bukan salahnya kalau joy lupa membawa payung ketika ia keluar rumah tadi siang. joy tak sempat berpikir untuk membawa payung jika ketika baru saja menjejak kaki keluar rumah dan mendapati panas matahari menyengat yang sontak memanasi ubun-ubunnya. tidak juga joy berpikir jika akhir-akhir ini anomali cuaca sering terjadi dan bukan suatu yang mustahil kalau hujan tiba-tiba turun ketika joy tengah membawa diri menuju kedai tempat ia sudah berjanji dengan sang kekasih.
tidak mau membasahi diri, joy melipir ke sudut toko kue yang sayangnya sedang tutup. coba kalau buka, ia pasti tidak repot-repot merapatkan diri ke toko agar tidak terkena pias air hujan yang semakin lama semakin deras itu.
getaran dari saku celananya menghantarkannya pada benda kecil persegi panjang yang kini lampunya berkedip, tanda bahwa seseorang tengah berusaha menghubunginya.
namun belum sempat joy mengusapkan jemarinya ke layar, untuk menjawab, panggilan itu terputus sepihak.
joy menghela napas berat.
"mbak." joy menoleh, melayangkan pandangan ke arah samping, baru menyadari bahwa bukan hanya ia yang numpang berteduh di sini.
belum sempat joy berkata apa-apa. orang di sampingnya itu justru mengulurkan jaket dengan pandangan lurus ke depan, enggan melihat ke arahnya.
sedetik, ia menatap heran. sedetik lagi, ia membulatkan mata. sampai sebuah kenyataan menerpanya. lekas, joy memasang jaket itu pada tubuhnya yang sialnya berbalut blouse putih yang kini agak basah itu.
joy menatap ragu ke arah seseorang itu, yang masih tidak berhenti melihat ke depan, ke arah jalanan. alih-alih menoleh ke arahnya.
"ini ...," ia mulai bersuara. mencoba menarik perhatiannya. "makasih, mas."
menoleh, dan tersenyum tipis. tanpa balasan apapun. sunyi panjang hanya diisi oleh hujan yang tak kunjung reda.
"jaket ini nanti saya kembalikan ya," ujar joy ketika hujan mulai reda.
"engga perlu, itu memang saya kembalikan ke pemiliknya, kan?" kemudian berlalu, berlari dengan hujan yang masih rintik-rintik.
