(02) Rey Hana

114 14 2
                                        

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Satu persatu siswa mulai meninggalkan kelas kecuali dua orang gadis yang kini tengah sibuk membersihkan kelas. Gadis bertubuh tinggi berkuncir kuda dan gadis pendek berkaca mata itu masih betah berkutat dengan alat kebersihan mereka.

"Li, tadi pagi gue nabrak cowok. Kayaknya dia kakak kelas, deh," ucap gadis berkuncir kuda, Hana.

"Parah, lo!" Sahut gadis pendek di sebelahnya, Laili.

"Cowok yang tadi pagi gue tabrak ganteng banget. Kayak Vernon Seventeen. Sayang banget, gue gak tau namanya," ujar Hana sambil memeluk sulak bulu ayam bekas membersihkan jendela.

"Yang bener aja. Nih, ya vernon itu ganteng banget. Gak akan ada yang bisa nyamain kegantengan si Vernon tau, Han," seru Laili tenang.

"Serius, gue mah bisa bedain mana yang mirip mana yang enggak,"

"Iya gue tau lo jagonya lihatin orang ganteng. Kemaren tetangga gue lo kira Aliando, tadi siang temen SMP gue lo bilang mirip Nichol, mau lo apa sih?"

Tawa Hana seketika menggema di dalam ruangan itu. Tawa seorang Hana yang tak banyak orang lain ketahui.

Rey Hana. Gadis alam yang selalu mengikuti apa kata hatinya. Termasuk melanggar peraturan yang ada di sekolah.

Namun, jauh dari itu semua. Hana tetaplah Hana. Gadis periang dengan segala keunikannya. Tak banyak yang tahu tentang sifat asli dari sosok Hana ini. Hanya mereka yang mau berteman dengan Hana apa adanya lah, yang tahu. Laili, gadis mungil dengan bingkai kacamata itulah salah satu orang terdekatnya.

"Hahahahaha... emang gue ahli banget ya, Li?" Laili hanya dapat memutar kedua bola matanya mendengar pertanyaan dari Hana.

Selesai membersihkan kelas mereka pun berniat pulang bersama.

Kring~ Kring~
Dering handphone Hana membuat keduanya menghentikan langkah mereka.

"Assalamualaikum, Yah," ucap Hana.

"..."

"Hana baru aja mau pulang naik bis sama temen Hana, Yah."

"..."

"Tutor? Tutor apalagi? Hana bisa kok belajar sendiri,"

"..."

"Iya deh iya. Hana ke ruang ayah sekarang."

Melihat raut kesal di wajah sahabatnya, Laili hanya menghela nafas pelan.

"Apa lagi, Han? Bokap lo, ya? Ya udah sana ke ruangannya. Jangan bilang lo mau kabur lagi kalo disuruh ke ruang kepsek." Hana hanya memberikan cengiran khasnya kepada sahabatnya ini.

Hana tak mendengar ocehan Laili dan terus saja menarik lengannya. Ia tidak ingin pergi menemui ayahnya atau siapapun itu yang akan menjadi guru privatenya nanti.

"Aduh, Han. Lo bandel banget, sih. Pasti sekarang pak Andi lagi nunguin lo di ruang... hmmmpp..."

"Ssstt... jangan keras-keras, Li."

Tangan Hana masih membungkam mulut Laili. Melirik daerah sekitarnya apakah ada orang yang mendengar percakapan mereka berdua.

Ya, Hana sengaja merahasiakan status bahwa ia adalah anak dari pak Andi, kepala sekolah SMA Andromeda. Bukan tanpa alasan ia merahasiakannya. Itu semua karena ia tak ingin ayahnya malu mempunyai anak yang bodoh sepertinya. Meskipun sejatinya pak Andi tidak masalah jika semua orang tahu bahwa Hana adalah anaknya. Seburuk apapun Hana dimata orang lain, ia tetaplah anak yang ia sayang.

Drrt Drrt
Kali ini handphone Laili yang bergetar.

"Hmmppp..." Hana yang mengerti maksud Laili pun langsung melepas bekapan tangannya.

Radio On Heart [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang