Sebotol Bulu Angsa

52 4 3
                                    

Agatha

Setelah hari dimana Galang menceritakan semua kejadian yang sebenarnya. Menjelaskan secara rinci semua kejadian yang terjadi. Tiba-tiba Galang menghilang, menghilang bagai debu yang di terpa angin. Tanpa jejak dan juga tanpa pamit.
Tidak ada kabar sama sekali, pesan Whatsapp pun juga tidak ada yang berasal dari Galang sama sekali. Aku juga sempat mendatangi rumahnya tapi nihil. Bahkan janjinya untuk datang kerumah ku untuk makan malam juga hanya omong kosong belaka.
Kemana Galang?

Tapi buat apa juga aku harus bingung mikir kenapa Galang gak kasih kabar ke aku, toh seharusnya aku seneng dia menghindar dari aku. Karena aku bisa lebih cepat dan mudah melupakan Galih. Karena semakin aku dekat dengan Galang, semakin membuat aku tidak bisa move on dari Galih.

"Please deh Agatha kamu jangan campur mana Galang mana Galih. Walaupun mereka kembar mereka itu beda. Di lihat dari mana pun mereka itu beda. Yaa serupa tapi tak sama." Sisi baik dari diri Agatha berteriak berusaha mengingatkannya.

"Tapi aku gak bisa bedain mana Galih mana Galang. Secara fisik mereka mirip banget dan gak ada bedanya sama sekali. Kalau aku sama Galang pasti aku bakal inget terus sama Galih yang udah nyakitin aku." Ucap Agatha sambil menatap pantulan dirinya di cermin besar yang terletak di sudut kamarnya.

"Abang liat-liat dari tadi kamu ngomong sendiri dek, ada apa sih?" Suara berat Bang Samuel yang masih lengkap menggunakan hem dan celana bahan kesukaannya itu mengagetkan ku yang masih sibuk memutar pikiranku. "Abang kebiasaan kalau masuk kamar ku gak pernah ketuk pintu dulu." Gerutuku sambil berjalan menuju sofa merah berukuran besar itu lalu menyalakan televisi yang ada di kamarku ini.

"Abang udah ketuk pintunya berkali-kali tapi kamu terus aja ngomong sendiri sambil mondar-mandir kayak orang lagi banyak pikiran aja." Balas Bang Sam yang masih menyandarkan tubuhnya pada daun pintu kamar ku sambil terus menatapi buku-buku jarinya yang terlihat sedikit memerah.

"Gak ada apa-apa kok. Masuk sini Bang." Aku menepuk-nepuk bagian samping sofa merah berukuran besar yang aku duduki ini. Kini aku dan bang Samuel duduk di sofa minimalis yang sengaja diletakkan di sudut ruang kamar ku.

"Kenapa tadi ngomong sendiri?" Tanya Bang Samuel lagi sambil memfokuskan matanya pada tanyangan yang ada di televisi. Tangannya ia letakkan di sandaran kursi dan tanpa di minta, aku langsung menyandarkan kepalaku pada lengan kekarnya. Lengan yang selalu berhasil membuat ku nyaman dan tenang. "Gapapa kok Bang." Balas ku singkat.

"Pasti mikirin Galang." Tebak Bang Samuel yang langsung membuat aku menarik kepalaku dan membelalakan mataku lebar-lebar. "Abang punya indra ke enam kayak Roy itu ya? Kok abang bisa tau sih? Padahal aku tadi bicara gak keras lo." Tanya ku bingung.

"Apa sih yang Abang gak tau. Bener kan tebakan Abang kalau kamu lagi mikirin Galang?" Tanya Bang Samuel memastikan lalu mencolek hidung ku pelan dan aku hanya menjawab dengan anggukan kepala sambil menundukkan kepalaku menahan rasa malu ku.

"Gini aja deh, ketimbang pusing-pusing mikirin Galang yang tiba-tiba ilang gak pamit kayak hilang di telan bumi, coba deh kamu Whatsapp Galang, yah sekedar tanya kabar aja apa salahnya sih? Atau tanya kapan mau kerumah soalnya dia kan janji mau icipin masakannya mama."

"Tapi aku malu Bang kalau mau chat Galang duluan aku kan cewek Bang. Aku gak mau kalau Galang punya pikiran kalau aku ini cewek yang terlalu agresif."

"Emang kanapa kalo cewek gak boleh ngechat cowok duluan? Hei ini udah tahun berapa Agatha sayang? Cuma orang norak yang mikir cewek chat duluan itu agresif." Cibir Bang Samuel sambil memutar matanya sebal.

"Di chat aja dek, gak ada salahnya kamu ngechat dia. Bisa aja dia emang sengaja menghilang biar kamu bisa sedikit tenang dan ngelupain masalah kalian." Ucap Bang Samuel kesal dengan ku yang masih terus menimbang-nimbang. Ya memang seperti itulah Bang Samuel, orang yang gak pernah sabar, pemaksa. Tapi semua itu selalu bertujuan untuk kebaikan orang yang menjadi korban pemaksaannya.

Sebotol Bulu AngsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang