Lupa

50 5 8
                                    

 Aku yakin Tuhan memiliki rencana terindah untukku bahwa aku akan menemukan cinta sejati. Dua hati menjadi satu dan saling menemukan rumah. Sebenarnya aku sudah tidak sabar menemukan rumahku. Ya, mungkin Tuhan memiliki jalan lain. Bukan sekarang, tetapi nanti. Siapakah cinta sejatiku? Kamukah yang aku cintai atau laki-laki lain yang baru kukenal lalu mencintaiku apa adanya?

"Heh, Ra! Kenapa bengong saja?"

"Ah, enggak kok. Yuk, ke kelas saja! Bentar lagi masuk."

Oh ya, saat ini aku sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di daerah Jabodetabek. Alasan yang tak masuk akal saat aku memutuskan untuk masuk ke sini. Alasannya hanya satu, dia yang kucintai. Aku tahu masa depan tidak sesederhana itu. Namun, aku yakin bahwa keputusanku tidak salah. Bila pun salah, pasti aku tidak akan diterima di perguruan tinggi ini. Lalu, hal itu yang membuatku sangat yakin bahwa ia memang jodoh yang telah dipersiapkan oleh Tuhan untuk menemaniku selama bertandang di dunia yang fana.

"Hoam, dosennya ngebosenin ya Ra."

"Ssssst. Niat kuliah enggak sih?" tanyaku kesal.

"Gue kan enggak secerdas lo. Hobi gue bukan belajar kayak lo," jawab Karin ketus.

Karin adalah salah satu sahabat terbaikku. Sifatnya memang agak keras dan memiliki cara yang lain untuk memberikan perhatian orang yang ia sayangi. Aku yakin dia menyayangiku sebagai sahabatnya walaupun dia sering membentakku.

Dua jam berlalu.

"Ke kantin, yuk! Gue lapar."

Aku hanya mengangguk. Beberapa hari ini, nafsu makanku berkurang. Mungkin menemani Karin saja.

"Lo mau makan apa?"

"Jus alpukat."

"Gue tanyanya makan. Bukan minum."

"Aku enggak nafsu makan."

"Kenapa? Gara-gara cowok yang enggak punya hati itu?"

"Kok kamu tahu?"

"Gue kenal lo enggak cuma sehari dua hari doang. Kenapa lagi dia?"

"Dia enggak ngucapin HBD. Apa aku salah ya berharap kayak gitu?"

"Lo salah besar mengharapkan cowok kayak gitu. Dia emang bego. Setelah lo berkorban kayak gini, apa yang lo dapat? Ha? Sudah cukup! Jangan harapin dia lagi! Cari yang lain, cowok juga masih banyak enggak cuma dia saja."

Aku sudah menerka bahwa Karin akan berbicara seperti itu. Dari awal dialah yang menentang tentang rasaku untuknya. Makanya aku tidak mau cerita tentang kegundahanku dengan Karin. Jujur aku memang sudah terlalu sakit, tetapi sulit untuk melupakannya. Dia telah bertengger di hatiku selama dua tahun lebih. Untuk melupakannya tidak bisa hanya sekejap saja. Bisakah kamu mengerti Rin?

"Yakin lo masih mau suka sama dia?"

"Sudahlah jangan bahas itu lagi!"

"Lihat belakang lo!"

Zain. Laki-laki yang kucintai bersama dengan wanita lain.

Siapa wanita itu? Apa ini hadiah ulang tahunku darimu? Cukup menarik hadiahmu.

Bodoh! Harapanku memang tidak masuk akal.

"Lo harus kuat, Ra! Jangan karena dia lo jadi lemah kayak gini!"

"Iya, Rin. Terima kasih, kamu sudah menguatkanku. Aku akan mencoba untuk melupakannya."

***

"Sakura, tunggu."

Suara laki-laki itu...


Don't Be LateWhere stories live. Discover now