"Hyejin, tolong buatkan aku secangkir kopi"
Aku mendengar suara dari ruang tengah apartemenku, itu Jimin.
Aku yang sedang tiduran sembari membaca komik sangat terganggu dengan perintahnya itu.
Aku mendesah gusar dan segera menuju ke ruang tengah, mulutku tak hentinya menggerutu kesal pada manusia yang saat ini sedang duduk manis menonton tv dan meletakkan kedua kakinya diatas meja kaca dengan santai.
"Ini sudah malam, aku tidak akan mengijinkanmu untuk minum kopi" kataku.
Jimin mendongak dan melihatku dibelakang sofanya, kemudian ia melirik jam yang menggantung di dinding sebelah kiriku.
"Ini baru jam sepuluh, jangan membesar besarkan" Jimin kembali menonton tv.
"Aku tetap tidak mengijinkanmu" kataku kekeh.
Kulihat Jimin kembali memandangku dengan tatapan yang dibuat agar memelas seperti anak anjing yang meminta tulang pada majikannya. Ah makhluk ini sungguh merepotkan.
"Aku akan membuatkanmu teh chamomile" kataku cepat. Aku segera menuju dapur untuk menyeduh teh tanpa persetujuannya.
Kudengar Jimin sempat menolak dan mendengus, tetapi aku tidak memerdulikan hal itu dan tetap menyeduh teh.
"Tadi aku melihat Jungkook" seketika aku menghentikan kegiatanku.
Jimin berkata masih dengan menonton tv, apa katanya? Ia melihat Jungkook? Aku berpura pura tidak peduli dan tidak merespon perkataannya.
"Dia bersama seorang wanita"
Jimin menambahkan pernyataannya.Aku tersentak dan hampir menjatuhkan cangkir kosong yang berada dalam genggamanku. Teringat kembali kejadian tempo hari saat Jungkook mengakhiri hubunganku dengannya. Luka itu kembali terbuka dan mendadak hatiku terasa perih.
Jimin beranjak dari tempatnya dan perlahan mendekatiku yang berada di dapur, ia duduk di pantry sambil memandang punggungku.Aku menarik napas dalam dalam dan sangat tidak ingin Jimin melihatku seakan aku peduli dengan mereka lagi.
"Lalu?" Suaraku terdengar agak bergetar.
Jujur, aku belum bisa melupakan Jungkook, hatiku merasa sangat sakit jika mendengarnya bersama wanita lain selain aku.
"aku tidak sempat memukulnya karena ia segera pergi menggunakan mobil"
"bersikaplah tidak peduli padanya, itu akan lebih baik" kataku masih berkutat dengan teh chamomile-ku.
"maaf, jika aku melihatnya lagi. Aku tidak akan berjanji kalau aku akan mengabaikannya" Jimin sepertinya bersungguh sungguh, terdengar di nada bicaranya.
Aku berbalik dan menyerahkan secangkir teh yang baru saja selesai kuseduh, ia berterima kasih dan menyesapnya perlahan.
Aku menarik kursi dan duduk berhadapan dengannya di pantry. Jimin memandangku lembut dan aku membalasnya dengan pandangan sarkastik.
"kau yakin akan memukulnya? Kau tahu bahwa dirimu kalah dalam hal postur tubuh darinya, aku tidak ingin kau dipermalukan" kataku dengan nada menyindir.
Jimin membelalakan matanya tidak percaya dengan apa yang aku katakan.
"ya! Tidak perlu mengejekku, percayalah pada oppa mu ini" aku terkekeh mendengar Jimin yang sangat percaya diri.
"aku tidak mengejekmu, aku hanya mengatakan fakta" aku mengatakannya secara mantap
"Mwo?!" (apa)
Jimin kemudian menarik kepalaku menuju lengannya dan kemudian mengunciku disana. Aku meringis dan memukul mukul lengannya dengan tangan kecilku, Jimin tertawa sangat puas melihatku berada dalam kuncian lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will you be with me ?
FanfictionAku harap kamu itu tidak seperti cinta, yang datang dan pergi secara tiba tiba. Aku juga berharap kisah kita tidak berakhir seperti Romeo dan Juliet. Namun aku berharap, kita akan selalu saling menjaga satu sama lain dan saling membahagiakan satu sa...