Ting, pintu lift terbuka. Kakiku melangkah menuju apartemenku yang berada tak jauh dari lift.
Kutekan pin apartemenku dan betapa kagetnya aku saat melihat sesosok laki laki vulgar tanpa atasan dan hanya mengenakan celana pendek sedang menonton televisi.
“ya Park Jimin!” teriakku padanya, yang kuteriakki hanya terkekeh pelan sembari menunjukkan mata sipitnya.
Aku berjalan cepat menujunya, dan kupandangi ia dengan tatapan tidak percaya.
“ya! Apa yang kau lakukan di apartemenku?” tanyaku.
Ia menoleh kearahku “aku hanya bosan dengan pekerjaan perusahaan, jadi aku memutuskan untuk cuti dan tinggal di apartemenmu untuk sementara waktu” katanya.
Apa? Aku benar benar tidak percaya hal ini.
“mengapa kau tiba tiba memutuskan hal ini tanpa memberitahuku terlebih dahulu?”
“haruskah aku meminta ijin adikku terlebih dahulu sebelum ke apartemennya?”
“ne! kau sangat harus memberitahuku terlebih dahulu” kataku dengan agak kesal.
Jimin menatapku dan memasang wajah memelasnya.
“naneun neomu geuliwo Hyejin-ah” (aku sangat merindukanmu Hyejin) katanya masih dengan wajah memelas yang dibuat buat.
Ditambah dengan aegyo nya yang sangat membuatku kesal. Namun, aku tidak bisa berlama lama marah dengan oppa ku ini, bagiku ia adalah segalanya dalam hidupku setelah kedua orangtuaku meninggal dunia 5 tahun yang lalu.
Aku terkekeh pelan melihat tingkahnya itu “kau tahu kan bahwa aku tidak bisa berlama lama marah denganmu, oppa” kataku.
Ia tersenyum dan kemudian menarikku ke sebelahnya, ia memelukku dari samping dan ber-aegyo ria.
“gomawo” (terima kasih) kata Jimin.
Aku mengangguk, sedetik kemudian aku menyadari suatu hal dan menjauh dari pelukannya. Jimin memasang wajah bingung dan bertanya mengapa.
“ya! Pakai dulu bajumu sebelum kau memelukku!” suruhku padanya setengah berteriak.
Kemudian Jimin berlari terkikik menuju kamarnya. Aku menghela napas dan masuk ke kamarku untuk tidur.
***
“Hyejin, aku sangat mencintaimu” kata seorang lelaki.
Kupandang wajah lelaki yang sangat familiar dimataku itu. Ah, Kim Tehyung rupanya. Jantungku entah kenapa tiba tiba berdetak tak karuan saat ia mendekatkan wajahnya pada milikku.
Aku mundur selangkah, namun ia dengan cepat memeluk pinggangku dengan tangan kanannya dan menghapus jarak diantara kami, kini jarak wajah kami hanya sepersenti. Aku memejamkan mataku bersiap menerima ciumannya.
Kurasakan bibirku menyentuh sesuatu, kubuka mataku dan mendapati Jimin sedang menarik bibirku. Aku terkejut dan melonjak dari tempat tidurku.
“apa yang kau mimpikan?” tanyanya menyelidik. Matanya menyipit dan mendekatiku dengan pandangan menyelidik.
“apakah kau memimpikan sesuatu yang mesum?”
pletak!
Jimin meringis setelah satu pukulanku mendarat di dahinya.
“jangan berpikir yang macam macam” kataku kemudian beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi untuk membasuh wajahku.
“anak aneh” gumam Jimin setelah aku menutup pintu kamar mandi dengan agak keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will you be with me ?
FanfictionAku harap kamu itu tidak seperti cinta, yang datang dan pergi secara tiba tiba. Aku juga berharap kisah kita tidak berakhir seperti Romeo dan Juliet. Namun aku berharap, kita akan selalu saling menjaga satu sama lain dan saling membahagiakan satu sa...