006 | adeng, kali ini tertawa di saat yang tidak tepat

241 66 26
                                    

ADENG dan aku sudah berteman sejak lama, dan seharusnya aku terbiasa dengan sikapnya. Namun tetap saja aku masih membenci beberapa sikapnya, yang sebagian dari itu membuatku sedih.

"Adeng, ayo ikut saya," Kak Arga menahan Adeng, yang baru saja akan pergi ke pasar bersamaku untuk merayakan hari selesainya ujian nasional di mall kota sebelum kembali ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Adeng, ayo ikut saya," Kak Arga menahan Adeng, yang baru saja akan pergi ke pasar bersamaku untuk merayakan hari selesainya ujian nasional di mall kota sebelum kembali ke rumah. Awalnya aku hampir memohon ke Kak Arga agar Adeng bisa di sini sebentar saja, sampai kami menemukan apa yang kami inginkan di mall.

"Ah Kak Arga, bolehlah, hanya sebentar kami di gedung besar itu, mana bisa kita ketemu dengan gedung dingin itu kalau nanti sudah pulang?" Adeng tersenyumm sambil menganggukkan kepalanya, sepertinya berharap agar Kak Ara mengizinkan kami. "Kita tidak akan lama, iya kan Bay?"

"Kau boleh pulang duluan," melihat raut panik yang terpancar di wajah Kak Arga membuatku akhirnya memihak ke kakak relawan itu dibandingkan dengan Adeng, yang jelas hal itu membuatnya kesal.

Sudah enam belas tahun kami berteman, sifat Adeng yang tidak pernah aku sukai hanyalah ketika ia tidak dibela oleh orang-orang terdekatnya, maka ia akan memusuhi orang tersebut(walaupun aku tahu, dia tidak mungkin tahan memusuhiku selama berhari-hari. Toh biasanya dia akan kembali dengan sendirinya, sambil bercerita masalah ibuknya).

"Yah Bay! Tidak asik kau!" Adeng menatapku dengan tatapan memohon, walaupun memang aku akui, mengunjungi mall adalah hal yang ingin kami berdua lakukan di kota.

"Duluan saja Kak," Kak Arga memberi kode terima kasih lalu menarik Adeng yang mulutnya sibuk mengeluarkan sumpah serapah khas Adeng, yang jauh dari kata-kata kasar.

"Musuhan aku denganmu, Bayu! Mulai detik ini!" Adeng menghentakkan kakinya lalu mengekor Kak Arga ke arah mobil relawan yang sudah siap berangkat.

Adeng bukanlah Adeng kalau ia tidak berbuat sesuatu yang memalukan, contohnya seperti saat ini, ia menjulurkan lidahnya lalu bergerak seperti badut, lalu tangannya menunjuk ke arahku. Barulah ia masuk ke dalam mobil.

Aku berlari menelusuri jalanan yang belum tersentuh oleh aspal itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berlari menelusuri jalanan yang belum tersentuh oleh aspal itu. Melewati rumput-rumput yang tampaknya baru saja tersiram air hujan, membuat sepatu yang kemrin baru saja aku cuci kembali menjadi sepatu lumpurku. Sampai akhirnya mataku melihat sosok kurus yang sedang duduk sendiri menghadap ke arah pohon bambu yang bergoyang mengikuti semilir angin sore ini.

"Adeng!" ia menoleh lalu tersenyum ke arahku, satu hal yang paling aku benci dari Adeng. "Kau tidak apa-apa?"

"Memangnya aku kenapa?" aku benci Adeng yang seperti ini, alih-alih menangisㅡseperti anak pada umumnyaㅡia malah menunjukkan senyumnya yang lebar itu.

"Aku dapat kabar kalau iㅡ

"Bohong itu Bay, kabar yang kau dengar dari kakak relawan itu bohong," kata Adeng lalu tertawa kecil, matanya memandang ke arah sinar mentari yang terlihat bersinar dari arah bambu-bambu yang berada tepat di depan rumah Adeng. "Tempo hari aku bicara kok dengan ibuk."

"Tempo hari yang kaㅡ

"Jangan percaya sama mereka Bay! Mereka itu bohong! Lihat saja hidung mereka semuanya jadi panjang," lagi-lagi ia tertawa, jarinya menunjuk ke arah orang-orang yang berkumpul di depan rumahnya, lalu perlahan membuka jalan untuk mempersilakan bapak-bapak yang mengangkut peti berwarna hijau keluar dari rumah Adeng.

Aku memegang pundak Adeng lalu menggoyang-goyangkannya, masih tidak percaya dengan lelucon yang ia lontarkan, di saat yang tidak tepat. "Adeng!"

"Bay kau tahu, tingkahmu itu seperti gadis yang baru saja putus dari pacarnya," ia mengibaskan tanganku lalu mengusap matanya dengan kasar.

"Leluconmu tidak lucu tahu! Berhenti bersikap seperti itu, kalau kau mau menangis, menangis saja!" seberapa keras orang menahan tangisan, pasti lama-lama mereka tidak akan kuat, dan aku percya akan hal itu. "Tidak akan ada Lintong yang akan mengejekmu lemah kok! Tidak ada Ende yang akan menertawakan wajahmu juga!"

"Almarhum bapak bilang, laki-laki tidak boleh menangis, apalagi kalau mau jadi pilot," katanya dengan tenang, namun tangannya mengusap matanya, lagi. "Lagipula ibuk hanya tidur Bay, nanti juga kalau ayamku bersuara, ibuk akan bangun dan memarahiku kenapa tidak bisa mengerjakan ujian nasional Bahasa Inggris. Pendengaran ibuk kan tajam walaupun sedang tidur."

"Menangis itu bukan hal yang memalukan, kalau memang menangis adalah pilihan terbaik, menangislah," aku merangkul Adeng yang sibuk mengusap-usap matanya dengan kasar sambil sesekali mengerjapkannya. Adeng mengatur napasnya yang mulai tidak beraturan, namun tetap saja, ia senyuman kecil itu masih terukir di wajahnya.

Matanya yang berair menatap ke arahku sambil menepuk-nepuk punggungku. "Bay, aku memang tidak boleh karena bapak bilang seperti itu, juga karena pada akhirnya, ibuk bisa bertemu dengan bapak yang selalu beliau rindukan. Dan hal itu seharusnya tidak membuatku sedih."

Ia bangkit dan melangkahkan kakinya dengan lemas ke rumahnya. "Aku mau tidur Bay, ujian nasional membuatku mengantuk. Kau pulang saja," ia terkekeh lalu menutup pintu rumahnya dengan pelan.

Bersamaan dengan itu, suara tangisan pilu seorang anak yang kini yatim piatu terdengar, memecah keheningan di sore hari ini.

Bersamaan dengan itu, suara tangisan pilu seorang anak yang kini yatim piatu terdengar, memecah keheningan di sore hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a/n : haloooo, akhirnya gue bisa update cerita ini. dan setelah bersemedi dibawah derasnya air terjun selama satu bulan penuh lalu meminum teh suci dengan tenang dan damai, ini part terpanjang dalam sejarah cerita akan aku berikan langit ini untukmu yang gue tulis. btw, di mulmed ada wonwoo a.k.a si Adeng Puhlian yang lagi ketawa di depan Bayu sore ini.

btwㅡlagiㅡmakasih yaa buat yang udah baca dan bertahan sampe bab ini!^^dan ini bab didedikasikan kepada sweatertowns karena dia baru saja mendediku di bab 1 cerita barunya jadi yha, tapi bentaran ya di dedi-nya mbikos gue belum buka laptop lagi.

Akan Aku Berikan Langit Ini Untukmu [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang