Pen

700 43 0
                                    


'tuk tuk tuk'

Yeri mengetuk-ngetuk telunjuknya pada meja. Herin merasa risih dan menarik ujung jarinya.

Sekarang pelajaran Mrs. Jung, guru fisika galak yang paling ditakuti. Herin duduk disamping Yeri yang merupakan meja paling depan.

"Ya dilanjut pertemuan selanjutnya." Guru cantik itu melangkah keluar kelas.

Semua murid menghela nafas, seperti beban mereka terangkat. Terbang keluar atap dan hilang ditelan angin.

"Ke kantin?"

Yeri melirik Herin dan menggeleng. Herin menaikan alisnya, bingung.

"Kenapa?"

"Kau bisa duluan." Yeri tersenyum dan dibalas anggukan Herin.

Kini, ia sendiri dimejanya. Ia menyandarkan kepalanya dimeja.

'Ah tunggu'

Yeri menatap pulpen putih nya. Kotor, tertempel cairan berminyak. Ia menghela nafas lalu melangkah keluar kelasnya.



"Siapa yang menyimpan cairan seperti itu dimeja Herin?" Yeri menggerutu sambil mencuci pulpen nya. Dirasa bersih, dilapnya dengan tisu.

Yeri berjalan kembali kearah tangga. Kelasnya diatas, dan tak ada keran dilantai atas, kecuali toilet tentunya. Tapi, toilet itu pasti penuh, dan Yeri terlalu malas menunggu.

"Kau membeli pulpen?" Sebuah suara dari belakang mengagetkan Yeri. Dan kini, ia berada beberapa langkah dari puncak tangga dan menatap kearah belokan tangga.

"Yah, entahlah aku hanya ingin membeli pulpen ini."

Mark Lee.

Bola mata Yeri membesar, terkejut. Mark dan sahabatnya, Jeno. Merekalah yang muncul di belokan tangga.

"Yeri?" Yeri tersadar dan menatap kebawah. Jeno memanggilnya.

"Ah ya?" Yeri tersenyum kikuk dan melirik Mark. Dan mata mereka bertemu.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Tiga detik berlalu. Dan Yeri ataupun Mark tak berniat mengalihkan pandang. Hingga Jeno jengah dan melangkah melewati Yeri.

Mereka tersadar dan memalingkan wajah. Keduanya tersipu dan tak saling memandang mata.

Hingga Mark menatap benda yang digenggam Yeri. Ia tersenyum lalu tekekeh pelan.

"Ah pulpen itu." Ucapan Mark membuat Yeri menaikan alisnya bingung.

Dan Mark menjawab dengan mengeluarkan pulpen dari sakunya. Pulpen yang serupa, persis dengan milik Yeri.

Pulpen bercorak elips hitam ditutupnya, dan sedikit polesan hitam diujung pulpen. Selebihnya, putih. Polos, seperti mereka mungkin?

Yeri melebarkan matanya, lalu terkekeh pelan.

"Jodoh ya?".

Mark tersenyum dan melangkah lagi. Melanjutkan perjalanan nya menuju kelas. Begitu juga Yeri.

Saat dipuncak tangga mereka berpisah. Kelas mereka berlawanan arah. Mark ke kiri, dan Yeri ke kanan.

Satu langkah

Dua langkah

Pada langkah ketiga, mereka kompak berbalik. Terlihat sedikit keterjutan dari keduanya. Lalu hilang ditelan senyuman.

Yeri tak tahan, ia memalingkan tatapan nya. Ia menengok ke arah lapangan. Ia malu, wajahnya juga terasa hangat.

"Sekarang aku percaya istilah bahwa 'jodoh biasanya mirip'" Yeri sedikit terlonjak, lalu menatap Mark yang sudah berbalik.

Yeri merasa wajahnya terbakar. Sedangkan jantungnya seperti sedang berlari dengan kecepatan 100km/jam.

"Ah dia itu." Yeri menggeleng pelan dan sedikit berlari ke kelasnya. Disertai senyuman, juga hati yang berbunga.


Mungkin saja bukan? Pulpen bisa menjadi penanda.





'Moe Moe' - 'kkeut'





Violeta Hime❤

kleine sacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang