3.Kau tau?

13 5 3
                                    

Kau tau apa yang lebih indah dibanding kebahagian? Jawabannya adalah, kehancuran. Kenapa? Karena kehancuran yang mendedikasikan bahwa adanya kebahagiaan. Karena kehancuran yang membuat orang-orang percaya, betapa berharganya sebuah kebahagiaan. Karena kehancuran datang, untuk mengisahkan bahwa ada saja hal baik dihari terburuk sekalipun.

Velove menatap foto itu lagi. Tak peduli sudah ke berapa ratus kalinya, ia sibuk menatap bingkai itu dengan rona senyum. Dengan memori yang lagi-lagi terngiang dengan liar diotaknya. Kalimat itu bagai candu, yang terus membuatnya nagih dan tak henti.

Kalimat itulah, satu dari sekian juta yang memotivasinya untuk tetap berdiri tegak disekolah ini, untuk tetap melakukan seribu rangkaian rencananya. Velove yakin itu, kalimat-kalimatnya tak pernah salah.

Velove merasakan jantungnya tak lagi berdetak amat kencang, nafasnya pun tak lagi memburu seperti sebelum-sebelumnya. Ia tak mengerti, mengapa memori tentang mendiang omahnya ini mampu membuat ia kambuh namun bisa juga jadi obat peredanya?

Seperti kali ini, sesak nafasnya reda seketika hanya karena melihat foto Omahnya. Bahkan sebelum ia menyemprotkan obat asmanya itu. Velove kembali membuang nafasnya kasar, segera ia masukkan foto itu kedalam sakunya.

"Kurang ajar!" pekik Velove tak suka. Ia berdecih, mengingat peristiwa beberapa menit yang lalu.

Vaka, laki-laki yang merupakan murid baru disini. Namun, tanpa etikanya mencoba mempermalukan Velove dihadapan orang banyak. Ia tak habis pikir, bisa-bisanya murid berpin merah berani berbicara dihadapannya.

Kring...kring...

Bunyi bel berdering, menandakkan waktunya menyanyikan lagu Indonesia Raya diselasar kelas. Velove segera keluar dari bilik terakhir. Sebelum keluar dari kamar mandi, ia sempat merapihkan tatanan rambutnya dan beberapa polesan make up tipis diwajahnya yang babyface itu.

"Kalo lo ketemu cowo baru itu, kasih tau gue dia kelas berapa. Paham?" ujar Velove pada siswi yang berpapasan dengannya diluar kamar mandi, hendak masuk ke sana sebelum bertemu Velove dan menanggapinya dengan anggukan patuh.

"Jangan lupa, kasih tau yang lainnya." tambah Velove yang segera berlalu, segera berjalan menuju selasar kelasnya.

🎭🎭🎭

"Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang sakti" dendangan lirik 'Indonesia Raya Stanza 3' itu memenuhi satu sekolah. Semua khidmat berdiri diselasar kelas menghadap lapangan, dimana dengan gagahnya sang merah putih berdiri tegak disana. Sambil sesekali terpaan angin melambaikan dengan syahdunya.

Semua khidmat, terkecuali dua orang. Satu, gadis yang sedari tadi sibuk memilin rambut hitamnya. Matanya sibuk mengekori tiap selasar kelas yang mampu dilihatnya. Yap, ia mencari laki-laki yang ia juluki 'anak bengal'.

Sedang yang satunya, kentara sekali ia sedang gelisah. Namun dengan tujuan yang sama, mencari laki-laki itu. Bahkan, wajahnya saja ia tidak tau. Dia angkatan berapa saja ia tidak tau, apalag- wait, ia ingat Velove bilang kalau dia anak murid baru berpin merah. Oh, jangan-jangan dia laki-laki yang ada dimading tadi pagi! Ya, tidak diragukan lagi, laki-laki itu satu-satunya pemegang pin merah selainnya diangkatannya ini. Seketika air muka Lala berubah menjadi senang.

Ia pun melangkah maju beberapa petak, tetap tenang namun merubah posisinya perlahan. Tangannya kini bebas memegang tiang bulat horizontal yang menjadi pembatas, menandakan ia sudah berada dibarisan paling depan.

Diliriknya tiap selasar kelas dihadapannya. Baik dilantai satu, dua, tiga dan empat. Mencari keberadaan laki-laki itu.

A ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang