Mata hitam bening itu memejam bersamaan dengan semilir angin sepoi membelai wajahnya lembut. Ia hirup napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Membuka kembali matanya ketika merasakan kehadiran seseorang.
Gadis itu tersenyum ketika tau siapa yang berdiri disebelahnya.
"Masih kangen?" tanya pria berkaos putih itu.
Tanpa aba-aba Vinta memeluk pinggang Radite. "Selalu kangen sama Bali," jawabnya.
Radite mengacak rambut adik kecilnya yang nyatanya tak lagi kecil.
"Kamu cepet banget gedenya, Vin. Perasaan baru kemarin bli nganterin kamu ke Malang balik-balik udah lulus kuliah."
Vinta semakin mengeratkan pelukannya pada kakak keduanya itu.
"Iya. Harusnya juga aku kuliah di Bali, tapi papa sama bli bersekongkol nggak ngebolehin. Padahal aku kangen banget sama Bali-ku."
Radite hanya bisa tersenyum ketika mengingat soal kuliah Vinta. Dulu ia dan Sanaswara berjanji akan menjemput adiknya setelah lulus SMA. Tetapi kenyatan malah berbanding terbalik. Radite mengingkari janjinya. Ia tidak jadi menjemput Vinta.
Pria bernama lengkap Radite Terik Yuansyah itu membuat kesepakatan dengan Hardi soal kuliah Vinta. Jika rencananya Vinta akan kuliah di Bali setelah lulus SMA terpaksa harus diurungkan. Bukannya apa-apa, beberapa tahun lalu Radite dan Sanaswara fokus dengan bisnis peninggalan Galih yang mengalami penurunan drastis. Tak mau fokus terpecah mereka meminta Vinta agar tetap tinggal di Malang sampai kondisi perusahaan normal.
"Kamu kangen Bali apa siapa tuh namanya, mmm.. Ca? Caca?" kata Radite mencoba mengingat-ingat nama cowok yang selalu diceritakan Vinta setiap mereka chattingan.
"Catur," kata Vinta cepat.
"Nah iya Catur! Gimana kabarnya? Bli lupa wajahnya."
Nama itu... Nama yang tidak ingin Vinta ucapkan, tapi sangat dirindukan. Nama yang tidak ingin ia dengar, tapi selalu terngiang dipikiran.
Nama itu... Ah, Vinta ingin memanggilnya berulang kali supaya si pemilik nama muncul ke hadapan.
Catur. Bagaimana kabar cowok itu sekarang? Bagaimana keadaan mental dan fisiknya? Apa dia sudah sembuh? Apa dia sudah pulih?
Sejak perpisahan di rumah sakit lima tahun lalu, Vinta tidak tau bagaimana keadaan cowok itu. Mereka benar-benar putus hubungan tanpa alasan yang jelas.
Vinta ribuan kali mencoba menghubungi Catur, tetapi yang dihubungi malah menghilang begitu saja. Catur seperti sengaja menghindar.
Vinta pernah bertanya pada Bunda bahkan berulang kali. Ia sering menyambangi rumah ibu kandung Catur, tapi hasilnya tetap sama. Wanita berhijab itu tidak mau memberitau dimana keberadaan anaknya.
Saat ditanya bunda akan menjawab 'Catur baik-baik saja. Doakan dia cepat pulih ya Vinta.' Selalu begitu sampai Vinta menyerah dan enggan bertanya lagi.
Sebenarnya kamu dimana, Tur?
"Masih gak ada kabar?" tanya Radite seakan tau apa yang dipikirkan adiknya.
"Iya. Selama lima tahun," jawab Vinta.
Rasa sesak dalam dirinya muncul. Sesak yang teramat. Saking sesaknya sampai tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata ataupun kalimat.
Vinta ingin bertemu. Ingin melampiaskan kerinduannya dalam dekap hangat Catur. Ingin memeluknya erat dan tidak akan melepaskannya. Tetapi itu semua hanya angan karena Vinta tak tau dimana keberadaan pangeran berkuda putihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiang Tresna Bli
Teen Fiction[T E E N F I C T] Awal yang tak terkira dan akhir yang tak terduga. Amazing cover by @radarneptunus