Bintang - bintang bertaburan dengan indah di langit malam ini. Membuatku termenung menatap keindahannya. Baru beberapa saat aku merasa tenang,seseorang telah menghancurkannya dengan seketika.
"Al,"sontak saja aku menoleh. Mataku menangkap tubuh seorang laki-laki yang tinggi tegap yang sedang menatapku.
"Ngapain lo kesini?!"cetusku sambil menatapnya sinis.
Dia Juna Farezka. Anak dari istri papa yang baru beberapa tahun lalu dinikahinya. Anak dari seorang wanita yang membuat mama tersingkir dari rumah ini dan meninggalkanku sendiri.
"Kenapa sih lo selalu ketus ke gue?Gue abang lo,sodara lo. Meskipun bukan sodara kandung lo. Tapi kita serumah,seenggaknya lo mau nerima gue meskipun itu cuma sementara waktu doang,Al."jelas Juna panjang lebar.
Aku hanya mendecih tak suka. Karena kehadirannya disini membuatku terganggu. Ditambah lagi ocehannya yang menurutku hanya membuang-buang waktu saja.
"Udah ngomongnya? Kalo lo kesini cuma pengen ngomong hal yang gak penting kayak barusan ,lebih baik lo kekuar sekarang."ucapku dengan sangat menahan amarah yang sudah memuncak kala melihat rupanya.
Ia menghela napas lelah. Kemudian menatapku dalam.
"Gue berharap ada orang yang bisa ngerubah sifat lo yang sekarang ini. Gue kangen sama Alexa yang dulu,yang selalu ramah,murah senyum,ceria dan selalu sopan. Bukan Alexa yang cuek,pendiam,dingin dan ketus ke setiap orang kayak gini. Gue--"
"Lo berharap gue balik kayak dulu?! Shit! Alexa yang dulu udah gak ada! Dan asal lo tau,gue kayak gini juga gara-gara lo semua! Gara-gara lo semua udah bikin Bunda gue pergi! BUNDA PERGI DARI KEHIDUPAN GUE SELAMANYA!! Dan itu gara-gara kebahagiaan lo semua yang sangat nyiksa gue dan Bunda! Sekarang,lo pergi! Keluar dari kamar gue!"ujarku dengan nada sangat marah.
Aku merasa sangat berat menghadapi hidupku tanpa ada Bunda. Aku sangat merasa lemah tanpa beliau. Meskipun sudah 3 tahun Bunda meninggalkanku,aku selalu merasa kalau baru kemarin Bunda melihatku lulus Sekolah Dasar.
Tapi semua kebahagiaanku lenyap seketika seakan-akan seperti debu yang ditiup angin. Karena kedatangan Tante Farah dan Juna Farezka,si akar masalah. Tante Farah yang statusnya sudah janda itu adalah sahabat Bunda. Sangat dekat,bahkan sudah seperti saudara.
Tapi siapa sangka,sebaik-baiknya teman pasti juga punya sifat brengsek. Itulah Tante Farah,dia menjadi sangat dekat dengan Ayah,dan sering kulihat ngobrol berdua. Meskipun saat itu aku baru kelas 7 SMP,aku sudah paham dengan keadaanku saat itu.
Dan tak berselang lama,sekitar 8 bulan,tiba-tiba Ayah menceraikan Bunda. Entah apa alasannya saat itu aku tidak tau. Tapi yang jelas,karena kehadiran Tante Farah,keluargaku menjadi hancur. Tidak berhenti sampai disitu,penderitaanku terus berlanjut sampai ketika aku mendengar kabar bahwa Bunda meninggal jarena bunuh diri.
Kabar yang kudengar dari Tante Rika,sahabat Bunda yang lain yang juga dekat dengan Bunda,sudah hampir 1 tahun Bunda menahan rasa sesaknya menjalani hidup. Sampai ketika Tante Rika menemukan Bunda yang sudah tak bernyawa di kontrakannya.
Aku hanya bisa menitikkan mata saat mengingat kejadian itu. Masa lalu yang sangat pahit,yang telah membuatku menjadi terpuruk seperti ini.
"Al,gue--"
"Keluar! Lo punya telinga gak sih?! Atau itu cuma benda pajangan doang?!"potongku kembali ketus.
"Gue kasian sama lo kalo Ayah selalu marahin lo. Gue gak tega liat ad--"
"Jangan pernah sebut gue sebagai adek lo! Gue gak akan pernah anggep lo ada di hidup gue! Bahkan asal lo tau,gue anak yatim piatu! Gue gak punya Ayah atau Bunda lagi!! Puas dengernya?!"PLAKKK
"Jangan pernah lo ngomong kayak barusan tentang Ayah! Gue gak masalah kalo lo jelek-jelekin gue sesuka lo! Tapi gue gak akan tinggal diem kalo lo ngatain atau jelek-jelekin Ayah!"desis Juna tajam.
Aku terdiam,merasakan panas dan perih di pipi kiriku yang barusan di tampar Juna dengan keras. Bahkan sudut bibir kiriku mengeluarkan darah. Aku membalas tatapan Juna tak kalah tajam. Tak memerdulikan sudut bibirku yang mungkin agak sobek karena tamparan laki-laki itu sangat keras.
"Cih! Bela aja tuh bokap lo. Gue masa bodo sama tuh orang. Dan thanks,atas hadiah lo,ini balesan dari gue."BUGHHH!!
Sebuah pukulan yang sangat kuat kudaratkan di wajah Juna,yang malah mengenai rahangnya. Lalu aku meninggalkannya yang sedang kesakitan,dan terduduk di tepi tempat tidurku.
Aku mengambil beberapa seragamku dan pakaianku,lalu kumasukkan ke dalam ransel. Tak lupa beberapa buku pelajaran juga ikut andil dalam ransel hitamku. Setelahnya aku berganti pakaian. Mengenakan jeans dan kaos Levi's hitam,dan meraih jaket warna hitam pula di gantungan baju yang ada di dalam lemari.
"Lo mau kemana,Al?"langkahku terhenti saat itu juga. Dengan ransel di punggung,dan tanpa berbalik aku menjawab pertanyaannya dengan dingin.
"Bukan urusan lo."kemudian aku melanjutkan langkahku menuju garasi.
Kunci di tangan kananku menjadi barang utama saat ini. Aku memasuki mobil sport warna hitam yang sudah sering aku gunakan sejak setengah tahun yang lalu.
Aku menancap gas dan meninggalkan deru mobil yang sangat keras di pekarangan rumah real estate itu. Selama di perjalanan aku sudah menguatkan diriku agar tidak menangis hanya karena ingatanku tentang penderitaan yang kurasakan.
Hingga tak terasa aku sampai di sebuah rumah yang bisa dibilang juga besar dan terlihat modern. Mobil yang aku kendarai memasuki garasi di rumah tersebut. Kemudian dengan kasar membanting pintu mobil dan memasuki rumah berwarna hitam-putih itu.
"Alexa?"itu bukan sapaan,melainkan pertanyaan yang ditujukan kepadaku.
Aku mengedarkan pandanganku saat ini,dan mendapati ada Oma di ruang tengah. Senyuman hangat aku perlihatkan meskipun hanya sekilas saja.
"Iya,ini Al,Oma. Gimana kabar Oma?"ucapku ramah sambil mendekati Oma,ibu dari Bunda.
"Oma baik,kamu gimana,Al?"balas Oma setelah aku mencium punggung tangannya dan pipinya.
"Al juga baik,Oma. Ehm,Oma kok belum tidur?"ujarku sambil meletakkan ranselku.
"Oma belum bisa tidur,palingan juga sebentar lagi udah ngantuk. Kamu kenapa bawa ransel seberat itu sayang? Apa Rama yang bikin kamu kayak gini?"tanya Oma peduli kepadaku.
Aku hanya tersenyum sambil menggeleng. Menatap Oma dengan hangat,dan menyandarkan kepalaku di bahunya.
"Al nggak papa,Oma. Nggak ada masalah apa-apa kok di rumah. Lagian aku cuma pengen nginep di rumah Oma,kangen berat soalnya."ucapku sambil nyengir tiga jari.
Oma hanya tersenyum sambil mengusap lembut puncak kepalaku. Kemudian mengecup singkat dahiku dan menyuruhku agar segera tidur,karena sudah terlalu malam.
"Bentar lagi,Oma. Lagian Al belum ngantuk."balasku agak memohon.
Oma menggeleng tegas,kemudian menasihatiku seperti biasanya. Membuatku tersenyum geli,seakan-akan aku ini masih anak kecil yang suka main gak pulang-pulang.
"Ini udah malem,dan besok kamu sekolah. Sekarang kamu tidur. Ya?"perintah Oma hanya kuturuti dengan anggukan kepala,tetapi sesaat kemudian senyum hangat kutampilkan dengan sangat sukarela.
"Yaudah,Al mau tidur dulu. Oma juga,sleep tight ya."kemudian aku mengecup pipi Oma singkat dan menuju tangga.
Setelahnya aku memasuki kamarku yang berwarna serba hitam itu,kecuali tempat tidurku yang berwarna abu-abu. Pada saat itu juga aku langsung merebahkan tubuhku diatas kasur empuk yang ada di depan mataku.
◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅◌
"Pagi,Oma"sapaku lembut sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan wanita paruh baya itu.
"Pagi juga,Al. Nanti kamu berangkat sendiri atau dianter sama Pak Adi?"
"Dianter aja,Oma. Al gak terbiasa bawa mobil ke sekolah."balasku.
Dan percakapanku dengan Oma terus berlanjut sampai aku mencium punggung tangan Oma,berpamitan sebelum berangkat ke sekolah. Setelahnya aku menuju depan rumah,dan sudah ada Pak Adi yang sedang menyirami tanaman.
"Pak Adi,Al minta tolong anterin ke sekolah ya?"pintaku dengan lembut.
Sedangkan laki-laki yang sudah kuanggap seperti kerabatku itu hanya tersenyum,lalu meletakkan selang di tempat dan mematikan sambungan air.
"Sekarang,Non?"tanya Pak Adi sopan.
Aku tersenyum mendengarnya. Kemudian tercetak ide usil untuk mengerjai Pak Adi.
"Besok,Pak."balasku. Pak Adi hanya ber-oh,kemudian melanjutkan kegiatan menyiramnya tanpa memedulikan aku yang sedang terpaku tak percaya.
"Iihh,Pak Adi! Al mau berangkatnya sekarang,bukan besok"rengekku. Yang kemudian dibalas dengan tatapan tak percaya Pak Adi. Dan melakukan hal seperti tadi,dan mengambil kunci mobil sedan milik Oma.
"Hehehe,sok atuh,Non"ucap Pak Adi mempersilahkan aku yang sedang datar menatapnya.
Dan dalam perjalanan hanya hening yang ada. Tidak ada yang bicara sama sekali. Sampai tak terasa aku sudah tiba di sekolahku,SMA Cakra.
"Thanks,Pak"ucapku pendek,lalu melangkah keluar mobil.
Dengan seperti biasa aku menuju kelasku yang terletak di antara koridor kelas 10 dan 11. Saat memasukinya,aku hanya terdiam di tempat,tak percaya.
Mengapa ada mereka disini?!,pikirku heran.
Mereka,para cowok sialan yang kutemui di rooftop,sedang duduk dengan santainya di sekitar bangku milikku. Aku langsung membalikkan tubuhku,dan berjalan menuju tempat favoritku. Rooftop.
Angin semilir menerpa wajahku yang sedang termenung menatap langit. Bahkan aku tak menayadari bahwa ada orang-orang yang mulai berjalan kearahku yang berada di salah satu sudut rooftop.
"Hai,Al"saat itu juga aku menoleh.
Aku memutar bola mataku malas saat mendapati si cowok brengsek,Julian Arkan sedang berjalan menuju arahku dengan santainya.
Tidak seperti yang lainnya,yang malah berkumpul dan duduk di bangku yang ada di rooftop. Aku sangat merasa ketenanganku sudah terusik. Lalu tanpa bicara apa pun dan tanpa berniat membalas sapaannya aku berjalan berlawanan arah dengannya.
Namun tanganku sudah ditahan oleh Julian,membuatku menghentakkannya dengan kuat agar dapat terlepas. Tatapan tajamku tertuju pada Julian yang kini malah memasukkan tangannya ke saku celana.
"Gak usah sentuh gue."ucapku dingin.
Julian hanya menaikkan salah satu alisnya dan menatapku seolah-olah aku ini adalah anak kecil.
"Abisnya lo dideketin malah ngejauh."balas Julian dengan santainya.
"Ganggu."ujarku lalu hendak berbalik,tapi sudah terdapat seorang lagi di hadapanku. Dia Kevin Stephenson,cowok yang kutonjok kemarin.
"Hai,ketemu lagi sama gue."ucap Kevin ramah. Kemudian menatapku dari atas sampai bawah.
"B aja"ucapku tiba-tiba. Membuatnya dan Julian bingung.
"Maksudnya?"tanya Kevin sambil menaikkan alis kirinya.
"Ck,ya elo. Ngeliatin gue biasa aja,gak usah kayak gitu."ucapku akhirnya menjelaskan.
"Elah,ternyata. Lagian lo kalo ngomong setengah-setengah sih. Gimana gue bisa ngerti."ucap Kevin sambil menggaruk tengkuknya.
"Gak nyuruh."balasku lagi. Sesaat ia berpikir,dan dengan malas akhirnya aku menjelaskannya lagi.
"Gue gak nyuruh lo buat ngertiin omongan gue."lalu aku melangkah,namun tubuhku tertahan tiba-tiba. Dengan kesal aku menoleh ke belakang,menatap garang Julian.
"Lepas."perintahku ketus.
"Gak,lo disini dulu. Nemenin gue."paksanya sambil tetap menahan tangan kananku dengan tangan kirinya.
"Sibuk."balasku cuek.
"Gak mau tau,pokoknya lo disini nemenin gue."paksanya,lagi.
"Udah ada temen-temen lo."akhirnya aku bicara agak panjang,meskipun hanya 5 kata. Tapi itu sudah sangat panjang menurutku karena aku tidak pernah banyak bicara di sekolah.
"Tapi mereka bukan lo."bantahnya lagi.
"Bodo."saat itu juga tiba-tiba Julian mencubit mulutku.
"Ish!"gumamku kesal sambil mengusap kasar mulutku,yang kemudian secara tak sengaja mengenai luka bekas tamparan Juna semalam.
Membuatku mendesis tertahan. Julian dan Kevin seketika menatapku intens.
"Bibir lo kenapa?!"pertanyaan yang meluncur secara bersamaan oleh dua orang yang ada di dekatku saat ini.
"Gapapa."jawabku singkat. Sampai Kevin mencubit pipiku gemas karena bicaraku yang hanya setengah-setengah.Hai kakak-kakak yang tetap ganteng and cantik!👋
Aku cuma ingetin nih,jangan lupa vote and commentnya yah😊😊
Happy readings!!👌😆💕💞💜
Adinda,
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me
Roman pour AdolescentsIni cerita tentang Alexa Ardian yang dikenal sebagai cewek dingin,cuek dan ketus kepada setiap orang. Tapi ini bukan cerita tentang Badgirl,atau cewek dingin seperti kebanyakan. Kalo kakak-kakak cantik and ganteng pengen tau kayak apa ceritanya,buru...