Belajar Lebih Baik

2.4K 181 19
                                    

HOLAAA.  Astaga berapa lamakah cerita ini tidak dilanjutkan?

Oke karena aku sudah mulai libur selesai Clerkship yang dipenuhi rintangan dan tantangan dari supervisor (gawat melulu deh pokoknya) dan dengan nilai yang cukup memuaskan (ciaatttt), akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan dan mem-publish chapter baru untuk cerita ini. 

Meskipun belum sidang skripsi, at least skripsi aku udah layak maju lahh, doakan yaa minggu ini bisa maju huehehehee..

masih ada yang menunggu cerita ini kan? kan? kan? hahahaaa

Oke, silahkan dinikmati ya cerita aku, boleh dibaca, tapi jangan DIBAJAK okee.. karena bajak cerita lebih kejam dari bajak sawah *apasih

WARNING!!!

Typo, banyak pakai bahasamedis, banyak lawakan garing, ga suka? silahkan pencet tombol keluar.

Ide, alur cerita, nama tokoh, dan lokasi ORISINAL dari AKU, DIRIKU, kalau ada yang copas cerita TANPA CREDIT, atau PEMBERITAHUAN sebelumnya itu namanya PENCURIAN IDE ada undang-undang yang mengatur. So, jangan macem-macem.

----------------------------------------

Setelah menebus resep di Apotek, aku kembali ke UGD sambil memasukkan obat melalui selang infus. Via sudah bersiap mendorong brankar pasien menuju ruang operasi, di sisi lain brankar aku liat Rini juga sedang bersiap membantu mendorong.

"Lohh Rin, ikutan OK juga?" tanyaku

"Iya dok" jawabnya sambil mengangguk.

"Oh gitu, ehh yuk ke ruang OK biar ga ditungguin sama pak Nuh." Aku berdiri di belakang brankar untuk mendorong juga.

Di luar UGD, Ambulans terus berdatangan membawa korban, terhitung sudah 20 korban yang datang berarti sisa 30 lagi, dan sepertinya bed UGD tidak cukup banyak untuk menampung mereka. Aku melihat dokter di UGD juga sudah semakin sedikit karena hampir semua bersiap melakukan operasi. Saat akan mengantar pasien, aku melihat Nanda mendorong 1 pasien ke dalam UGD.

"Nandaa!!" panggilku, eh ga bisa dibilang manggil juga sih, mungkin lebih kearah teriak ya. Nanda menoleh, "Panggil residen dari divisi bedah lainnya sana!!" teriakku lagi. Dia mengangkat jempolnya.

Aku melanjutkan perjalananku ke ruang operasi. Setelah sampai, aku melihat dokter Agas sudah bersiap dengan alat perlindungan dirinya (cap, jubah Operasi, masker dan handscoon steril). Aku menundukkan kepalaku, "permisi dok saya mau keluar dulu memakai APD." Dokter Agas mengangguk sambil menyiapkan spuite dan obat bius.

Bukan hanya aku, Via dan Rini juga keluar untuk bersiap-siap. Di luar aku mengambil cap dan masker, kemudian aku mencuci tangan dan kembali masuk ke ruang operasi. Di ruang operasi aku memasang jubah operasi dan handscoon steril. Oke semua beres tinggal menunggu obat bius bekerja dan dokter Angga masuk.

15 menit kemudian dokter Angga masuk dengan pakaian operasi lengkap. Dokter Angga melihat kami semua, "Mari berdoa menurut kepercayaan masing-masing, berdoa mulai – Selesai. Sekarang kita mulai pengangkatan perforasi apendik."

(A.n: Oke, gausah aku ceritain kan gimana prosesnya? Susah guys ngerjain aja susah apalagi ngejabarinnya kan ya. kalau mau tau gimana prosesnya bisa cari di youtube ya videonya.)

"Operasi  pengangkatan apendik dengan laparoskopi telah selesai, rongga perut bersih, tidak ada perdarahan dan pus. Terima kasih kerja kerasnya, mari berdoa – selesai." Ucap dokter Angga. Kemudian dia keluar ruangan.

Mereka Memanggilmu 'Dokter'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang