Keana Karamoy gadis pemilik nama itu tengah mengikat tali sepatu nya, pipi nya nampak penuh dengan roti tawar yang sedang ia kunyah. Setelah selesai mengikat tali sepatu nya, gadis itu menghampiri Wanita paruh baya yang tengah bersandar di ambang pintu sambil melipatkan kedua tangan di dada, gadis itu menarik pergelangan tangan Wanita itu lalu mencium pundak tangan nya.
Keana berbalik badan, siap untuk berlari menghampiri sopir nya yang sudah menunggu di mobil. Namun pergelangan tangan nya tiba-tiba di cekal dari belakang.
“Kenapa Mah?” Tanya Keana kepada Wanita tak lain adalah Mama nya sendiri yang mencekal tangan nya.
Mama nya menggeleng pelan, lalu mengulurkan beberapa lembar uang ke telapak tangan Keana. “Emang kamu Ngga jajan apa?”
Keana cengengesan, ia juga kalau ia tidak membawa uang saku pastinya ia tidak jajan di sekolah terlebih lagi dia akan kelaparan. Secepat kilat Keana mengambil uang tersebut, lalu mengecup telapak tangan Mama nya sekali lagi.
“Makasih Mama Lina! Anak mu berangkat sekolah dulu ya!” Ucap Keana setengah teriak, sambil berlari kecil ke arah mobil yang sudah menunggu nya. Lalu Mama nya yang bernama Lina itu tersenyum melihat tingkah anak semata wayang nya.
Seperti biasa Keana selalu di antar ke sekolah oleh sopir rumah nya, jika tuan rumah biasanya akan duduk di belakang supaya terlihat seperti boss, Keana lebih memilih duduk di depan di samping sopir nya, karena lebih leluasa untuk melihat keadaan kota di pagi hari.
Mobil mereka berhenti tepat sebelum garis Zebra Cross, karena lampu lalu lintas menunjukan warna merah. Di tengah mengedarkan pandangan ke kanan-kiri, mata Keana mendapati satu orang bersepeda motor Cbr berwarna merah mengenakan hoodie putih, namun celana seragam sekolah yang sama seperti Keana. Dan Keana tahu siapa seseorang itu.
Seseorang yang selalu mengeluarkan aura jengkel, dan ingin sekali Keana tikam saat itu juga.
“Pak! Pak anang!” Panggil Keana kepada Sopir nya yang bernama Anang itu. Pak Anang selaku sopir yang akrab dengan Keana, langsung mengikuti arah pandangan Keana yang terlihat begitu tajam.
“Siap Neng!” Seru Pak anang. Lalu Pak Anang menyiapkan jari-jari dan juga kedua kaki nya yang siap untuk melakukan balapan pagi seperti biasa nya.
Lampu merah pun berganti menjadi lampu hijau, “GO!” Teriakan Keana begitu nyaring di dalam mobil, Mobil yang di kendarai Keana pun melaju berusaha membalapi motor merah yang di kendarai seseorang berhoodie putih, dan berhelm full face. Kedua kendaraan itu membelah jalan raya yang ramai.
Keana tidak boleh kalah kali ini! Karena dua hari yang lalu dia menang membalap Seseorang bermotor merah itu, dan kali ini ia tidak boleh kalah. Apapun yang terjadi, Pak Anang yang sejak kecil bercita-cita menjadi pembalap seperti rossi harus tetap menginjak pedal gas! Walaupun polisi yang sedang mengatur jalan harus ikut mengejar mereka juga.
Tapi semoga tidak terjadi, karena ini balapan nya juga masih dengan kecepatan wajar kok. Mana bisa juga, balapan dengan kecepatan di atas rata-rata di kota yang super macet yang setiap jalanan nya penuh kendaraan.
Seseorang bersepeda motor itu berhasil membalap mobil Keana, Keana mengumpat pelan. Pak anang tetap teguh menginjak pedal gas sesekali membalap beberapa kendaraan. Keana menajamkan mata nya mencari-cari sepeda motor berwarna merah mengkilap itu namun tidak ada, hanya ada kendaraan roda empat yang membuat macet jalan.
Keana mengumpat lagi, ntah sudah berapa kali dia mengumpat kasar padahal ini masih pagi.
Bangunan sekolah Keana yang terlihat Elite pun sudah nampak, karena posisi mereka memang sudah dekat. Mata Keana menyipit ketika silau nya sepeda motor berwarna merah itu baru saja memasuki gebang sekolah nya.
“Yah neng... Sudah sampe deluan dia.” Ucap Pak Anang ketika melihat seorang bersepeda motor merah itu juga. Mobil mereka sudah berhenti tepat di depan gerbang sekolah.
“Gara-gara Pak Anang! Kalah kan?!”
“Loh?!—”
Pak Anang belum sempat menyelesaikan bicara nya, malah Keana sudah langsung turun dari mobil lalu membanting pintu mobil dengan keras.
****
“KIYANUUU!! SIALAN LO YA!”
Ketika nama nya di teriaki, Laki-laki memakai hoodie putih polos yang Bernama Kiyanu itu memasang wajah yang datar saja, ketika Teriakan melengking dari seorang perempuan yang berdiri tidak jauh dari nya menggelegar di koridor kelas.
Amarah Keana semakin memuncak karena merasa di abaikan ia pun mengejar berusaha menyamakan langkah nya dengan Kiyanu. Ketika langkah mereka sudah sejajar, Keana yang melipatkan kedua tangan di dada menatap wajah Kiyanu dengan serius sampai alis nya yang tipis itu menyatu. Bisa-bisa nya lelaki itu mengabaikan nya, emang nya dia ini mahluk gaib?! Tidak terlihat?
“Awas aja lo... Sok iya banget.” Ucap Keana dengan nada sinis dan mata menyipit pandangan nya tidak lepas dari wajah jengkel dan sok cool dari laki-laki di samping nya.
Kiyanu memberhentikan langkah nya menoleh ke sebelah kiri nya, menatap perempuan di samping nya sebentar dengan datar lalu ia langsung menciptakan lengkungan kecil di bibir nya, “Keana? Sejak kapan lo di samping gue...?” Lalu Lelaki itu langsung melangkahkan kaki nya, dan mengubah raut wajah nya yang semula tersenyum menjadi datar tak berekspresi.
Bodoh. Benar-benar bodoh laki-laki di samping nya ini, pikir Keana. Sudah jelas keberadaan nya itu pasti nya sangat jelas, dari diri nya yang berteriak, mengatai Kiyanu secara terang-terangan. bahkan mahluk gaib pun bisa merasakan keberadaan Keana.
“Jelas! Gue dari tadi di samping lo. Kuping lo budek yaaa,” Ucap Keana, namun Cowok di samping nya tidak menanggapi nya.
Merasa jengkel di abaikan lagi, Keana pun menarik hoodie Kiyanu sehingga Cowok itu tertarik ke belakang.
“Apaan sih Keanaaa?” Ujar Kiyanu dengan kening yang mengkerut, menampakan sangat jelas bahwa lelaki itu juga sebal.
“Lo kalo di ajak ngomong itu nyahut dong! Gimana sih... Lo Budek apa Tuli?!”
Kini kedua nya berhadapan dengan wajah serius. Keana berkacak pinggang agar tubuh nya yang hanya setinggi dagu Cowok di hadapan nya ini tidak terlalu menampakan bahwa diri nya lemah dan kecil.
Kiyanu melepas sebelah earphone yang tertaut di telinga nya, “Lo nya aja Bodoh. Nggak liat gue pake earphone?”
Kiyanu memasang kembali earphone nya lalu meninggalkan Keana yang mengangga di tempat.
Merasa menang untuk kedua kali nya. Kiyanu mengeluarkan ujung kabel earphone nya dari saku hoodie nya yang tidak tercolok atau tersambung oleh ponsel nya, karena ponsel nya ada di saku celana nya.
Kiyanu tertawa penuh kemenangan, “Mau sampe kapan kelakuan lo Nggak kayak anak kecil lagi sih Keana? Capek juga gue nya.”