Aku, Bocah Penjual Air, dan Tutup Botol

141 25 14
                                    


    Aku menatap ke arah taman kota di sore hari yang jingga ini, sambil memegang sebuah kertas putih yang tercoret tinta hitam dan … merah di dalamnya, yang membuatku ingin menangis.

  Rapot bayangan adalah tulisan di atasnya, yang membuatku tidak ingin langsung pulang ke rumah dan langsung merenung ke taman kota ini.

       Ah! Aku sungguh menyesal kenapa empat bulan duapuluh tiga hari yang lalu aku memilih untuk masuk ke jurusan yang bukan minatku.

       Lihat ini, aku mendapat peringkat ke tigapuluh tiga dari tigapuluh delapan siswa, mendapat tiga coretan tinta merah di kolom nilai kimia, pendidikan olahraga dan biologi. Why I’m so freakin stupid?

       Karena dulu, aku pikir dengan masuknya aku di jurusan Matematika dan Ilmu Alam akan menjamin kesuksesan di masa depanku dengan baik. Karena setelahnya, aku bisa kuliah di fakultas bergengsi, lalu bekerja di tempat-tempat elit, yang menjamin kebahagiaan di sisi ekonomiku. Dan selamanya hidupku akan terjamin.

       Tapi, andai-andai tetaplah akan menjadi mimpi. Karena nyatanya, batas kemampuanku bukan di sini, tapi mau dikata apa? Semua sudah terjadi, dan aku hanya bisa menyesali.

       Sastra, adalah minatku yang sebenarnya. Andai saja, dulu aku mengambil kelas Bahasa, mungkin aku sudah menikmati hari-hariku di sekolah. Tapi sudah kubilang barusan, ini hanyalah angan-angan

       Walaupun, memang di jurusan Matematika dan Ilmu Alam ini, kemampuanku hanya di Matematika saja. Namun, tetap saja aku masih lemah dalam Fisika, Kimia dan Biologi.

       Orang-orang bilang, katanya jika masuk jurusan IPA, kita bisa menjadi dokter, dan dokter itu bergaji besar! Maka tentramlah hidup kita nanti.

Tapi mau apa dikata, batas kemampuanku tidak ada dalam biologi.

  Aku selalu bermimpi, bahwa saat aku sudah masuk ke jurusan ini, bahwa harapanku kelak untuk menjadi orang sukses yang baik akan terwujud.

       Aku hanya bisa menghitung angka-angka istimewa di dalam matematika, dan selalu bisa menemukan hasil x dan y serta menghitung fungsi linear, aljabar, fungsi kuadrat dengan menggunakan rumus abc ataupun dengan memfaktorkan. Aku bisa. Dan silakan minta aku untuk menjelaskan apa itu rasio trigonometri, tentu saja aku ingat dan paham luar kepala.

       Tapi untuk menghitung berapa atom yang terususun dalam sebuah unsur, demi apapun lebih baik aku memakan buku matematika kelas duabelas dengan mencakup vector, transformasi geometri, dimensi tiga, trigonometri lanjut dan lainnya.

       Sungguh, itu lebih mudah, kawan!

       Hilangkan tentang matematika dan lain-lain yang aku jelaskan barusan, sekarang aku merasa tenggorokanku kering karena kurangnya asupan air di dalam tenggorokanku, dan aku lupa membawa air minum dari rumah.

       Ah, biasanya ada seorang anak laki-laki di sini yang selalu menawarkan air mineral dan gorengan hangat itu. Tapi, di mana dia? Kenapa saat dibutuhkan malah tak tampak batang hidungnya.

      “Kak, mau beli air minum, ya? Nih, Kak,” ucap seorang anak laki-laki bertubuh kurus kering dan bermata sayu itu sambil menyodorkan satu botol air mineral kepadaku secara tiba-tiba, sambil tersenyum bahagia seperti tak ada beban apapun.

       “Kok kamu tahu, sih, kalo aku mau beli air mineralmu?” tanyaku yang masih dilanda kebingungan.

       “Ah, kak tentu saja aku tahu. Raut wajah kakak mengatakannya,” ucapnya santai.

       “Oh, seperti itu. Tapi, bukannya tadi kamu tidak ada di sekitaran sini?” Aku seperti polisi yang mengintrogasi pencuri saja, bertanya terus kepada bocah lelaki ini.

FEELING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang