AKU dan Adeng sudah seperti bulu dan kaki. Karena, di mana ada Adeng, di situ ada Bayu. Di mana ada Bayu, Adeng juga pasti akan bertengger seperti burung.
"Adeng, kau pernah berpikir tidak untuk membawa orang-orang terbang?" aku menoleh, menatap Adeng yang sibuk memainkan pesawat yang ia buat dari bambu. "Aku rasa sudah terlalu umum kalau kita ingin dibawa terbang."
"Akhirnya setelah beratus-ratus tahun aku menunggu, kau akhirnya bertanya tentang itu kepadaku Bay!" Adeng tersenyum memperlihatkan giginya yang berderet dengan rapih. "Aku tahu kau diam-diam selalu membaca buku tentang penerbangan yang dibawakan Kak Arga."
"Maksudmu?"
Lelaki di sebelahku tertawa hingga membuat dahan pohon yang kita duduki sedikit bergetar. "Kita berdua harus jadi awak penerbangan, Bay! Kita harus berhasil masuk ke sekolah penerbangan di kota!"
"Lalu setelah itu kita lulus dan menjadi pilot!" aku menyambung mimpi yang diucapkan oleh Adeng dengan semangat.
"Jangan lupa, aku harus bertemu dengan pramugari cantik," ia terkekeh lalu merentangkan tangannya. "Kemudian kita saling jatuh cinta dan akhirnya aku akan melamarnya saat penerbangan ke Hawaii."
Aku buru-buru menoyor kepala Adeng yang dipenuhi dengan angan-angan untuk melamar pramugari di pesawat. "Kubur saja mimpimu yang satu itu! Geli aku mendengarnya!"
"Bilang saja kau iri, tidak bisa berpikir kreatif seperti aku, wajahnya tidak setampan aku pula!" Adeng mencibir lalu menatap pepohonan yang menjulang tinggi. "Tapi kata Kak Arga, kita harus kuat lari sepuluh kilometer dengan membawa tas. Jangankan lari sepuluh kilometer, lari mengejar ayam-ayamku saja, aduhai, capek aku!"
"Jangankan lari membawa tas, kau aku minta untuk bawa pakan ayamku saja, minta dibayar dengan gulali. Gimana kalau bawa tas? Dibayar dengan pulau?" Aku mendorong Adeng cukup keras hingga mampu membuat tubuh kurusnya terjatuh dari batang pohon tumbang yang kami duduki.
"Pakan ayam itu bau, bahkan hidungku saja tidak bisa bertahan! Sedangkan kalau aku lari nanti, tas yang aku bawa akan aku isi durian, biar harum," Adeng menaik turunkan kedua alisnya dengan memasang cengiran khasnya.
"Omong-omong, kau sudah belajar untuk ujian nasional minggu depan? Aku dengar, kita pakai komputer nanti isi jawabannya," tiba-tiba, berita yang aku baca di surat kabar terlintas di benakku.
"Betulkah?" kedua bola mata Adeng membesar ketika mendengar kabar kalau ujian nasional bukan dalam bentuk kertas lagi. "Canggih sekali jaman kita ini! Seumur-umur belum pernah aku jawab soal dari komputer!"
"Jangankan jawab soal di komputer, komputernya saja tidak punya!"
"Tunggu aku jadi pilot, kau akan aku pinjamkan komputer!" Adeng tersenyum bangga sambil menatapku.
Aku terkekeh melihat Adeng yang sibuk membanggakan dirinya. "Untuk apa kau pinjamkan komputer kepadaku? Aku namti akan punya tujuh komputer. Setiap hari aku ganti komputer!"
"Komputer, komputer, bereskan dulu pelajaran sains baru berangan-angan punya tujuh komputer!" suara Kak Arga tiba-tiba terdegar di belakang kami, lalu dengan sigap menarik lengan kami berdua ke arah sekolah. "Gimana mau punya komputer kalau kalian masih tidak bisa bedakan mana Amoeba mana Paramecium Sp!"
a/n : YES AHIRNYA UPDATE SETEAH SEKIAN LAMA AKUN INI DITELANTARKAN, btw ingin nge-dedikasi ke radarneptunus tapi lagi nggak buka laptop, jadi nantian ya didedikasinya hoho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Aku Berikan Langit Ini Untukmu [ ✓ ]
Short StoryMenyusun kepingan mimpi untuk menjadi permadani biru yang terbentang luas itu tidaklah mudah. Tapi, kalau sudah selesai, aku ingin memberikannya kepadamu. shoutout to @Hyderia for the cover Copyright © 2018 by deens.