Ari

133 17 0
                                    

Jam menunjukan pukul setengah sepuluh malam, mengerjakan soal-soal tugas matematika selama dua jam tanpa jeda membuatnya lelah.

Ari, pemuda yang sedari tadi duduk di kursi belajarnya dengan khusyuk, kini berjalan gontai menuju kasur dan merebahkan diri di sana. Sesampainya di atas kasur dan mendapatkan posisi yang nyaman, tangannya ia gapaikan untuk meraih handphone di samping bantal karena ia sudah enggan untuk merubah posisi lagi.

Ari mengaktifkan data internet di handphonenya, dan langsung saja, notifikasi sosial medianya datang membanjiri.

Ari memang terkenal populer di kalangan murid sekolahnya. Bukan hanya pemain basket andalan sekolah yang tampan, Ari juga merupakan murid yang berprestasi dalam bidang akademik. Di kelasnya saja ia menduduki ranking tiga, walaupun katanya ranking bukan segalanya, tapi dia benar-benar melakukan yang terbaik dalam segala hal, termasuk belajar di kelas.

Ari sebenarnya anak yang baik, tapi kebiasaannya mendekati perempuan lalu mencampakannya, sepertinya sudah menjadi stigma yang melekat dalam diri Ari.
Ari sendiri merasa bahwa dia bukanlah playboy, dia merasa tidak main-main dengan perempuan yang ia dekati, dia hanya cepat bosan. Itu saja. Begitu yang selalu ia katakan untuk membela diri ketika ia dikatai playboy.

Ada sih satu perempuan yang Ari sukai semenjak SMP. Bahkan sampai sekarang pun ia masih menyukainya. Namun sayang, perempuan itu malah pacaran dengan teman dekatnya yang notabene sudah menyadari kalau Ari menyukai perempuan itu sejak dulu. Memang brengsek, tapi Ari pura-pura biasa saja. Dan sekarang, mungkin saatnya balas dendam. HAHAHA.

Ari membuka aplikasi whatsapp, lalu membuka salah satu personal chat yang paling dinantikannya.

Arin

Ya kak

Chat tersebut merupakan balasan dari chat yang Ari kirimkan, jeda waktunya hanya 10 menit setelah ia mengirim chat tersebut dan mematikan data internetnya untuk fokus belajar.

Ari ga nyangka aja, pas dia iseng bilang kalo Arin--yang Ari tau adalah 'adik'-nya Mark, bohay dan lumayan blablabla, tujuannya sih buat ngegodain Mark doang. Tapi Mark kayak yang beneran marah banget. Apalagi dia denger dari curhatan Karina tentang si Arin ini yang kayaknya penting banget gitu sampe harus ditemenin makan malem sama Mark segala.

"Ya masa Ri, dia marah sama gue gara-gara tuh anak marah sama dia." Curhat Karina di suatu hari.

Ya gimana Ari ga greget?

Udah pacaran sama Karina masih aja sok-sokan jadi adek-kakak-an sama tetangga.

Arin

Lagi apa dek?

Sebenarnya ini adalah pick up line yang paling bikin Ari geli, tapi ya mau gimana lagi.

Arin

Lagi belajar buat besok

Tapi udah selesai deng

Ari hanya membacanya kemudian memeriksa chat lain yang masuk ke whatsapp-nya.

Karina

Dia masih dingin sama gue :(

Kesel:(

Tadi dia pulang sama anak itu kan?:(

Menghela nafas, Ari mengetikan balasan.

Karina

Makanya putus aja, terus pacaran sama gue :(

NGACO:(

:(

Lalu ada pop up whatsapp dari Arin.

Arin

Kak Ari sendiri lagi apa? Kok chat aku diread doang?

'Ngegas juga nih anak.'

Arin

Ini lagi balesin chat
grup kelas hehe

Kirain lagi
chattingan sama
pacar

Engga kok

Tadi padahal
mau ngajakin
pulang bareng

Tapi kamunya
sama Billy:(

Hehe, lain kali
aja kak.

'Lah ngarep?'

Jd td pulang
bareng siapa?

Kak Mark

Oh.

Karina

Iya woy
dia balik sama bocah itu

wkwk

BERISIK!!

***

"Lo belum baikan juga sama Karina?"

"Bukan urusan lo."

"Putusin aja kalo udah ga mau."

Mark langsung mendelik pada Ari. Ari hanya cengengesan tanpa dosa.

"Oiya Mark, adek lo udah punya pacar belum sih?"

"Adek siapa? Gue anak tunggal."

Mark menjawab ketus sambil mengeluarkan buku pelajaran jam pertama ke atas mejanya karena bel masuk sebentar lagi berbunyi.

"Yaelah jadi ga diakuin nih Arin Mutiara Putri?"

Mark mendelik pada Ari lagi.
"Kenapa sih tanya-tanya?"

"Galak bener dah."

Ari tertawa melihat reaksi Mark yang benar-benar risih begitu.

Mark menghela nafas lalu menjawab ketus, "udah punya."

"Lah masa? Tapi kok gue chat dikit langsung ngegas gitu anaknya."

Mark membelalakan matanya ketika ia mendengar penuturan Ari barusan.

"Lo apa?"

Ari tidak menggubris, ia malah berjalan menjauh ke bangkunya di dua jajar dari tempat duduk Mark. Sudut bibirnya terangkat naik setelah ia berposisi membelakangi Mark.

Mark baru saja akan berdiri untuk menyusul Ari, tapi guru fisikanya sudah berjalan melewati pintu kelas.

"Sialan."

Kak MarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang