"Kelihatan cantik sekali bukan?" pamerku pada calon client. Hasil karyaku di wajahnya membuat mereka kagum pada skill dan intuisiku.
"Indah sekali... kami akan menyewamu untuk pernikahan kami." wanita berusia 27 tahun itu tersenyum pada calon suaminya. Seolah bangga telah memilih yang terbaik untuk pernikahan mereka beberapa minggu lagi. "Saran saja, aku ingin rambutku sedikit disasak dan tolong rapikan alisku. Sepertinya akan lebih cantik dengan alis yang sedikit runcing."
"Tentu, dengan senang hati." balasku, senyumanku pada mereka pun berbalas. Wanita dan pria tadi membayar jasaku, mereka pun berlalu menuju ruang ganti. Mempersiapkan diri untuk foto pranikah mereka.
"Kau hebat..." Jensen mengacungkan dua jempolnya di udara. "Wajah orang tadi cukup sulit didandani... kau melakukannya seolah mengoles mentega di atas roti. Keren..."
"Ah, tidak seberapa. Kau lebih baik dariku soal base makeup. Aku hanya melakukan sebisaku."
"Hei, spot concealing di banyak titik seperti itu melelahkan, lho... Kau sabar sekali..."
"Ah, tidak... itu hanya..." lalu aku dan Jensen saling memuji satu sama lain. Kami selalu seperti ini setiap kali bertemu. Membicarakan hal yang baik tentang satu sama lain, bersaing membuat pujian yang tak terelakkan.
-✾-
"Akasha!" teriak seorang laki-laki yang sudah menungguku sejak satu jam yang lalu.
"Kau sudah menunggu lama, ya?" tanyaku sedikit khawatir. Keringat yang mengalir itu membuatku sadar betapa memuakkannya menunggu di pinggir jalan. "Kau sudah makan siang?"
"Jangan pikirkan aku, kau baru saja pulih. Seharusnya aku yang khawatir padamu. Ayo berangkat..." Jo menyodoriku sebuah helm. Miliknya yang dijadikannya milikku. Warna putih polos dengan sticker 'Drian' di belakangnya. "Sha... hari ini kita makan di luar ya. Kau pasti bosan makan di rumah."
"Boleh... aku dapat sedikit uang hari ini. Aku juga dapat klien merias. Akhir bulan ini aku bisa bayar cicilan rumah kita. Akhirnyaaa." lepasku, lega. Mengenakan helm darinya dengan ceria.
"Akasha, maaf... kalau saja aku tidak resign, kau tidak harus bekerja keras begini."
"Sudahlah, aku yakin kau akan segera menemukan pekerjaan baru. Kau kan pintar. Kau kan Jo milikku. Satu-satunya Jo yang kumiliki. Jo milikku bisa menaklukan tantangan hidupnya." lalu Jo memberiku senyuman terbaiknya. Menyuruhku naik ke motornya, membiarkanku memeluknya sepanjang jalan. Aku menyayangi suamiku lebih dari apapun.
-✾-
"Sha, kau adalah istri terbaik di dunia." katanya tiba-tiba. Mengawali makan siangku dengan perasaan sedih karena melihatnya. "Terimakasih sudah bertahan denganku. Satu tahun ini berat untukku. Maaf, aku baru bisa jadi ojek online seperti ini. Aku harap aku tidak membuatmu malu."
"Jonah sayang, kau sudah melakukan semampumu. Aku sebagai istri hanya perlu patuh dan menyokongmu. Tidak selamanya kau akan ada di posisi ini. Aku tahu kau sudah berusaha. Bersemangatlah sayang. Aku menyayangimu apa adanya."
Seketika mata Jo berkaca-kaca. Begitupun aku.
Setelah kehilangan bayi kami tahun lalu, Jo keluar dari tempatnya bekerja untuk mengurusku. Lalu sekarang ia terkatung-katung di jalanan. Sesekali melamar pekerjaan dan belum ada perusahaan besar yang menerimanya. Umurnya nyaris 30 tahun. Sempit baginya untuk bersaing dengan para lulusan muda.
Ia rendah diri, menghina dirinya sendiri karena pendapatannya lebih rendah dariku. Padahal, uangku adalah uangnya. Aku adalah istri yang tidak egois. Aku tidak mementingkan diriku. Aku mementingkan kami. Aku tidak pernah sekalipun merendahkannya. Aku bangga padanya. Pada semua usahanya. Pada susah payahnya melakukan ini dan itu untukku. Suamiku tersayang, Jonah.
KAMU SEDANG MEMBACA
COMA (A Story of Akasha)
SpiritualTuhan seolah berkata, "Ini... kuberikan kau hidup. Kau tak tahu kapan kau akan berakhir, tapi kau tak boleh mengakhiri sebelum waktu yang kutentukan." Dan aku berkata, "Tuhan yang memasukkanku dalam permainan ini..."