2

8 2 0
                                    

"ZIRA," panggil seorang cewek yang tak asing lagi di matanya.

"eh, Sel ada apa?"

"Gue pengen curhat, bolehkan?" Nadanya seperti memohon.

"Baiklah," sambil menghela napas, sebenernya gue gak suka kalo ada orang yang banyak bicara, apalagi hal yang gak penting, tapi bukan berarti Gue pendengar yang buruk.

"Ketaman belakang sekolah yuk?" ajaknya.

Aku hanya mengangguk dan melangkah membuntuti Seli.

Kami memilih untuk duduk di pinggir  taman yang letaknya rada mojok sedikit, sebenarnya bukan memilih, tapi hanya bangku itu saja yang tersisa.

"Zira!"

"Hem."

"Lo tau gak?" Dengan nada antusiasnya.

"Enggak."

"Kok Lo jawabnya gitu sih?"

"Emang gue gak tau sel, kan gue belum di kasih tau sama Lo."

"Oh iya gue lupa," Sambil nyengir kuda, menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Jadi gini Zir, tadi pagi Gue gak sengaja tabrakan sama cowok yang super duper kece. "

"Ya terus?"

"Jadi, Lo bantuin Gue dong buat deket sama dia?"

"Dia siapa?"

"Gue gak tahu namanya."

"Gimana gue mau bantuin Lo sel?"

"Pokoknya Lo harus bantuin Gue titik gak pake koma." Dengan nada yang memaksa.

"Serah Lo deh Sel , asalkan Lo bahagia."

"Gitu dong, kan Lo jadi tambah cantik."

Ku lihat segerombolan pria melewat di depanku, wajah-wajah yang tak asing lagi di mataku.

"Zira!"

"Apa sih Sel, itu tuh cowok yang gue suka," dengan nada antusias sambil memukul pahaku.

"Yang mana sih Sel?"

"Itu yang matanya rada sipit, tapi tatapannya begitu tajam, dan tubuhnya rada tinggi, bibirnya yang berwarna Pink, ah sungguh menawan," mungkin dia bicara seperti itu sambil menghayal.

"Oh dia yang Lo suka, itu sih temen sekelas Gue.''
Aku hanya tersenyum sambil mengelus dada, punya temen kok kaya gini yah.

"Masa sih Ra! Kenalin gue dong, siapa tahu nanti gue jodoh sama dia."

"Ngarep banget sih Sel jadi cewek."

"Ah Lo mah kok jawabnya gituh sih?"

"Iya, masa lo suka sama si Dziko sih, tahu gak Sel Dziko itu orangnya nyebelin."

"Nyebelin kayak gimana Ra?"

"Masa tadi buku gue di keluarin semua dari tas gue sih!"

"Ya mungkin ada alasannya kali?"

"Alesannya cuma satu, minjem buku gue buat nyalain PR! Lo tahu lebih parah lagi dia itu gak bilang dulu sama gue."

"Jadi?"

"Jadi gue saranin sama lo, cari cowok lain aja, gue gak mau temen gue kena setruk, karena pacaran sama tuh orang!"

"Jangan-jangan lo lagi yang suka sama Dziko?"

"Amit-amit tujuh turunan."

"Yaudah, gue ke kelas dulu yah."

Gue bales dengan mengangguk, dan menatap langit cerah ini.

Tanpa sadar gue tertidur di bangku taman sekolah, gue rasa ada yang duduk di sebelah gue, dan saat gue lihat kesamping ada seorang pria yang bersender, mendongkak-kan tubuh menatap langit biru yang bersih.

Dia adalah Dziko, orang yang selalu bikin rese, tapi kalo di lihat dari deket ternyata ganteng juga, benar kata Seli bahwa dia memiliki hidung yang sangat mancung dan yah,, jangan lupakan rambut berjambulnya sungguh membuat kaum hawa harus banyak-banyak beristigfar.

"Gue tahu Gue ganteng, jadi jangan liatin Gue kayak gitu juga kali," katanya masih melihat langit bersih di atas sana.

Dan Gue kali ini kayak orang bodoh, bukan-bukan, bukan bodoh tapi tepat Gue kayak orang bego, atau bisa juga kayak pencuri yang ketahuan lagi maling, tapi dengan sebisa mungkin Gue tutupin ekspresi muka cengo Gue dengan beralih menatap langit, langit yang beberapa menit lalu menyuguhkan pemandangan biru, tapi sekarang awan gelap mulai menutupi langit inci demi inci.

"Pura-pura gak denger atau emang kuping Lo budek sih?."

Dan saat itu juga Gue sadar bahwa bibir pink nan indah itu hanya dia gunakan untuk mengeluarkan kata-kata pedas saja.

"Gue gak lagi liatin Lo, PD banget sih jadi orang," elak Gue.

"Bohong."

"Gue gak bohong kok, karena sekarang Gue lagi lihat ciptaan tuhan yang sangat indah."

"Pasti itu Gue kan?," katanya sambil memandang  kearah Gue.

"Ya tuhan kenapa baru kali ini Gue lihat mata Dziko yang sangat indah, mata yang menatap begitu dalam, dan yah jangan lupakan bibir yang tertarik ke atas membentuk bulan sabit," batin gue.

"Heh kok bengong sih?. "

"Apaan sih Dziko!!, Gue itu cuma lagi lihat awan, bukan kah dia sangat indah."

"Dan ada satu lagi ciptaan tuhan yang sangat indah ini yaitu Lo Dziko," lanjut batin gue.

"Lo tahu Ra?," dia berhenti dan beralih menatap awan yang mulai gelap.

"Gue gak tahu, kan Lo belum kasih tahu gimana sih."

"Dengerin Gue dulu, Lo main potong aja, semua jenis cewek gak ada yang sabar."

"Jangan bilang cewek gak sabar ya!! Mikir dong Lo lahir di rahim Ibu Lo, Lo di urusin sampai segede ini sama Ibu Lo juga dan sekarang Lo ngomong cewek tuh gak sabar!!"

"Jangan ngomong soal Ibu Gue gak suka." ucapnya di penuhi dengan penekanan, dan seketika mata yang memancarkan kilauan kehangatan berubah menjadi tatapan redup yang susah untuk Gue artikan.

Seakan alam tahu apa yang terjadi dengan perasaan Dziko awan gelap yang mengumpul hitam berubah menjadi cairan bening yang siap untuk jatuh.

"Ra udah mulai hujan?, " ucap Dziko.

" Terus?."

"Kita neduh yuk."

"Gak mau."

"Nanti Lo sakit Ra."

"Tapi Gue ingin disini, mengulang masa kecil Gue."

"Tapi ini masih di sekolah Ra, masih ada dua mata pelajaran yang harus kita ikuti."

"Tap" belum juga gue beres ngomong tapi Dziko udah narik pergelangan gue.

Dan di sini Gue dan Dziko sekarang berdiri di koridor kelas 12, diantara kami enggak ada yang berniat untuk mulai bicara, masing-masing dari kami terhanyut dalam pikiran masing-masing.

Gue harap kalian semua suka sama cerita ini, kalau ada kesalahan mohon koreksi ya dikolom komentar terimakasih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang