"AAaaaa..." tubuh ini berteriak saat aku menghantam intinya. Perempuan ini sedang duduk di depan kaca, memegangi dadanya yang kesakitan. Menangis, meminta pengampunan. Teringatkan apa yang terjadi sebelumnya. Keenan...
Tubuh perempuan ini tak berhenti menangis, terus menangis sesunggukkan. Seolah mengerti dengan yang kurasakan. Benar saja... Aku memegang penuh kendali atas tubuhnya.
"Ada apa? Kau baik-baik saja?" beberapa orang muncul berdatangan ke ruang rias. Salah satunya memegang kamera besar. Beberapa orang bersiap menolongku, mengantisipasi apa yang akan terjadi padaku. "Dadaku sakit sekali... Tolong ambilkan air..."
"Kau! air..." pria yang berdiri dan menyimpan tangannya di pundakku ini menunjuk salah satu dari beberapa orang tadi. Orang yang ditunjuknya mengangguk dan mengambilkanku sebotol air di ruangan lain. "Sebentar lagi kau tampil, kau akan baik-baik saja?"
Aku mengangguk. "Aku akan baik-baik saja..."
Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi, aku belum sempat membaca isi pikiran tubuh ini secara keseluruhan... Keira? Siapa dia...
"Ini, pak..." orang tadi menyodoriku sebotol air.
"Terimakasih..." balasku.
"Bersiaplah. Sebentar lagi on air..." Prima menguatkanku. Manager-nya Keira...
Semuanya berjalan cepat, aku diburu-buru ke backstage, mereka menghitung mundur, dan aku muncul dari balik layar LED besar yang bergeser. Penonton menyorakiku saat aku melambaikan tangan menyambut mereka. Kamera menyorotiku. Aku sang bintang hari ini.
Pembawa acara itu menuntunku ke sofa di sebelahnya. "Keira, selamat datang... Silahkan duduk... Anda cantik sekali hari ini..."
"Terimakasih..." singkatku.
"Bagaimana penerbanganmu? Masih jet lag? "
"Ah, tentu... saya masih sedikit pusing. But i feel much better, now..." perbincangan dilanjutkan dengan pertanyaan seputar filmku yang akan diluncurkan... atau lebih tepatnya film di mana Keira adalah bintang utamanya. Lalu tentang karakterku dalam film itu, tentang pengalamanku syuting di pulau terpencil demi film itu.
Pembawa acara itu lalu memanggil dua co-star yang ikut membintangi filmku. Kami berceloteh kesana-kemari, bercanda, menghidupkan suasana. Membahas hal-hal lucu seputar film yang kami bintangi. Lalu satu pertanyaan dari pembawa acara yang luwes dekatku ini membuatku tertegun.
"Berdasarkan film ini, kita tahu nilai dari hidup seseorang. Menurut Keira hidup itu apa?"
Waktu sempat berhenti saat aku berusaha menjawab pertanyaan ini. Aku teringatkan diriku, aku sadar jika aku sedang terombang-ambing sekarang. Tanpa kepastian apakah aku bisa kembali atau tidak. Aku terpikirkan Keenan, yang bunuh diri saat aku dalam tubuhnya. Aku terpikirkan tubuhku sendiri yang entah di rumah sakit mana. Aku terpikirkan tentang seseorang yang entah siapa yang sedang menungguku bangun...
Memoriku mulai kembali...
"Bagiku, hidup itu seperti... i don't know... mungkin seperti permainan. Tuhan seolah berkata 'Ini... kuberikan kau hidup, kau tidak berhak memilih akan menjadi siapa kau nanti, kau tidak tahu akan seperti apa hidupmu nanti kau tidak tahu kapan kau akan berakhir, tapi kau... tidak berhak mengakhiri sebelum waktunya.'
"Tuhan yang memasukkanku dalam permainan ini. Tuhan yang membuatku hidup sebagai Keira. Tuhan yang membuatku bisa seperti sekarang. Singkatnya, hidup itu adalah berkah dan ujian untukku. So, gunakan waktu kalian dengan baik. Kalian bisa bertindak sesuai keinginan kalian... ada miliaran cara untuk menghadapi keadaan hidup kalian. Pilihlah yang terbaik... Hidup hanya satu kali... Satu tubuh, satu nyawa, miliaran pilihan dan kemungkinan... itulah hidup..."
KAMU SEDANG MEMBACA
COMA (A Story of Akasha)
SpiritualTuhan seolah berkata, "Ini... kuberikan kau hidup. Kau tak tahu kapan kau akan berakhir, tapi kau tak boleh mengakhiri sebelum waktu yang kutentukan." Dan aku berkata, "Tuhan yang memasukkanku dalam permainan ini..."