1. Pindah Rumah

10 0 3
                                    


Suhu di pagi hari awal bulan februari mulai terasa sedikit menghangat. Namun tetap saja bagi sebagian orang lebih memilih berdiam diri di ruangan yang hangat beserta selimut terbalnya. Khususnya bagi para pelajar yang masih menikmati liburan musim dingin, termasuk Han Yeo Reum. Ia masih bergulung dengan selimut pink tebalnya. Jarum jam yang sudah menunjukan pukul delapan dan matahari yang sedikit demi sedikit meninggalkan peraduan, tidak juga membuat Yeo Reum bangkit dari kehangatan -selimut- tersebut. Sampai seseorang menyibakan selimut tersebut secara paksa dan menghantamkan benda keras di punggungnya. "Imo! Sakit!". Dalam sekejap Yeo Reum terbangun bersama suara protesnya. Ia mengusap kasar punggungnya dan sangat yakin itu akan menimbulkan memar selama beberapa hari, karena hal ini sering terjadi.

"Hei gadis pemalas! Ayo bangun sekarang! sebelum kau aku masukan ke dalam mobil box di luar!" Gertak sang bibi dengan penggaruk punggung ditangan. Barang sakti itu lagi-lagi berhasil membangunkan Han Yeoreum si putri tidur.

"Ah... benar! hari ini kita pindah ke rumah baru!" Secepat kilat Yeoreum langsung masuk kamar mandi seraya membersihkan diri tanpa adanya protes ataupun rajukan seperti biasanya.

Sampai kapan ia akan seperti itu?. Bibi Yoon bergumam sambil merapihkan alas tidur dan selimut Yeo Reum. Belum selesai beliau melipat, Yeo Reum sudah memanggil dirinya dengan suara yang cukup menggangu pendengaran. "Imo!", karena hal-hal seperti itu sering terjadi, beliau dengan tenang menghampiri pintu kamar mandi.

"Tidak usah berteriak! Ada apa?"

"Imo.... Handukku mana?!" Masih tidak merendahkan volume suaranya Yeo Reum menjawab dari balik pintu kamar mandi.

"Tidak usah pakai handuk. Semua handuk sudah dimasukan ke dalam kardus!"

"Apa?!? Imo, Kau tega sekali! Aku bisa terkena flu!", Sembur Yeo Reum dengan suara yang lebih keras lagi.

"Kau sudah terbiasa tidak memakai handuk tidak akan terkena flu! Cepat keluar!"

"Imo! Imo...!!!!!!"

Tanpa menanggapi teriakan nyaring Yeo Reum, beliau kembali ke dalam kamar seraya membereskan sisa perkerjaan yang tertunda. Gadis itu, kapan ia akan dewasa? Kalau begini terus tidak akan ada laki-laki yang menyukainya.

***

"Imo, kau bilang kita akan tinggal di daerah munhak?", penuh antusisas Yeo Reum memposisikan duduk ke arah adik dari ibunya tersebut. Berbanding terbalik dengan sang keponakan, Bibi Yoon hanya memberi gumaman singkat sebagai jawaban.

Jawaban Bibi Yoon cukup membuatnya semakin berseri-seri. Sambil mengepalkan kedua tangan Yeo Reum kembali ke posisi duduknya dan tersenyum bahagia. Apakah ini yang dinamakan takdir? Kita akan tinggal di daerah yang sama!

"Berhenti berhalusinasi. Pikirkan ujian masuk universitas yang akan kau hadapi."

Bibi Yoon berbicara seakan tahu apa yang ada dipikiran Yeo Reum.

Kepingan-kepingan mimpi indah Yeo Reum seakan hancur seketika saat mendengar perkataan sanak keluarga satu-satunya yang ia miliki itu. Raut kebahagianan secara cepat berganti masam. Kenapa selalu sang bibi yang menghancurkan kegiatan yang paling ia sukai itu?. Berkhayal.

Yeoreum semakin menekuk wajahnya ketika perkataan bibi Yoon memenuhi isi kepalanya. Ujian masuk universitas bagai momok yang sangat menakutkan bagi siswa kelas tiga sekolah menengah keatas sepertinya. Tidak lulus ujian universitas sama saja ia menghancurkan mimpi-mimpi selama ini, menjadi istri yang sempurna bagi Park Jae Jin.

Annyeong Yeoreum-aWhere stories live. Discover now