I want you to be mine
Always be in my whole life
Dua minggu kemudian...James menyandarkan tubuh tegapnya di meja marmer dapur, memandangi kekasihnya dengan intens.
Sesekali Eliza mendengus sebal ketika menatap James yang tak melakukan apa-apa untuk membantunya di dapur. Setelah chicken soup dan plain croisant telah tersaji di meja makan, Eliza menarik lengan kekasihnya untuk segera sarapan.
James memakan sarapannya dengan tenang sementara Eliza bercerita mengenai sebuah proposal yang telah dibuatnya mengenai penggalangan dana di kampus.
Ia menyimak penjabaran Eliza yang antusias sementara mereka merapihkan meja makan.
Eliza menghadap kekasihnya yang sedang mengeringkan piring.
"How was it?" tanya Eliza menuntut jawaban ketika sang kekasih hanya terdiam menyimak.
"That's great, Hon." James mencium bibir Eliza kilat sambil meletakkan piring di lemari. Sebuah senyum manis terbit di wajah gadis itu.
Dengan gemas, Eliza menarik tubuh jangkung James kedalam pelukannya. James terkekeh mendapati kekasihnya bersikap romantis tanpa ia minta.
"If you do that, i'm not sure to take you at college, Babe," gumam James di telinga Eliza. Gadis itu tertawa renyah sambil melepaskan diri.
Ketika akhirnya James mengantarkan Eliza ke kampus, pemuda itu segera berkendara ke Harleys Shop & Drive untuk bekerja.
Saat James tiba, Mr. Johnsons menghampirinya dengan tergesa.
"James, i've been told you a couple times to don't make a trouble," desis pria paruh baya itu kesal.
James memandangnya dengan bingung ketika dua orang pria bertubuh tegap dan berpakaian seperti Agent FBI menghampirinya.
"Good morning, Mr. Andrews," sapa salah satu pria tersebut.
James menjawabnya dengan sungkan, sementara Mr. Johnsons memisahkan diri menuju kantor kecil miliknya.
"Ada yang bisa kubantu, Sir," kata James sedikit menjauh agar Mr. Johnsons tak mencuri dengar.
Salah satu pria mendekat dan berkata, "Mr. Philips Andrews ingin bertemu saat ini, if you don't mind."
James menghela nafas sejenak, pemuda itu menatap kedua pria itu dengan intens.
"Apakah kalian yang membantuku saat aku diserang saat itu?" tebak James sambil melipat kedua lengan di dada. Kedua pria itu mengangguk bersamaan.
"Thanks, Man." James menatap keduanya dengan serius, "aku akan datang setelah menjemput Eliza dari kampus," lanjutnya.
Kedua pria itu mengangguk dan langsung pamit dari hadapan James.
***
Menjelang petang, Eliza memperhatikan James yang tengah serius mengendarai mobilnya dengan lamban. Selamban nenek-nenek menyetir mobil di minggu pagi.
"Anything going wrong?" tanya gadis itu ketika James memutar kemudi menuju Madison Boulevard, kawasan pemukiman elit di area Henderson Avenue.
James menekan klakson sekali dan pintu gerbang besar yang berukiran kuningan membuka dengan perlahan.
"Kita akan bertemu dengan si Pak Tua, Babe," jawab James datar.
Eliza meraih lengan James untuk digandeng ketika ia melihat sebuah mansion besar dengan jumlah jendela yang terlalu banyak untuk dihitung gadis itu.
Sebuah tepukan menenangkan untuk Eliza ketika James meliriknya dengan pandangan khawatir.
"It's gonna be alright." James mencuri ciuman singkat di pipi Eliza.
Seorang pelayan wanita mempersilahkannya masuk dan duduk di ruang tamu yang cukup luas dengan lampu chandelier di atasnya. Memukau dan elegan.
Tak lama kemudian, Mr. Philips Andrews menemui keduanya dengan senyum terkembang di wajahnya.
Dia sangat bersyukur akan kehadiran cucu dari putra semata-wayangnya, Charles. Meski Charles dan Stephanie telah berpisah enam tahun lalu, keduanya tak pernah mengizinkan Philips untuk bertemu dengan James. Hingga akhirnya Philips meminta kedua orang kepercayaannya untuk mencaritahu tentang keberadaan James dan melindungi cucu satu-satunya.
Philips meminta bahkan memaksa James untuk makan malam bersama dengannya alih-alih berusaha menjalin kembali hubungan antar keluarga.
Usai makan malam, Philips mengajak James untuk ke ruang perpustakaannya yang luas dan besar untuk membicarakan sesuatu. Dia meminta Eliza untuk beristirahat sejenak di ruang tamu yang sudah disediakan oleh pelayan wanita.
Philips tengah menandatangani sebuah dokumen sementara James melihat-lihat isi lemari yang berisikan beberapa modul tebal hardcover yang berada tak jauh dari situ.
Memperhatikan James yang nampak tertarik oleh sebuah novel tebal warisan dari nenek Philips.
"Kau bisa membawanya pulang, James. Dan kau dapat memiliki separuh dari perpustakaan ini jika kau mau," tutur Philips pelan, dia tak ingin beranggapan bahwa James adalah gold digger yang menginginkan warisan, alih-alih semua kekayaannya akan jatuh pada Charles.
"Nope. Aku tak menginginkan semua ini," celetuk James.
Nah kan.
Philips menghampirinya dan terduduk di sebelah James.
"Meski kau tak menginginkan semua ini, nama-mu telah ada dalam surat wasiatku, James."
Tatapan mata James berubah nanar, "sudah kukatakan padamu, Sir, jika aku tak menginginkan semua ini. Aku akan tetap mandiri diatas kakiku sendiri," desis James seraya mencondongkan tubuhnya menghadap Philips.
Terdengar helaan nafas Philips yang teratur.
"Suka atau tidak, kau tetap cucuku dan aku telah memberikan sesuatu yang amat kau inginkan selama ini."
Ucapan si Pak Tua membuat James tertarik, namun pemuda itu berpura-pura tak menghiraukan.
Tak lama kemudian, James mohon pamit dari hadapan Philips menuju ruang tamu yang disediakan untuknya bermalam. Philips memaksanya untuk bermalam dan sarapan pagi esok harinya.
James membuka pintu dengan pelan, berbaring miring sambil merengkuh tubuh Eliza erat. Membayangkan kehidupan mustahil yang tengah dijalaninya seraya mengecup sisi leher Eliza yang harum. Candu terbaik yang kini berada dalam pelukannya.
***
Tbc
January 15, 2018.