UNKNOWN’S POV
“Apa Mom yakin? kita bisa tetap tinggal di LA, bukan?” Laki-laki berambut curly itu tiba-tiba muncul di belakang perempuan yang sedang membaca novel tebal, sepertinya dia ibu laki-laki berambut curly itu.
Perempuan itu terlonjak kaget atas kehadiran putra kecilnya. Dia pun meletakkan novel tebal yang di di atas bufet kamarnya. Setelah itu, dia berjongkok di hadapan putranya.
Di tatapnya putra keduanya itu, “Harry, please, jangan bilang seperti itu terus, well, walau kita sudah pindah tahun lalu dari Holmes, tapi sayang, Mom ngelakuin yang terbaik buat kamu dan Gemma," jelas Momnya dengan sabar.
"Dan kali ini, kita harus pindah ke London." lanjutnya dengan senyuman kecil yang menghiasi wajahnya.
Putranya – Harry namanya- terdiam mematung tak tahu harus berbicara apa kepada Ibunya sendiri. Ternyata pendirian Harry tetap berdiri kokoh, “Tapi, Mom...-”
“-kamu akan punya teman banyak disana, kamu juga bisa beli pizza yang banyak dengan Gemma di pusat kota, kita bisa berjalan-jalan di taman. Oh, ya, Mom sudah mencarikan rumah yang hampir sama dengan di sini,” sergah Mom dengan halus.
“Apa Mom menjamin aku akan punya teman?” ujar Harry setengah berbisik.
Momnya terkekeh pelan lalu tersenyum kecil, “Pasti, sayang, Mom jamin.”
[]
HARRY’S POV
“Gem, apa buku-buku ku sudah kamu masukkan kedalam box?” tanyaku memastikan. Kakak perempuanku –Gemma namanya- menengadah ke atas. “Uhm, sudah, kok,” balas Gemma dengan cepat lalu kembali memainkan handphone-nya kembali.
“Di mana Mom?”
“Lagi berkunjung ke tetangga, mengucapkan salam perpisahan mungkin,” jawab Gemma yang masih bergulat dengan handphone-nya.
Aku menganggukkan kepala, “Okey, kita berangkat ke airport dua jam lagi, kan?”
Gemma membalasnya dengan anggukkan kecil.
“Kalau gitu, aku mau kerumahnya Justin, ya,” pamitku lalu mengambil topi santai berwarna biru tua pemberian kakek ku di atas meja dekat sofa yang di duduki Gemma. Lagi-lagi, Gemma membalasnya dengan anggukkan.
“Jangan lama-lama, Harry." Pesannya.
“Sip!” balasku lalu memutar gagang pintu rumahku dan tak lupa menutupnya kembali. Aku menuruni beberapa anak tangga pembatas antara rumahku dengan teras depan. Setelah sampai di ujung teras, aku menarik pagar besi rumahku sehingga menimbulnya decitan khas.
Kebiasaanku; Aku paling jarang menutup pagar rumahku lagi. Sangat malas.
Aku melangkahkan kakiku ke arah rumah salah satu sahabatku, Justin namanya. Rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku, hanya selisih beberapa blok saja. Terik matahari pagi menyengat permukaan kulitku, member efek hangat.
“Na, na, na,” Aku bersenandung kecil sambil memasukkan earphone ke dalam setiap lubang telingaku. Aku mengececk ipodku, aku memutuskan memutar lagu kesukaanku.
“Dreaming about the things that we could be. But baby, I been, praying hard-“
Rasanya, tubuhku tiba-tiba terpental tapi tidak sampai jatuh menyentuh tanah. Hanya terdorong ke belakang. Jujur, ini sedikit menyakitkan. Apa yang kutabrak seorang atlet tinju? Serius, ini sakit.
“Sorry. Aku enggak tahu.” gumamku lalu melepas earphone yang terpasang di telingaku. Buru-buru aku membantu seseorang yang jatuh berlutut di hadapanku. Aku memapahnya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted ⇨ styles
FanfictionI keep moving forward, opening new doors, and doing new things, because I'm curious about the meaning about 'Love' And i know; Love is simple but full of meaning and sacrifice. ............................................................. [Styles] A...