[04] Awal Kedekatan

62 13 2
                                    

NB: Sorry for typo...

***

DEVA POV

Sudah beberapa hari ini aku datang ke rumah Hana untuk belajar bersama. Meskipun selama itu aku mendapat beberapa perlakuan yang tidak mengenakkan darinya. Bukan perlakuan dalam artian tindakan, hanya saja tatapan mata dan suara tajamnya yang siap membuatku sedikit tak enak jika berlama dekat dengannya.

Aku sendiri tidak tahu alasan mengapa Hana seperti itu padaku tetapi tidak dengan temannya seperti Laili dan Naufal. Ralat, tidak hanya aku. Sering kujumpai pula Hana memberikan tatapan mata tak senangnya kepada Pak Andi. Meskipun pada akhirnya Pak Andi hanya dapat membalas dengan senyum tipis.

Pernah sekali aku bertanya di hari pertamaku selesai mengajar Hana kepada Pak Andi mengenai perilaku Hana yang sedikit kurang menerima. Pak Andi tersenyum lalu berkata, "Hana lebih parah dari ini sebelum dia mau menerima tawaran bapak dan... mengenal Nak Deva."

Ya, meskipun sedikit tak puas dengan jawaban Pak Andi, ada sedikit kelegaan setelahnya. Begitulah setidaknya, ada sedikit harapanku untuk Hana menjadi sosok yang dapat dibanggakan Pak Andi.

Pun dengan malam ini. Kakiku tak berhenti melangkah untuk mendekat ke rumah bercat abu-abu dan hijau. Rumah yang sudah beberapa kali ini kukunjungi bila jam telah menunjukkan pukul enam sore.

Hingga pada akhirnya kakiku telah berada tepat di depan pagar rumah itu. Tanganku terangat untuk menekan tombol bel yang berada tepat disamping pagar. Suara seorang gadis di belakangku menhentikan niatku. Suara dari seorang gadis yang baru saja kupikirkan, Hana.

"Rajin banget sih, Lo! Selalu tepat waktu," ujar Hana setelah berhasil membuka pagar didepannya.

"Yeah, it's me. By the way, lo dari mana?" balasku.

"Dari mana aja bukan urusan lo!"

Tak ada percakapan lagi setelah ia mempersilahkanku untuk masuk kedalam rumahnya. Sepi adalah satu kesan yang kudapatkan selama ini ketika aku bertamu ke tempat ini. Yang kutahu Hana hanya hidup berdua dengan Pak Andi. Sementara Pak Andi selalu sibuk dengan pekerjaan-pekerjaannya di ruang kerjanya. Hanya sesekali keluar untuk melihatku dan Hana yang tengah belajar.

"Kak, gue sholat dulu. Lo tunggu di ruang tamu kayak biasanya," pernyataan yang terdengar seperti perintah.

"Oh, Okay."

...

"Jadi udah paham soal nomer ini?" tanyaku.

"Errr... udah deh kayaknya," cicitnya. Nah, tumben nih anak sedikit jinak.

"Kok kayaknya? Yang bener udah paham belum?" tanyaku lagi dan mendapat gelengan cepat dari Hana.

Sekali lagi kuarahkan pensilku kearah buku lalu mulai menggoreskannya di atasnya. Beberapa rumus dasar yang perlu kujelaskan kepada Hana.

"Lihat, dek. Nih, gue buat contoh mudahnya aja ya. Kalo Sinus α sama dengan 4/5 dan yang ditanya adalah Tangen α atau Cosinus α maka lo harus cari nilai x dari rumus phytagoras dulu..." Dengan sabar kujelaskan materi tentang trigonometri yang belum ia pahami.

Sekiranya sudah paham, aku memberinya satu soal yang terbilang susah dan jauh dari contoh yang kuberikan. Aku ingin melihat sejauh mana ia mendengarkan penjelasanku dengan matanya. Meskipun sedikit malas ia pun mulai mengerjakan soal itu tanpa banyak bicara.

Aku memandangnya dalam diam. Hana dengan mimik seriusnya yang jarang sekali terlihat membuatku tak bisa mengalihkan pandangan darinya.

Sebenarnya Hana adalah anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Hanya saja ia kurang mengasah kemampuan berpikir yang ia miliki. Terbukti baru dua kali aku menjelaskan tentang materi trigonometri beberapa menit yang lalu, ia sudah paham dengan apa yang kujelaskan. Walaupun masih dengan ekspresi dinginnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Radio On Heart [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang