Three

3.1K 495 23
                                    

Yoongi sudah kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa setelah beberapa saat yang lalu ia sempat merasa ketakutan karena ada orang yang tiba-tiba meneror dirinya dengan mengatakan hal yang sungguh sangat tidak mungkin akan terjadi.
Pria tersebut mengklaim dirinya sebagai calon suami Yoongi. Bagaimana bisa hal tersebut dapat terjadi.
Pertemuan mereka pun hanya terjadi di tempat kerja Yoongi karena pria tersebut datang kesana sebagai pelanggan.
Mungkin orang tersebut kehilangan akal sehatnya.

Tetapi kini ia sudah merasa lebih aman, karena pria peneror tersebut tidak lagi muncul dan mengganggu dirinya ia seakan menghilang di telan bumi tak tercium baunya sedikitpun.
Membuat Yoongipun tidak lagi memikirkan hal aneh tersebut.
Dan kini ia bisa kembali fokus pada pekerjaan, Jungkook dan kehidupannya.

"Jungkook, seperti biasa. Aku akan pulang terlambat malam ini. Kau harus berhati-hati di rumah. Mengerti."
Yoongi berucap kepada adikknya sembari menyiapkan sarapan sebagai asupan tenaga bagi keduanya untuk menjalani hari ini dengan baik.
Peralatan kerjanyapun sudah ia persiapkan seperti biasa.

"Kau bisa mengandalkanku hyung. Apa aku perlu menjemputmu ditempat kerja?"
Yoongi menggeleng pelan dan menyodorkan segelas susu kepada Jungkook yang tengah menikmati sarapannya.
Sarapan ini adalah sarapan terenak Jungkook pagi ini karena seperti biasa, masakan Yoongi adalah paling juara.

"Tidak perlu. Ada banyak hal yang harus aku kerjakan hari ini. Jadi kau jangan pergi kemanapun. Atau menemui siapapun sepulang sekolah. Tidak boleh membantah."
Jungkook mengerucutkan bibirnya mendengar perkataan kakaknya tersebut.
Karena jika sudah seperti itu Jungkook tidak bisa lagi menyela atau bahkan memberikan alasan pada Yoongi.

Pantas saja sampai sekarang Jungkook belum pernah melihat Yoongi membawa kekasihnya kerumah ini.
Ah, jangankan kekasih teman dekatpun sang kakak tidak pernah mengajaknya berkunjung ke rumah.
Yoongi begitu galak dan bermulut pedas. Tapi jika mereka sudah mengetahui siapa Yoongo yang sebenarnya, Jungkook dapat bertaruh mereka akan tergila-gila pada Yoongi.

Kecuali Seokjin hyung.

Teman Yoongi yang Jungkook tahu hanya sebatas Seokjin-Hyung, pria lemah lembut pecinta warna pink yang Jungkook ibaratkan restaurant hidup karena jika ia sudah berkunjung ke rumah maka akan ada makanan banyak tersedia dirumah ini.
Tidak seperti Yoongi, kakaknya tersebut cenderung pendiam dan jika ada yang tidak berkenan dihatinya maka singa betina yang sedang mengamukpun tidak akan berani mendekat kearah Yoongi.

"Jangan terlalu galak Hyung atau kau akan jadi perawan tua."
Jungkook berujar santai, sembari mengunyah makanannya yang sudah hampir habis.
Tidak ada yang salah dengan ucapan Jungkook bukan? Kakaknya memanglah seorang pria, tapi sungguh wajahnya kelewat cantik untuk ukuran pria seperti mereka. Darah sang umma lebih banyak mengalir di tubuh keduanya.
Andai saja Yoongi tidak berbicara, mungkin orang awam yang pertama kali melihat Yoongi akan menganggap ia sebagai gadis-gadis tomboy pada umumnya.

"YA! Min Jungkook, aku ini pria. Mana mungkin aku bisa menjadi perawan huh?"
Yoongi berkacak pinggang, adiknya ini benar-benar usil.
Apa ketampanannya kurang meyakinkan dirinya sebagai seorang pria sejati.
Dasar! Anak ini.
Sekasar apapun Yoongi berbicara, Jungkook hanya akan terkekeh den tersenyum dengan menampakkan kedua gigi kelincinya.

"Makanya cepat cari pacar Hyung, biar ada yang menjagamu jika aku sudah bekerja nanti."
Ucapan Jungkook membuat dada Yoongi sedikit nyeri, ia sungguh sangat menyayangi Jungkook. Ia merasa bersalah karena masa remaja adik nya tersebut harus dihabiskan Jungkook dengan melakukan hal-hal yang seharusnya belum saatnya Jungkook lakukan.
Namun yang Jungkook maksud bukanlah hal tersebut, ia hanya berharap ada yang menjaga Yoongi dengan baik saat ia sudah bekerja nanti.

"Aish. Kau ini! Sudah selesaikan sarapanmu dan cepat berangkat."
Yoongi mencoba menyembunyikan perubahan suasana hatinya di depan Jungkook.
Ia tidak ingin membuat Jungkook mengkhawatirkan dirinya dan membuat bocah itu tidak fokus dengan sekolahnya.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang