Papa malu. Kamu denger?" ujar Andy dan menatapku dengan tatapan tajamnya.
"Iya Pa, beres" ujarku sambil meminum chocolate panas buatan Mama. "yaudah Pa, ayo berangkat"
"Bentar dasi kamu" ujar Mama yang langsung membenarkan dasiku.
Aku beruntung memilik seorang Mama seperti dia. Mama bisa membagi waktnya. Ada saatnya dia bekerja, dan ada saatnya dia menjadi seorang ibu untuk anaknya. Aku sangat menyayanginya.
"Udah. Ganteng banget anak Mama" ujarnya sambil mengelus pipiku.
"Iyalah, kan anak Mama" jawabku sambil tersenyum. "yaudah Ma, Rizkie berangkat dulu ya" pamitku sambil mencium keningnya.
"Iya hati-hati ya sayang, jangan buat Papa marah" ujar Mama
Aku hanya mengacungkan jempol.
"Kamu naik mobil sendiri. Papa gak mau orang-orang beranggapan kalau kamu gak Papa fasilitasi mobil." Andy langsung memasuki mobilnya dan sopir langsung menjalankan mobil keluar dari garasi.
Aku hanya menghela nafas, entah mengapa laki-laki itu tidak pernah berubah.
"Mari mas saya setirkan mobilnya" ucap Pak Rahmat, salah satu sopir yang bekerja di rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Difference
Teen Fiction"6 tahun aku menunggunya" "6 tahun aku tidak bisa membuka hatiku untuk laki-laki lain" "6 tahun, Nay. 6 tahun." isakku kepada Nayla. Aku tidak bisa membendung air mataku saat melihat kejadian yang membuat luka lamaku terbuka kembali. Kejadian yang s...