brand new start

201 28 9
                                    

Arin berusaha bersikap biasa lagi sama Mark seperti apa yang Della nasehatin.

Pulang sekolah hari itu, Arin jadinya curhat panjang lebar ke Della tentang perasaan dia yang sebenarnya ke Mark. Padahal Arin biasanya ga mudah percayaan sama orang, tapi dia ngerasa Della tuh perhatian ke dia tulus banget. Jadi dia tumpahin segalanya buat di denger sama Della.

"Kalo jodoh engga kemana Rin, lagian dia kayaknya sayang tulus sama lo dan menurut gue, untuk sekarang itu cukup."

"Lo mau persahabatan seumur hidup lo ancur cuma gara-gara dia lebih milih nganterin pacarnya ke vet? Toh dia udah minta maaf kan Rin?"

Arin ga bisa nyanggah kalo apa yang lagi dia ributin sekarang tuh kekanakan banget. Tapi gimana pun Arin kesel. Sumpah! Dia bawaannya jadi dongkol terus kalau ngeliat Karina; atau ngedenger namanya.

Mark ke rumah Arin malem harinya, minta maaf lagi.

"Maafin kakak Rin, sumpah kakak ga kepikiran kalau kamu bakal ngerasa dikayak gituin."

"Kakak ga maksud. Kemarin Karina-"

Arin mendengus saat mendengar nama Karina meluncur dari mulut Mark.

"Udah deh ka, gausah dibahas lagi. Udah aku maafin kok. Sekarang kakak mending pulang, aku mau tidur."

Dengan wajah masih menunjukan kekesalan, Arin bangkit dari sofa kemudian berjalan pergi meninggalkan Mark.

Mark hanya bisa menghela nafas. Sekarang, bahkan dia belum baikan sama Karina semenjak kejadian di kantin.

.

Awal kesibukan kehidupan SMA mulai mengalihkan perhatian Arin dari Mark dan juga pacarnya itu. Untungnya Arin juga memiliki teman-teman sekelas yang solid dan membuatnya merasa senang terus. Arin bahkan mulai tertarik dengan segala macam dunia cewek yang tadinya ga terlalu ia pedulikan; seperti fashion dan make up. Kalau ia berpapasan dengan Mark di koridor, dia hanya akan tersenyum singkat lalu mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang lain.

Arin ikutan cheers seperti apa yang ia inginkan sejak awal. Tadinya dia juga mau ikutan musik sama kayak Della tapi keinget Mark ada di sana, Arin jadi gamau.

Sial emang, ternyata cheers waktu latihannya sama kayak basket yang notabene ada Mark juga di situ.

Anak cheers latihan di dalam gedung olahraga hari itu. Biasa lah latihan pertama, cuma perkenalan sama pemanasan-pemanasan ringan doang.

Di luar gedung olahraga, tepatnya di lapangan basket, ekskul basket juga lagi perkenalan dan malah lagi seleksi awal kemampuan. Soalnya lumayan juga, tahun ini anak kelas sepuluhnya banyak banget yang minat ke basket.

"Eh liat tuh anak cheers baru." Ari yang lagi ngenilai evaluasi juniornya malah noleh kearah siswi-siswi yang berhamburan keluar dari gedung olahraga. Senyumnya merekah melihat kecantikan yang terpancar dari mereka.

Mark yang ada disebelahnya ga mempedulikan ucapan Ari, ia sedang fokus pada juniornya yang lagi tes memasukan bola ke ring.

"Adik lo bukan sih itu?"

Mendengar kata 'adik', Mark mengalihkan perhatiannya pada apa yang sedang Ari perhatikan juga. Mark memandang ke arah dimana ada Arin dan siswi lain sedang mengobrol sambil berjalan menyusuri koridor. Arin memandang kearahnya juga sekilas, lalu tak lama, mengacuhkannya seperti biasa.

Mark mendengus, kembali kepekerjaannya mengawasi evaluasi junior.

"Ya selanjutnya, Billy, sepuluh empat."

Billy langsung maju, meraih bola merah di keranjang kemudian memasukannya ke ring basket dengan sempurna.

"Semok juga adek lo." Ari masih mencuri-curi pandang ke arah Arin saat gadis itu melewati koridor yang tak jauh dari posisi mereka berada.

Mark mendelik sambil menyipitkan matanya pada Ari, "jaga omongan lo ya!"

Ari tergelak, "haha, santai bos. Lo toh bukan kakak kandungnya kan?"

Kalau saja Ari bukan kapten tim basketnya, kalau saja menonjoknya sekarang bukan hal yang bodoh...

Mark mengepalkan tangannya dengan erat sampai buku jarinya memutih. Konsentrasinya sudah buyar semenjak mendengar apa yang dikatakan oleh Ari tadi.

Saat peluit tanda selesainya waktu yang diberikan pada Billy berbunyi, dan semua orang bertepuk tangan karena Billy menampilkan hasil evaluasi luar biasa, Mark malah mendengus, berdiri, kemudian meninggalkan lapangan.

.

Suasana di kantin super ricuh kalau udah masuk jam istirahat pertama, apalagi ditambah suara cempreng teriakan cewek-cewek yang kelaperan minta dilayanin cepet.

Arin pasrah aja kan pas ada kakak-kakak kelasnya nyalip buat dibikinin batagor. Soalnya mereka keliatannya ganas banget, Arin jadi mundur dan lebih milih pergi ke stan lain yang lebih sepi. Akhirnya Arin singgah ke stan bubur ayam.

Pas Arin lagi berdiri di depan stan nunggu buburnya dibuatin, handphonenya geter.

'Pasti Della deh ini, nyuruh cepet!' Batinnya sambil mengeluarkan handphonenya dari saku kemeja.

Pas diliat, ternyata bukan WA dari Della, melainkan pesan singkat dari nomor yang ga dikenal.

Arin, do you know you look wonderful today?

Arin mengerutkan dahi. Dia menoleh ke kanan, ke kiri, dan ke belakang takut-takut ini salah satu temannya yang lagi ngerjain dia. Tapi Arin sama sekali ga ngeliat orang yang dia kenal di deket tempat dia berada sekarang, atau orang mencurigakan yang lagi megang handphone.

Handphonenya geter lagi. Kali ini bukan sms, tapi panggilan telpon dari nomor ga dikenal tadi.

Arin ragu-ragu mau ngangkat atau engga, soalnya bete banget kalo ternyata itu cuma orang iseng.

"Hallo."

"Hai Arin, ini Ari 12 IPA 3. Jangan lupa di save ya nomer gue."

Arin refleks menoleh ke belakang lagi. Dia terkejut mendapati Ari yang dikenalnya sebagai kapten tim basket, tengah menggenggam handphonenya ke telinga sambil menatapnya. Posisi duduknya agak jauh dari tempat Arin sekarang.

Ketika melihat Arin menoleh, Ari melambaikan tangan dengan penuh semangat ke arah gadis itu.

Hah! Yang bener aja sih duh.

Arin tiba-tiba jadi deg-degan.

Kak MarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang