Waktu istirahat kurang tiga puluh menit lagi. Namun Hana sudah duduk santai di salah satu bangku kantin itu. Tak banyak yang ia lakukan disana. Hanya duduk mendengarkan lagu dari earphone sambil memperhatikan pedagang kantin yang tengah mempersiapkan barang dagangannya.
Bagi Hana sabtu pagi adalah waktu yang tepat untuk membolos pelajaran. Dimana sang guru pengajar jarang menghadiri kelas karena kesibukkannya di dinas kota. Tak heran jika Hana sedikit demi sedikit mulai dikenali oleh para pedagang kantin.
PUK
"Hey! Sendirian aja lo?" Tepukan di pundak menyadarkan Hana dari lamunannya.
"Eh, Kak Naufal. Ada apa kak? Sorry gue gak denger," ucap Hana sambil melepaskan salah satu earphone yang ia kenakan.
"Nothing. Pinjem satu earphonenya, dong," pinta Naufal sambil duduk di samping Hana.
Mereka duduk dalam diam dengan earphone yang masing-masing terpasang di salah satu telinga mereka. Cukup lama Hana tidak bertemu dengan senior sekaligus tetangganya itu. Membuat ia terdiam karena suasana yang sedikit canggung.
"Emm, kok kakak gak pelajaran, sih? Istirahat kan masih lama," tanya Hana memulai.
"Ya gitu," jawab Naufal singkat.
Melihat seniornya yang tidak berniat berbincang, membuatnya kembali terdiam. Memang sosok Naufal yang selama ini ia kenal adalah sosok yang tak banyak bicara dan juga orang yang tak mau diganggu kesenangannya. Meskipun terbilang cukup dekat, Hana tak ingin mengganggu Naufal jika Naufal sedang dalam swag n
Lima menit berlalu setelahnya. Lagu dari earphone yang mereka dengar masih menemani mereka. Jika saja boleh jujur, ingin sekali Hana mengubah suasana canggung menjadi ramai seperti biasanya.
Hana melihat-lihat daerah sekitarnya. Hingga tanpa sengaja matanya menangkap sosok lelaki bertubuh tinggi besar, berkulit cokelat, dan mempunyai jenggot tebal menatap garang kearahnya dan Naufal.
"Kak.. Kak.. Parah, nih. Ikut gue, kak," tanpa persetujuan Naufal, Hana menarik paksa tangan Naufal.
"Eh, Na! Lo kenapa sih? Kenapa harus lari? Gue kan..."
"WOY!! JANGAN LARI KALIAN BERDUA!" Seruan orang di belakang mereka membuat ucapan Naufal terhenti. Naufal yang mengenal suara itu lantas berlari mendahului Hana lalu berganti menarik tangan Hana.
"Lo kenapa gak bilang ada pak Marse di belakang? Yang bener aja, lo! Untung gue kenal sama suara dia" ujar Naufal sambil berlari.
Hana tak membalas dan terus berusaha mengimbangi langkah lari Naufal. Bagaimana tidak, Naufal yang terlahir dengan tubuh tinggi di atas rata-rata itu mengajaknya berlari yang hanya mempunyai tinggi 158 cm.
"KALIAN BERHENTI ATAU BAPAK KASIH KALIAN SCORSING!!" Seruan Pak Marse sang guru BP membuat langkah mereka semakin cepat.
"Lo mau berhenti atau lari, Na?" tanya Naufal lagi.
"Lari aja, kalo gue di scors mah gapapa. Pak Marse kan udah hafal muka gue. Gue mah kasian sama lo," Ujar Hana masih berlari.
Mendengar jawaban Hana membuat Naufal semakin gencar untuk berlari. Melihat Pak Marse yang sudah tak lagi nampak di belakangnya, Naufal mengajak Hana untuk naik ke atap sekolah.
"Hosh... hosh..."
"Kenapa lo? Capek?" tanya Naufal sambil duduk bersandar di salah satu dinding.
"Lo kok lari kenceng banget, sih? Hosh... seharusnya lo lepasin aja tangan gue. Gue gak masalah kok kalo di scors." Hana duduk perlahan di sebelah Naufal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio On Heart [HIATUS]
Teen FictionIni kisah tentang Deva si penyiar radio jenius dan Hana si gadis pemberontak sekolah. Deva dan Hana tidak saling mengenal. Hingga suatu hari semesta yang mempertemukan mereka. Melalui radio, timbul perasaan aneh yang candu pada diri mereka. "Cowok y...