Aku membuka mataku perlahan. Pemandangan yang tak asing bagiku. Ruangan bercat putih, lukisan abstrak yang terpanjang di dinding, dan ranjang abu-abu yang luas.
Ini kamar apartemen Alfa.
Yang ada di ingatanku terakhir adalah saat Alfa memeluk tubuhku erat, sebelum aku tak sadarkan diri. Pantas saja laki-laki itu membawaku ke sini.
Aku menatap jam di pergelangan tanganku. Sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku menyingkap selimut yang menyelimuti badanku dan beranjak dari ranjang. Hingga dari balik kamar mandi keluar sosok Alfa yang hanya berbalut handuk dari pinggang ke bawah.
Aku langsung menundukkan kepalaku. "Apa kamu nggak bisa pakai baju di kamar mandi?"
"Aku nggak tahu kalau kamu sudah bangun. Kamu bisa keluar kalau emang nggak mau lihat aku."
Aku mendesah kesal lalu buru-buru berjalan keluar. "Yuki, kumohon tunggu di ruang tengah. Ada yang aku mau bicarain sama kamu."
Aku mengangguk kecil lalu menutup pintu kamar dan menunggu Alfa di ruang tengah. Hingga tak lama, laki-laki itu keluar dari kamarnya dengan menggunakan kaos biasa. Namun, hal itu sama sekali tidak menghilangkan pesona milik Alfa.
"Apa yang mau bicarain? Kalau ini tentang pertunanganmu, maaf aku sama sekali nggak ada niatan buat nganggu hubungan kalian dan aku juga janji akan keluar dari pekerjaanku ini," ucapku.
Alfa menatapku tajam. "Aku sama sekali nggak ingin kamu keluar dari pekerjaanmu ini, Yuki!" ucapnya tegas.
"Terus apa yang kamu mau?! Aku janji bakal menjauh dari kamu dan aku nggak mau nganggu hubungan kamu dengan Pevita. Aku juga nggak mau jadi orang ketiga diantara kalian." Aku beranjak dari tempatku dan benar-benar hendak pergi, sebelum laki-laki itu menahan pergelangan tanganku dan membawaku masuk ke dalam pelukannya.
"Kamu salah paham. Aku sama sekali nggak mau itu. Dan asal kamu tahu, aku dan Pevita itu sepupu."
"Maksud kamu?"
Alfa melepas pelukannya dan memandangku dengan mata hazelnya. "Seharusnya aku jujur sama kamu dari awal kalau aku yang minta Pevita buat jadi tunangan palsuku agar kamu cemburu sama aku. Tapi aku nggak tahu kalau endingnya akan seperti ini."
Aku benar-benar ingin menampar wajah Alfa. Bisa-bisanya dia bertindak bodoh seperti itu!
"Maaf, ini semua salahku. Aku pikir aku bisa dengan mudahnya dapatin hatimu. Tapi, aku salah yang ada aku malah mempermainkannya."
Aku tak sanggup berkata apapun hingga air mataku meluncur begitu saja. Alfa yang melihatku menangis langsung menghapus air mataku dan memelukku kembali. Membawaku ke dalam dekapan hangatnya. Dekapan yang benar-benar membuat diriku nyaman di dalamnya.
"Maaf, Yuki. Aku benar-benar minta maaf. Seharusnya aku jujur sama kamu dari dulu kalau satu-satunya perempuan yang kusayangi cuma kamu. Please, jangan nangis lagi. Aku benci lihat kamu nangis seperti ini."
Aku menghapus air mataku lalu melepaskan diri dari pelukannya dan memandangnya. "Kamu tahu apa yang aku ingin lakuin sekarang?"
"Apa?"
"Mukul wajah kamu. Asal kamu tahu, aku benci lihat kamu sekarang ada di depanku. Tapi... aku lebih benci lihat kamu saat ada di dekat Pevita. Dan aku... benci sama diriku yang nggak pernah sadar sama apa yang kurasain."
Hening.
Hingga Alfa terkekeh. Aku memandangnya tajam. "Kenapa ketawa? Kamu pikir aku kelihatan bercanda?"
Alfa menggeleng. "Bukan itu. Aku pikir setelah dengerin kamu, rencanaku buat kamu cemburu berhasil. Jadi kurasa nggak ada salah aku berterimakasih sama Pevita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah yuk! ✔
Romance[16+] HARAP BIJAKSANA DALAM MEMILIH BACAAN *** "Kita nikah yuk!" Hening. Sebelum.... Suara tawaku pecah menyadari kalimat yang dilontarkan Alfa Nikah?! Oh ya Tuhan, aku bahkan sama sekali tidak pernah sampai berpikir menikah dengan sahabat sendiri...