011 | kehilangan seseorang yang berharga

173 55 28
                                    

"Selamat kepada Bayu Adietyawarman sebagai peraih nilai ujian tertulis dan keterampilan tertinggi!" Instruktur Muzaka memberikanku sebuah plakat bertukiskan 'Bayu A.' yang disertai dengan tulisan 'Highest score at Marsucipto Dirgantara Fly Academy'. "Seperti yang sudah saya serukan berkali-kali, disiplin! Kunci utama seorang pilot untuk meraih jam terbang yang tinggi! Seorang pilot tanpa rasa disiplin yang tinggi tidak akan pernah bisa menyentuh langit biru ini," Isntruktur Muzaka, walaupun umurnya masih terbilang muda, ia bisa menjadi salah satu instruktur yang paling dihormati di sekolah penerbangan ini. "Anda jangan pernah melupakan mimpi! Tanpa mimpi pun, anda tidak akan bisa memiliki hati yang tulus untuk menerbangkan pesawat. Oleh karena itu, hiduplah untuk bermimpi, bermimpilah untuk hidup! Kejarlah mimpi anda, disertai dengan doa."

Aku mengangguk dengan mantap. Wajah ibu kembali terbayang di benakku. Semenjak ibuku pulang dari rumah sakit karena insiden kebakaran, aku merasa lebih lega dalam melewati masa-masa pembelajaran(meskipun sebenarnya aku sudah melewati Ujian Nasional saat itu). Apalagi ketika Kak Arga memberikan informasi tentang beasiswa untuk melanjutkan ke salah satu sekolah penerbangan ternama di Banten. Aku merasa lebih siap memilih pilihan itu ketika mengetahui bahwa ibu akan terus mendukungku, hingga aku bisa berada di sini.

Begitu acara ditutup, aku segera berlari mengambil tas ransel yang sudah aku siapkan untuk pulang ke rumahㅡlebih tepatnya rumah Kak Argaㅡtidak sabar memberikan kabar kepada ibu kalau aku berhasil mendapatkan gelar murid terbaik.

"Langsung pulang?" Piston menepuk pundakku, lalu menyodorkan plastik berisi asinan. "Nih, dari Mama. Asinan Bogor punya ini, dijamin paling enak!"

"Dijamin enak ya? Jangan ngotai aku, awas kau Piston."

Anak satu ini, adalah teman dekatku selama di Banten. Nama panjangnya Guntur Piston Guntara, suaranya sangat menggebu-gebu seperti Guntur, dan tidak pernah lelah layaknya piston yang berada di mobil. Memiliki tubuh yang tinggi, bola mata berwarna hitam legam, dan kulit yang pucat. Kakek buyutnya adalah pendiri Marsucipto Dirgantara Fly Academy ini, namun tidak ada yang mengetahui bahwa Piston masih berkerabat dengan Marsekal Sucipto. "Takut merasa terbebani kalau orang-orang tahu kalau Marsekal Sucipto adalah kakek buyutku," katanya waktu kami sedang dihukum.

Gaya bicaranya, kelakuannya, bahkan tawanya mirip sekali dengan Adeng. Selalu berbicara seperti motivator, selalu teriak ketika sedang mengeluh, selalu merasa bangga ketika berhasil mengalahkanku, bahkan selalu memukul punggungku ketika sedang tertawa.

"Aku pulang duluan ya! Udah dijemput, salam buat Kak Arga!" ia menepuk bahuku lalu berlari ke arah mobil Jeep yang sudah menunggunya. "Asinannya dijamin enak!"

"Kalau tidak enak, aku minta kau bayarkan aku es lilin di kantin!" Piston hanya tertawa lalu masuk ke dalam mobilnya.

"Bayu!" aku menoleh dan mendapatkan sosok Kak Arga di belakangku. "Selamat," Kak Arga memelukku sambil menepuk-nepuk punggungku dengan pelan. "Bangga sekali aku denganmu, bisa mengalahkan anak-anak kota itu," bisik Kak Arga sambil terkekeh.

"Justru karena mereka anak-anak kota yang uangnya banyak, mereka tidak terlalu peduli dengan penghargaan ini," aku menunjukkan plakat yang tadi diberikan, "Kebanyakan mereka masuk sini bukan keinginan mereka, tapi keinginan keluarga mereka."

"Aku merasa bangga kepada diriku sendiri, berhasil mempunyai anak didik sepertimu," Kak Arga sambil menepuk dadanya, mulai menyombongkan dirinya ketika berhasil melakukan sesuatu. "Ah omong-omong, Ibumu tadi menelfon. Katanya kamu suruh telfon ke rumah kepala desa, Ibumu lagi di sana menunggu kabar darimu," katanya sambil menyerahkan ponsel hitamnya.

Aku menekan nomor telfon rumah Pak Jakaㅡkepala desa yang selalu menjadi perantara komunikasi aku dan Ibuㅡlalu menunggu panggilanku diangkat.

"Halo nak?"  persiapan ujian yang mendistraksi pikiran membuatku hampir dua bulan tidak berbicara dengan Ibu. "Bagaimana kabarmu? Apakah Banten dingin? Kamu kelaparan tidak?"

"Baik, Ibu," jawabku, aku melihat ke arah plakat yang aku pegang. "Ibu, Bayu menjadi peraih nilai tinggi di sekolah ini."

"Kau mengerjakan ujiannya dengan jujur kan? Tidak mencontek atau berbuat curang lainnya?" Ibu ternyata masih saja tidak pernah memuji terlebih dahulu baru bertanya hal-hal seperti itu. Sama seperti ketika aku berhasil memenangkan olimpiade matematika di kota, hal pertama yang Ibu ucapkan ketika aku memberikan medali persis seperti yang Ibu ucapkan sekarang, dan aku rindu dengan wajah Ibu yang tanpa ekspresi ketika menanyakan hal itu. "Ibu bangga sekali denganmu selama kau tidak berbuat curang. Andai Ibu bisa datang ke sana, pasti akan Ibu buatkan rendang paling enak!"

"Tentu saja tidak. Nanti kalau Bayu mencontek, Ibu pasti tidak akan mau membuatkan rendang untuk Bayu lagi," aku tersenyum mendengar tawa renyah Ibu dari sebrang sana. "Ibu apa kabar?"

Percakapanku dengan Ibu di telfon diisi dengan cerita Ibu tentang sawah baru pemberian seorang pebisnis karena menyelamatkan putrinya. Lalu cerita tentang bagaimana atap rumah yang bocor diperbaiki oleh orang yang tidak Ibu kenal, dan Ibu berpikir itu pasti yang membayarnya adalah pebisnis itu. Tidak lupa juga Ibu mengabarkanku tentang jembatan yang biasa aku dan Adeng lewati, ternyata sudah diganti menjadi jembatan beton.

"Ibu, Adeng apa kabar di sana?" tiba-tiba aku teringat dengan Adeng. Sudah satu tahun aku tidak berbicara dengannya. Bahkan sebelum keberangkatanku ke Banten, Adeng tidak mengucapkan salam perpisahan, dan aku pun tidak mengabarinya.

Ibu terdiam cukup lama, membuatku penasaran dengan kabar Adeng di sana. Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia melanjutkan sekolahnya? Ataukah ia belajar beternak kambing? Atau sebenarnya ia diam-diam mewujudkan mimpinya untuk bersekolah di sekolah penerbangan juga?

"Adeng sudah tidak ada."

a/n : HALO SEGENAP WARGA +62! akhirnya cerita ini update kembali, di jam yang sungguh tidak manusiawi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a/n : HALO SEGENAP WARGA +62! akhirnya cerita ini update kembali, di jam yang sungguh tidak manusiawi. tapi berhubung besok libur, jadi nggak apa-apa lah ya wkwk. dan btw, chapter ini adalah chapter terpanjang huehueue 890 words adalah sebuah pentjapaian, mari tumpengan.

Akan Aku Berikan Langit Ini Untukmu [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang