Prolog

429 13 1
                                    

Ini cerita mainstream sih tapi bakal diusahain rada beda dari yang laen:v hehehe

Author ngasih peringatan buat para readers klo ini ceritanya maksain, jadi klo gak suka ama ceritanya mending ditinggalin, tapi klo suka cerita yg to the point dan yg maksain monggo dibaca:v

Smoga kalian suka. Sempet2in vote ya, nulis teh pegel nyaho.

Happy reading. 🙌

***

Alunan musik fur elise menggema, di ruang temaram dengan satu lampu menyorot sebuah grand piano yang dimainkan gadis kecil berseragam putih merah.

Jari-jari lentik yang putih dengan lembut menekan tuts-tuts piano itu, membuat rangkaian nada yang sangat menyedihkan. Tuts demi tuts ditekannya, penuh penghayatan dan tersirat banyak makna.

Prang! Brak!

Tangan itu tiba-tiba bergetar saat suara pecahan kaca dari ruangan sebelah yang sungguh memekakkan telinga. Teriakan demi teriakan dan bunyi bedebum keras dari ruangan sebelahnya membuat badan gadis itu tremor.

Musik pun berhenti. Dia takut.

Layaknya ruang yang temaram, pandangan gadis itu semakin menggelap saat bola matanya mengeluarkan air mata. Anak itu kembali terisak keras, saat cairan berwarna merah keluar dari hidungnya.

Hening, hampa, gelap, dan ketakutan.

Anak malang itu takut, namun setidaknya sang piano bersamanya.

Jari-jari itu kembali tergerak menekan tuts-tuts piano, melanjutkan musik fur elise yang terhenti. Pandangan kosong dan bibir yang tak lelah terisak menghiasi musiknya.

Sebab, hanya ini yang bisa gadis itu lakukan.

***

Absurd kan gaes? Iya, kek authornya:v

Wahaha

Lanjut? Ato engga?

Tinggalkan jejak wahai readers tercintah 🙏

My Devilish Teacher ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang