Empat

74 14 15
                                    

Blok F adalah tempat Divisi Keilmuan dan Riset. Banyak yang bilang, di sini tempat yang paling sibuk. Para petugasnya sering lembur. Paling jarang menjelajah ke blok-blok lainnya. Paling banyak menghabiskan waktu di ruang kerja daripada di ruangan pribadi masing-masing. Dan lain sebagainya.

Semua itu memang benar. Seperti yang kubilang, divisi inilah yang paling dinamis. Wajah lelah mereka selalu diimbangi penemuan demi penemuan yang hebat. Tawa mereka tak pernah luput dari inovasi-inovasi yang kerap mengharumkan nama organisasi. Bila kau bertanya padaku divisi mana yang paling hebat, maka divisi inilah jawabannya.

Aku tak dapat membayangkan bila para Manusia di sini harus kembali ke Bumi. Sementara atau selamanya, tetap saja itu akan menjadi mimpi terburuk bagi mereka. Lagipula, angka pelanggaran di sini cukup rendah. Tak ada alasan bagi Xirth untuk memberlakukan hukuman massal terhadap mereka. Sama sekali tak ada.

Bagaimana denganku? Entahlah. Aku tidak melihat alasan untuk membela diri atau membela divisiku di ruang rapat tadi. Bagaimanapun, semua peserta rapat juga tahu tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh petugas dari Divisi Kesehatan, akhir-akhir ini. Kenyataan tersebut sudah lebih dari cukup bagiku.

Tapi aku menyadari sebuah kemungkinan. Kemungkinan bahwa besok atau lusa aku harus pulang ke Bumi. Bahwa mungkin ini adalah terakhir kalinya aku berada di blok ini sebelum diskors. Mungkin, ini adalah terakhir kalinya aku bertemu dengan ayah sebelum kami berpisah selama lima dekade.

Saat ini, hanya ada satu orang yang begitu ingin kutemui.

"Ayah?"

Ia rupanya tengah bersiap untuk tidur. Rambutnya basah—ia pasti baru saja mandi air hangat. Sebelum tidur, ia biasanya juga menyempatkan diri untuk membaca.

"Airin?"

"Ayah!" Aku menghambur ke arahnya. Kudekap dirinya erat. Tangisku tumpah, pecah. Bayangan kami akan berpisah benar-benar menghantuiku. "Aku mencintaimu, Ayah."

Ia membalas pelukanku, ragu. "Aku juga mencintaimu. Ada apa, Airin?"

"Aku ingin Ayah mengetahui sesuatu. Apapun yang terjadi, aku melakukannya untukmu. Aku sangat, sangat mencintaimu." Ah, suaraku mulai parau. Ayah pasti semakin cemas.

Ayah menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki, memastikan bahwa aku baik-baik saja.

"Oh, Airin." Ia lalu mengecup keningku, lama.

Langkah-langkah berat menghampiri kami. Kali ini, kurasa lebih dari satu individu.

"Airin Pradipta. Anda ditahan atas dugaan mencuri dengar rapat darurat petinggi Xirth dan mengganggu proses rapat."

"A-Airin?" Pertanyaan ayahku penuh kekhawatiran. "Itu sama sekali tidak benar, kan?"

Kuraih pelantang telinga yang berada di balik saku bajuku. Kuperlihatkan alat itu pada ayah. "Itu benar, Ayah. Maafkan aku. Aku mencintaimu. Sekali lagi, maafkan aku. Kau kelak memahami ini semua, Ayah."

"Airin ..."

Satu Rozer menghampiri dan memborgol tanganku.

Kedua Rozer membawaku pergi. Mataku kembali basah. Aku mulai terisak hebat. Mulai malam ini, aku takkan tidur di ranjang kamarku. Takkan dapat lagi berangkat ke ruang kerjaku. Tak bebas lagi. Tak lagi memakai seragam bertugas. Hukuman yang bersifat sementara ini akan menyiksaku, membunuhku perlahan.

"Ayah juga mencintaimu, Airin!" teriak Ayah dari kejauhan.

>>><<<

Bagus. Aku merasa bosan dan tidak ada yang bisa kulakukan di ruangan ini. Tidak hanya sempit, ruangan ini juga sesak dan panas. Sepertinya ruang tahanan memang diatur seperti ini, segerah ini. Mungkin supaya para tahanan jera. Entahlah.

COSMIX 1.0 : Terancam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang