Mendung Gelap

47 8 4
                                    

Agatha berjalan cepat menaiki anak tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Sapaan satpam, tukang kebun, pembantu rumah tangga bahkan mamanya ia abaikan semua. Matanya tidak henti-hentinya mengeluarkan aliran air mata yang sudah menganak sungai semenjak beberapa menit lalu saat ia mengendarai mobil kesayangannya menjauh dari tempat yang sempat membuat nya beberapa minggu terakhir ini tersenyum, sekaligus tempat yang hari ini membuatnya menangis lagi setelah beberapa saat ia akhirnya bisa tersenyum lebar dan lepas dari keterputukannya.

Agatha menutup kasar pintu kamarnya keras lalu mengunci pintu tidak bersalah itu dengan kasar. Masih dengan mata yang terus menerus mengeluarkan air mata, Agatha berjalan menuju sudut kamarnya mendudukkan badannya lalu memeluk lututnya erat, mata berairnya menatap kosong ke satu rak foto berukuran sedang yang ada di depannya.

"Dek! Keluar Dek! Jangan mengurung diri lagi kayak gini ini! Galang pura-pura jadi Galih karena dia punya alasannya sendiri. Agatha buka pintunya!" Gedoran dan juga panggilan dari Samuel serta Papa Mamanya hanya Agatha abaikan, seakan Agatha menulikan telinganya dari teriakan panik orang yang ada di luar kamarnya.

Agatha semakin menangis pilu sambil terus memeluk lututnya erat-erat setelah beberapa menit yang lalu ia akhirnya mengatahui kenyataan yang sebenarnya harus ia ketahui dari dulu. Tapi karena cinta, hal itu seakan menutup rapat matanya hingga ia tidak mengetahui hal itu.

Kalau pria yang selama ini ada di sisinya adalah Galang. Saudara KEMBAR Galih. Yang jelas sudah Agatha kenal semenjak ia mejalin hubungan dengan Galih dulu.

"Agatha percuma lo punya otak kalau otak lo sama sekali gak berguna. Seharusnya dari awal lo itu tau kalau yang selama ini ada buat lo itu Galang bukan Galih! Mata lo kemana sih Aga selama lo gandengan sama Galang? Jelas-jelas luka di pergelangan tangan Galang itu ada karena perbuatan lo tapi lo malah percaya sama Galang saat dia bilang kalau dia itu adalah Galih dan terus menyangkal tuduhan kalau dia itu bukan Galih yang sesungguhnya." Runtuk Agatha sambil mengantukkan kepalanya keras pada dinding kamarnya, air matanya tak henti-hentinya mengalir membanjiri pipi nya. Ada rasa sedih, kesal, kecewa yang kini bercampur aduk menjadi satu memenuhi hatinya.

"Seharusnya gue udah paham waktu pertama kali lihat Galang main voli. Dan seharusnya otak ini mikir lebih panjang kalo Galih gak akan mungkin mau pindah cabang olahraga cuma dengan alasan pengen cari suasana baru. Lo bodoh Agathaaaaa!! BODOH!!!" Teriak Agatha histeris sambil menarik rambut panjangnya hingga kini bentuknya sudah tidak karuan. Bukan hanya menarik rambutnya frustasi tapi juga memukul kepalanya dengan dua tangannya yang ia kepalkan. Air mata juga tak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya.

"Dek!!" Samuel yang mendengar teriakan dari kamar Agatha langsung menghentikan gedorannya dan berusaha mendobrak pintu kamar Agatha. Pikirannya gelap. Ia takut adik perempuan satu-satunya itu akan melakukan hal nekat dan gila yang bahkan tidak mampu untuk ia pikirkan. Setelah pintu terbuka, yang pertama kali Samuel lihat adalah tubuh Agatha yang meringkuk di sudut kamarnya sambil terus-terusan menarik kasar rambutnya yang kini sudah acak-acakan tak berbentuk.

"Agatha tenang sayang tenang, ada Abang disini dek." Ucap Samuel pelan berusaha meraih tubuh Agatha ke pelukannya.

"Abang dari awal ketemu tadi udah tau kan? Abang dari awal udah tau kan kalo dia bukan Galih pacar ku selama ini. Iya kan?" Samuel yang berjongkok di depan Agatha hanya mampu menatap adik kesayangannya itu dengan tatapan pilu. Melihat adiknya hancur untuk kedua kali seperti ini seperti membuatnya mati untuk kedua kali juga.

Samuel hanya diam, tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya. Samuel hanya menganggukkan kepalanya pelan. "Dari awal kamu bilang kalau Galih sekarang lebih fanatik ke olahraga volly, dari situ abang sudah curiga kalau 'Galih' yang kamu maksud itu bukan Galih tapi Galang." seketika air mata Agata mengalir lebih deras daripada sebelumnya. Kini ia merapatkan tubuhnya memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya pada kedua lututnya, berusaha meredam suara tangisnya. "Terus kenapa Abang gak bilang ke Aga? Kenapa Abang gak ingatin Aga waktu Aga terbuai sama cinta? " Agatha kembali mengangkat kepalanya dan menatap Samuel yang masih setia berjongkok di depannya.

Sebotol Bulu AngsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang