“Sial, di mana kunci mobilku!” runtuk Dylan yang sibuk mondar-mandir seperti setrikaan listrik itu. Tak lupa dia mengacak-acak rambut panjangnya dengan sebal, dia sudah seperti orang gila di sekolah sendiri.
Dylan terus mondar-mandir sambil mengobrak-abrik benda yang berada di hadapannya, seperti tumpukan buku, tas, atau apalah itu yang bisa dia jadikan sasaran empuk pelampiasan kemarahannya yang sudah memuncak sampai ke ubun-ubun. Sampai-sampai, vas bunga pun tak luput dari kemarahannya yang sudah memuncak sampai ubun-ubun.
Setelah merasa putus asa dan mengingat otot-otot kakinya perlu di istirahatkan, Dylan memutuskan untuk beristirahat sejenak di bangkunya. Wajahnya sudah ditekuk-tekuk seperti uang di dalam dompet.
“Shit, ini pasti ulah si anak baru itu!” pekikknya dengan frustasi. Nafasnya sudah memburu tak beraturan seperti banteng di medan perang.
“Ada yang bisa saya bantu, nona?” Merasa di panggil –karena melihat keadaan kelas ini hanya di huni oleh dirinya– Dylan menengadah ke atas. Matanya menangkap laki-laki yang cengingiran ke arahnya, tatapannya tersirat kepuasan.
Pupil Dylan langsung membesr dari sebelumnya. Dia menunjuk laki-laki di hadapannya, “kamu?!” serunya dengan sebal. Rasanya, dia ingin menelan hidup-hidup laki-laki yang berada tepat di hadapannya.
Laki-laki itu menatap ke arah Dylan dengan meremehnya. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya ke Dylan hingga tersisa beberapa cm saja, kedua tangannya menopang pada meja di belakangnya. Deru nafasnya menyentuh permukaan kulit wajah dan leher Dylan sehingga membuat Dylan bergidik ngeri sendiri.
“Itu balasannya,” bisik laki-laki itu dengan lembut. Dia lalu menyeringai ke arah Dylan. Setelah cukup lama, laki-laki itu menjauhkan tubuhnya dan memunggungi Dylan.
Dylan hanya bisa diam mematung, berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan laki-laki itu. “Kembalikan kunci mobilku, curly!” teriak Dylan kesekian kalinya.
Merasa di panggil, laki-laki itu terdiam di tempat. Tak lama, dia memutar tubuhnya dan mendekat ke arah Dylanlagi yang sudah seperti singa mengamuk di tengah hutan. “Apa katamu? Kembalikan? Tidak mau, bodoh!” katanya dengan santai sambil berlalu meninggalkan Dylan sendiri.
Dylan menghela nafas berat berulang kali, “Keriting bodoh.” umpatnya dengan sebal. “Lihat saja besok, akan kubalas!” sambungnya sambil berlalu meninggalkan kelas, tak lupa mengambil tasnya terlebih dahulu di atas salah satu meja.
[]
“Hey! Kamu apakan mobilku?!” pekik laki-laki berambut curly itu dengan panik –Harry namanya/ Mulutnya berhasil membentuk ‘O’ besar yang sempurna.
Perempuan mengendikan bahunya, tak lupa memasang ekspresi tidak bersalah.
“Tidak, kok, aku hanya ‘bermain-main’ saja dengan mobil barumu itu dan asal kamu tahu, permainan itu sangat seru, lho, kamu harus mencoba!” ujar perempuan itu dengan bangganya. Cengirannya mengembang sempurna di wajahnya.
“Bermain-main katamu?!” geram Harry yang melotot ke arah perempuan berambut cokelat panjang di hadapannya dengan tatapan ingin membunuh.
“Iya, kok, bermain-main dengan cat maksudku.” Perempuan itu mengedipkan satu matanya lalu tertawa lepas. Harrya hanya diam mematung, amarahnya sudah memuncak sampai ke di ubun-ubun.
Harry mencengkram lengan gadis itu kasar, gadis itu merespon dengan meringis kesakitan, berulang kali dia mencoba memberontak dari cengkraman Harry tapi selalu gagal, tenaga Harry lebih besar darinya. Jelas bukan, Harry laki-laki sedangkan dia perempuan.
“Ikut aku,” Harry menarik lengan perempuan itu agar ikut bersamanya.
Lebih tepatnya, ikut secara paksa.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted ⇨ styles
FanfictionI keep moving forward, opening new doors, and doing new things, because I'm curious about the meaning about 'Love' And i know; Love is simple but full of meaning and sacrifice. ............................................................. [Styles] A...