Morning Rush
Semarang, 13 Agustus 2012, pagi harinya.
Matahari bersinar dengan terang. Langit biru di atas sana dihiasi awan-awan putih yang berarak seolah berkejaran dengan bahagia di luasnya cakrawala. Aku masih belum beranjak dari tempat tidur, mataku masih berat untuk kubuka mungkin efek dari begadang semalam, atau apa pun itu hanya satu hal yang masih mengisi otakku, yaitu tidur sepuasnya sampai siang. Kurasakan cahaya sang surya mulai mengusik kenyamananku yang mencoba masuk dari sela-sela jendela kamar. Tiba-tiba ponselku berbunyi, alunan lagu Over the Rainbow yang dilantunkan oleh Glee Cast terdengar mengusik tidurku. Tanganku sibuk mencari di mana aku meletakkan ponselku, mataku masih tertutup, aku mengubah posisi tidurku, menyelam lebih dalam dibalik selimutku dan akhirnya kutemukan ponselku. Masih di dalam selimut kulihat layar ponsel dan kulihat jam sudah menunjukkan pukul 09:30, satu pesan masuk. Sebuah telepon dari Andre.
"Halo, ada apa?"
"Elon, kamu di mana? Sudah di kampus belum?"
"Hah, ngapain ke kampus? Bukankah ini hari Minggu?"
"Heh, sadar, buka matamu yang lebar lihat kalender kalau kamu punya, hari apa ini? Kamu masih menikmati yang semalam ya?"
Aku bangkit dari tempat tidurku, kuarahkan kakiku menuju dinding kamarku, kuperhatikan sebuah kalender yang tergantung. 13 Agustus, hari Minggu, tanganku sibuk mengucek mataku saat kusadari bahwa kalender itu adalah kalender tahun lalu.
"Shit!" aku memaki.
"Gak usah nyampah dengan sumpah serapah, hari ini itu Senin, dan satu lagi kita punya kelas yang sangat penting yang harus kita hadiri, kau tahu sendirikan, dosennya killer."
"Aku lupa, aku akan segera bergegas ke kampus, tapi sepertinya aku akan terlambat, aku akan ikut kelas setelahnya saja. Aku juga enggak menikmati yang kau tuduhkan."
"Ok, semoga dosennya mengijinkanmu ya, sampai ketemu di kampus."
Aku bergegas, dengan segera aku berjalan ke arah kamar mandi, memanfaatkan setiap waktu yang ada dengan seefektif mungkin. Aku sudah lupa bahwa aku harus menutupi lukaku, kupakai sebuah kaos dan kemeja berlengan pendek, tanpa kukancingkan. Kupakai helm yang tergeletak di lantai dan ku-starter motorku. Sebuah motor pemberian kakek dan nenekku, saat aku ulang tahun tahun lalu, aku sangat bersyukur masih memiliki mereka, dan mereka adalah keluarga yang masih tersisa dalam kehidupanku. Kupacu motorku dengan kecepatan tinggi, sebenarnya aku lebih memilih untuk terlambat dari pada harus mengikuti kuliah selanjutnya di kelas lain, aku merasa tidak nyaman dengan orang-orang yang tak begitu aku kenal. Aku merasa seperti masuk dalam kumpulan alien , setiap kali dengan terpaksa mengikuti kelas lain.
Tak begitu lama aku telah memasuki kompleks kampusku, kuparkirkan motorku ditempat parkiran mahasiswa, yang terlihat sangat penuh, butuh usaha yang keras untuk mendapatkan tempat. Terlalu banyak mahasiswa yang memakai motor atau mungkin luas tempat parkiran yang tidak mencukupi. Aku tak peduli. "Akhirnya dapat juga," ucapku dalam hati. Aku segera berlari menuju ruang kuliah, terlalu lama untuk menunggu lift, aku memutuskan untuk naik tangga, dan saat kulihat masih banyak teman-teman sekelasku yang berada diluar ruang B.502 Fakultas Ilmu Budaya, aku sedikit lega. Kulihat jam tanganku, sedikit heran tapi ini sudah sangat terlambat tapi kenapa masih berada di luar.
"Hei!"Suara itu mengagetkanku, diikuti sebuah tepukan keras di punggungku. Kutoleh kebelakang dan kutemui Satria sedang berdiri.
"Masih di luar?" tanyaku dengan wajah yang capek.
YOU ARE READING
Bianglala
Teen FictionSebuah kisah tentang persahabatan, pencarian jati diri, cinta dan rahasia.