2.LIKE A SKY TALK WITH YOU

14 7 2
                                    

Hidup itu layaknya langit, yang indah, cerah, penuh warna dan megah. Tapi sayang, semua hanyalah ilusi. Langit sebenarnya hitam pekat dengan berisi jutaan kehancuran. Langit yang cerah, tak pernah benar-benar memberikanmu keindahan.Tak pernah benar-benar memberikanmu kebahagiaan.

Velove kembali merapalkan kata-kata itu dalam benaknya. Suara serak-serak namun lembut, masih terekam jelas dalam memorinya itu. Tentang seorang perempuan cantik, walau dengan rambutnya yang mulai memutih dan tak lupa senyumnya yang indah walau lagi-lagi dihiasi kerutan sebab faktor usianya. Seorang malaikat cantik yang sering menggumamkan nasihat untuk Velove.

Velove memejamkan matanya sejenak, merasakan kehadiran perempuan itu disampingnya. Merasakan kehangatan yang sering malaikat tanpa sayap itu pancarkan.

Dengan amat perlahan, ia berbisik dengan suara yang bergetar "Omah..."

Tak lama, setetes kristal bening mengalir dari mata indahnya. Dengan cepat ia menepis tangis itu kasar dengan tangannya. Ia pun segera membuka matanya, lalu sibuk mengatur nafasnya yang tak teratur. Dadanya naik turun, memori dimana ia kembali merasakan kehadiran omahnya itu selalu sukses membuatnya sulit mengontrol diri.

Padahal, ia sudah bertekad agar menjadikan masa lalunya itu sebuah kenangan dan pelajaran yang patut ia aplikasikan di kehidupannya. Namun sampai sekarang, rasanya dirinya belum sepenuhnya ikhlas akan kepergian omah yang teramat disayanginya itu.

"Velove!" panggil seseorang sempat membuat Velove terkejut.

Velove berdecak tak suka, "Ck.. ngagetin aja! Kenapa?" tanya Velove kesal. Gadis berpita merah itu malah memamerkan cengiran kudanya.

"Sorry...sorry.." lirihnya masih dengan senyumnya itu. Velove mengibaskan tangan kanannnya, bermaksud mengatakan 'Ya udah abaikan aja.'

"Itu, Tama katanya udah bawa foto, gak tau apaan." ujar gadis itu masih dengan kepalanya saja yang menyembul masuk ke kelas. Selebihnya badannya tersimpan diluar. Seketika, senyum lebar Velove tercetak diwajahnya.

Sekilas, kepalanya menengok ke jam dinding dikelas. Jarum jam menunjukkan pukul 7 kurang 7 menit, itu artinya masih ada waktu 7 menit untuk membuat pertunjukkan kembali. Apalagi dengan Lala yang juga belum datang ke kelas. Dengan semangat, ia pun berlari ke arah lantai satu, tempat adanya mading sekolah itu.

🎭🎭🎭

Sekolah angkatan 38 kini telah ramai. Beberapa menggerombol seperti kawanan semut. Yang bila jalan dan bertemu teman seangkatan, pasti menyempatkan untuk berpapasan dekat. Sekedar mencuri dengar informasi.

Pasalnya, ada anak baru yang akan masuk pada semester ini. Bukan karena statusnya yang merupakan murid baru, tapi karena murid baru itu merupakan siswa berpin merah. Yang artinya,

"Ups, si upik abu punya saudara kembar nih!" ujar Velove sengaja menabrak bahu Lala. Lala terdiam, tangannya hendak membenarkan kacamata. Dilihatnya kini Velove yang tengah memasang poster besar berisi foto seorang laki-laki, dengan diatasnya diberi judul besar-besar 'Keluarga Baru Si Purba'. Membuat seisi sekolah mengerubungi mading.

Velove sendiri yang memasang foto itu. Dengan bantuan beberapa anak jurnalistik Sekolah yang memang mengurusi mading, kini foto itu sudah terpampang rapih dengan beberapa coretan seperti beberapa makian.

Velove tersenyum senang, mulutnya sibuk berdendang.

"Em... Bersyukur lo yah purba, akhirnya punya teman yang sekasta juga!" ujar Velove pada Lala, mengakhiri dendangannya yang memang merdu itu. Ia menepuk-nepuk pundak Lala yang kini masih menatap mading tak percaya. Kini bukan hanya wajahnya yang tersampir dibenda persegi berisi banyak hiasan itu. Tapi kini ada seseorang yang tersampir disebelahnya, seorang laki-laki dengan rambut yang agak kecoklatan.

A ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang