Awal yang aneh
"Maaf, Lon, buat yang tadi," ucap Andre lirih.
"Alah, pake minta maaf segala lagi, gak apa-apa kali," jawabku seadanya.
"Sungguh, aku tidak bermaksud, dan aku benar-benar lupa kalau," Satria tak meneruskan ucapannya. Mereka berdua melanjutkan perjalanannya menuju ke perpustakaan, sudah tak ada lagi kelas yang harus dihadiri, karena memang hanya ada satu mata kuliah saja hari ini.
Deretan rak buku tertata memanjang mengisi ruangan luas ini, ratusan buku mengisi setiap ruang dalam rak buku di perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, sebuah jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 13:00. Dua orang lelaki itu memasuki ruangan itu dan mulai berjalan menuju rak-rak buku.
"Oh ya Lon, tadi kamu ngomong sama siapa?"
"Abby, kenapa?"
"Bukankah dia cantik, lihat saja penampilannya yang selalu menarik perhatian setiap orang yang melihatnya, rambutnya panjang hitam dan lurus, matanya yang indah dan kulitnya yang putih dan tubuhnya yang seksi, selain itu juga dia pintar, siapa yang tidak akan tertarik padanya?"
"Benar juga sih, tipe dambaan setiap laki-laki."
"Sepertinya dia menyukaimu, terlihat dari caranya menatapmu akhir-akhir ini, dan ini adalah sebuah kesempatan yang harus kamu pergunakan secara maksimal."
Kudengar suara Satria tidak seperti biasanya saat dia mengucapkan kata-kata itu, terdengar setengah hati. Aku tak tahu apakah ini sebuah kenyataan atau hanya tebakanku saja. Sebagai orang yang telah mengenalnya hampir selama tiga tahun, aku tahu betul karakternya. Dan anehnya dia pun sama sekali tak menatapku saat mengucapkannya, wajahnya menunduk ke bawah.
"Kamu bisa saja, tapi siapa yang tahu juga, tapi gak tahu juga kalau dia benar-benar ada rasa padaku. Pindah tempat aja Sat, masa harus duduk di lantai dan di bawah AC, kan ada ruang bacanya, taatilah peraturan yang ada, bisakah kau baca tulisan itu? 'DILARANG MEMBACA DISELA-SELA RAK', minggir," kataku sambil meninggalkan Satria.
"Bukankah peraturan dibuat untuk dilanggar? Lagipula aku lebih suka berada di sela-sela rak, apalagi di dekat tembok di bawah AC terasa sangat nyaman, apalagi ada kamu."
"Apa kau bilang? Aku tak menangkap kata-katamu yang terakhir."
"Makanya kalau ada yang ngomong didengerin, kamu sih malah asyik sendiri, aku merasa nyaman di dekat tembok di bawah AC."
"Yah, jadi intinya gak ada siaran ulang nih?"
"Gak," ujar Andre ketus.
Saat ini aku berada di antara sebuah rak yang terletak di bagian paling ujung ruangan ini, yang dekat dengan dinding, aku berada di depan rak sedangkan Satria berada di belakang rak, dia tampak duduk menyandarkan tubuhnya ke dinding. Kurasakan sensasi tersendiri saat berada dekat dengan banyaknya tumpukan buku, aku bisa merasakan aroma pengetahuan yang berasal dari setiap lembar halamannya. Dan yang pasti akan memuaskan rasa ingin tahuku. Aku sedang menikmati aroma yang keluar dari buku tua yang aku baca, saat Andre mengatakan kata-kata yang tak aku tangkap secara jelas. Aku suka dengan buku tua, kertasnya yang mulai berwarna kuning kecoklatan dimakan usia menimbulkan aroma tersendiri, seperti aroma hujan. Aku ini aneh.
Kuhampiri Andre yang sedang asyik membuka lembaran-lembaran sebuah buku, hanya membuka tanpa membacanya sama sekali. Kusandarkan tubuhku di dinding dan kuselonjorkan kakiku di lantai. Terlihat hanya beberapa mahasiswa yang bergentayangan di tempat ini, kudapati beberapa mahasiswa dari semester atas yang sedang sibuk mencari referensi untuk skripsi mereka. Suasana yang tenang yang tak kudapati di seluruh kompleks kampus ini.
YOU ARE READING
Bianglala
Teen FictionSebuah kisah tentang persahabatan, pencarian jati diri, cinta dan rahasia.