20 : Jawaban

139K 7.4K 48
                                    

Rachel melangkahkan kakinya memasuki ruangan Kevin. Jantungnya berdetak lebih kencang. Perasaan gugup menyelimuti dirinya. Dilihatnya Kevin tengah berdiri menghadap jendela.

"Jo?' tanya Rachel pelan.

"Kemana saja kamu selama ini?" tanya Kevin dingin.

"Tatap aku, Jo. Aku takut, aku tidak akan pernah menatapmu lagi sebelum aku pergi."

Kevin mengangkat sebelah alisnya. Lantas berbalik dan melihat ke arah Rachel. Ia mendekat dan kini berhadapan langsung dengan perempuan itu.

"Apa maksud kamu?"

Mata Rachel perlahan mulai berkaca-kaca, ia berjalan lebih dekat lagi ke arah Kevin.

"Boleh, aku memelukmu, sekali saja?"

Kevin tidak menjawab, ia justru cepat-cepat meraih tubuh yang sedikit lebih kecil dari tubuhnya itu ke dalam pelukannya. Dapat ia rasakan Rachel menangis perlahan.

"Maafkan aku, Jo. Aku pikir meniggalkanmu tanpa alasan adalah keputusan yang terbaik. Dulu aku pikir, saat kembali nanti, semuanya akan membaik. Tapi aku salah," kata Rachel. Buru-buru ia usap air matanya dan melepaskan pelukannya.

"Aku benar-benar tidak mengerti, tolong jelaskan. Lima tahun terkahir. Semua pertanyaaan dalam benakku, kumohon beri aku penjelasan."

"Terus terang?"

Kevin mengangguk, "Tapi, muka kamu kenapa pucat?"

Rachel menggeleng pelan, "Kita duduk dulu."

Mereka berdua pun duduk di sofa sesuai dengan permintaan Rachel.

"Maafkan aku. Ini benar-benar terlambat."

"Jelaskan kepadaku dulu mengenai kondisimu, Echa," kata Kevin khawatir—Rachel memang sering juga dipanggil Echa.

"Aku punya kelainan jantung, dan itu semakin memburuk dari tahun ke tahun. Bahkan, limpaku pun semakin memburuk dari hari ke hari."

Seketika, rasanya seperti ada petir yang menyambar tubuh Kevin. Ia merasa lemas. Detak jantungnya berpacu dua kali lebih cepat.

"Kamu bercanda, Cha. Gak lucu, serius," kata Kevin dengan nada lemas.

"Lima tahun lalu, aku pergi ke Singapura buat pengobatan. Hasilnya gak membaik. Kemudian aku coba ke Jermam, Belanda, Jepang, Amerika, Inggris, tapi aku tetap gak membaik. Itu cuma bikin aku bertahan sedikit lebih lama. And now—" Rachel tidak sanggup meneruskan kata-katanya. Ia tertunduk lesu.

"Liar!"

"I'm sorry, but this is the truth," kata Rachel lemas.

"Terus, lima tahun lalu, why didn't you tell me the truth?"

"Karena aku gak mau membebani kamu, aku gak mau buat kamu larut dengan kesedihan kamu. Aku tahu kepergian ayah kamu udah begitu berat, gimana kalau ditambah berita tentang kondisi aku? Aku mau kamu bahagia, Jo.

"Dulu aku ingin kamu membenci aku dengan kepergian aku yang tiba-tiba. Kamu benci aku, terus jalani kehidupan kamu tanpa aku, lupain aku, dan bahagia. Tapi akhirnya aku sadar, lost contact sama kamu itu benar-benar sulit. Life isn't simple as i think,"

"Sekarang jangan pergi lagi. Sudah cukup. Aku gak peduli mau bagaimana pun kamu," kata Kevin dengan suara paraunya.

"Aku gak bisa stay. Satu-satunya alasan aku temuin kamu itu, karena aku mau ketemu kamu setidaknya sekali sebelum aku pergi selamanya."

"This is a joke, Rachel. Right?"

Rachel memegang pundak Kevin, menggenggamnya erat.

"Kamu berhak dapat yang lebih baik, Jo. Someone else. Kamu harus bahagia, maka aku juga bahagia. Sekretarismu, dia perempuan baik. Ngak ngak, siapa pun itu, aku gak peduli selama kamu bahagia."

"Ini aku ada album foto, isinya tempat-tempat bagus yang pernah aku kunjungi, barangkali kamu jadi tertarik buat kesana sama pasangan kamu nanti, haha," kata Rachel lagi. Ia mengeluarkan sebuah album berukuran sedang dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepada Kevin.

Kevin tersenyum, "Aku akan simpan."

"Aku pergi dulu, ya, aku gak bisa lama-lama. Jaga diri kamu, Jo. Jangan lupa bahagia, ya, dadah."

Rachel melambaikan tangannya ke arah Kevin. Melemparkan senyuman manisnya kemudian berlalu dari hadapan Kevin.

"Tidak, ini terlalu cepat padahal sudah lima tahun kita tidak bertemu." Batin Kevin dalam hatinya.

Rachel keluar dan melihat Sueny masih berada di tempatnya. Ia pun menghampiri Sueny.

"Sueny, bisa kita bicara sebentar?" tanya Rachel.

"Bisa saja, tapi sekarang masih jam kerjaku,"

"Disini saja."

Sueny pun mengangguk menyetujui.

"Kamu sudah punya kekasih, Sueny?" tanya Rachel to the point.

Sueny terkejut dengan pertanyaan Rachel. Dan dengan perasaan gugupnya, ia pun menggeleng pelan.

"Kalau kamu tidak keberatan, aku titip jaga Kevin, ya."

"E ... eh? Maksud Mbak, apa ya?"

"Kita seumuran. Informal aja, panggil aku Echa, atau Rachel saja sesukamu."

Sueny mengangguk.

"Mungkin kamu pikir dia itu es yang dingin dan keras. Tapi percayalah, sebenarnya dia itu lebih seperti sebuah kaca yang kelihatannya kokoh namun ternyata rapuh."

Rachel tersenyum. Seperti ada sesuatu yang ingin ia sampaikan melalui senyumannya, namun Sueny tak tahu apa itu.

Post on 24/12/2017; 20.05 WIB

Note : Rachel dan Kevin ini gak pernah pacaran, cuma friendzone, tapi saling tahu perasaan masing-masing. Gitu lah pokoknya wkwk.

Oh ya, ini belum aku sunting-sunting ya, maaf kalau ada typo atau kata-kata yang ambigu, lagi mudik jadi agak repotwkwk.

Makasih semuanya :)

[SS] - Touch the Cold Boss✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang