Prolog

1K 128 57
                                    

Happy Reading....

"Hae-ya..., cepat lari!"

Suara keras dari Lee Hwayoung, wanita cantik yang usianya mendekati kepala tiga itu tak membuat anak kecil yang menjadi objek teriakannya berhenti bergeming.

"Hae-ya, apa yang kau lakukan? Cepat pergi dari sini, sayang!"

Sebuah jeritan tertahan kembali keluar dari bibir Lee Hwayoung. Dia masih berdiri tegap di depan pintu kayu yang terganjal oleh meja berpelitur nan kokoh, tetapi nyaris tak mampu lagi menahan dobrakan kuat dari luar karena engsel pintu sudah semakin berderak-derak. Hwayoung yang tak bisa berpikir jernih lagi hanya mampu menarik kalung salib yang berkilau di lehernya kemudian mengacungkannya seakan menghunus pedang. Pandangannya beralih, menangkap cahaya samar dari api lilin dan menemukan sosok mungil putranya tengah meringkuk di pojok dapur.

Anak itu, Lee Donghae, masih belum berhenti bergeming dari posisinya meskipun Ibunya terus meneriakkan kata-kata 'cepat pergi!' berulang kali. Tubuh kecil Donghae seakan terikat tali tak kasat mata yang membuatnya membeku di lantai. Siluet-siluet mengerikan yang berkelebat di luar membuatnya gemetar. Sekelompok pria misterius bertaring lancip dengan jubah hitam berkepak-kepak di bawah kaki mereka, tengah mengincar dirinya dan sang Ibu.

"Eomma, siapa paman-paman itu? Mengapa penampilan mereka sangat seram?" Donghae berbisik ketakutan.

Hwayoung menggeleng cepat, dia menjatuhkan dirinya di depan sang putra, lalu merengkuh pipi merona itu seraya menatap matanya lekat, "Eomma tidak tahu, sayang. Tapi, Eomma yakin mereka bukan orang-orang baik. Jadi kau harus segera pergi, lari dari sini sejauh yang kau bisa. Selamatkan dirimu," lembutnya dengan sirat permohonan.

Sebelum Donghae sempat menjawab, Hwayoung telah menegakkan tubuhnya dan menarik lengan kurus itu menuju jendela di sudut dapur. Dengan jemari gemetarnya, Hwayoung menarik tirainya ke atas, lalu menguakkan daun jendela lebar-lebar.

Di luar gelap gulita, hembusan angin musim gugur terasa menusuk tulang dan membuat Hwayoung yang tak tega membiarkan putra kesayangannya kedinginan segera menyambar sebuah mantel usang di gantungan, lalu menyelimuti tubuh kecil itu dengan secepat mungkin.

"Nah, sekarang keluarlah!" titahnya lembut tetapi disertai dengan sedikit penekanan.

Donghae memandang kegelapan di depannya dengan ragu, sejurus kemudian mengembalikan atensinya kepada sang ibu, "Eomma akan pergi bersama Hae, benar?"

Kali ini Hwayoung tertegun. Hwayoung menemukan secercah harapan membayang dalam nada suara Donghae berikut dengan ekspresinya. Hwayoung menghela napas dengan kasar, menekan tangis yang siap meledak. Sebelum perlahan diusapnya surai brunet Donghae, kemudian mengecup kening putra semata wayangnya itu dengan sangat lama.

"Dengar, Eomma harus berada di sini untuk mengusir paman-paman itu. Sementara Hae bersembunyi dulu di suatu tempat yang aman. Putra pintar Eomma ini selalu pandai menemukan tempat sembunyi saat bermain petak umpet, kan? Nah, jadi sekarang Hae harus cari tempat itu."

"Tidak mau!" jerit Donghae seketika, dia mencengkeram ujung lengan baju tidur Ibunya, "Hae tidak akan membiarkan Eomma melawan mereka sendirian! Hae sudah berjanji pada Appa bahwa Hae akan selalu melindungi Eomma!"

Air mata yang berkilauan mengalir di pipi Donghae, membuat Hwayoung tak lagi mampu membendung isakannya. Dia segera merengkuh sang putra erat. Apakah mereka akan terpisah dalam keadaan seperti ini?

Shadowless (Stopped)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang